(ramalan tetua Bali yang menjadi kenyataan)
..............................................................................
Awal tahun 2020 disambut oleh cuaca ekstrim, panas membara bahkan hujan banjir, belum lagi berbagai isu penyakit yang bersumber dari virus.
Menurut perhitungan WARIGA bahwa awal tahun 2020 bertepatan dengan sasih Ala (musim yang dianggap kurang baik) mulai dari sasih Ka enem, kapitu, kaulu, dan kasanga, belum lagi bertepatan dengan siklus rahinan jagat Galungan-kuningan dan Tawur, Nyepi. Kedua hari raya besar ini disertai oleh turunnya berbagai kekuatan Bhuta-Kala yang membawa berbagai efek buruk.
Perhatikan bagaimana siklus “rerahinan Galungan” jatuh pada tanggal 19 februari 2020 pada rentang ini kekuatan Bhuta berwujud TIGA BHUCARI akan memberi pengaruh tidak baik, selama “uncal balung”. Dan bukan kebetulan hari raya Nyepi yang diawali dengan TAWUR SASIH KESANGA sebagai puncak kekuatan Buta-kala dan Nyepi sebagai tahun baru Isaka jatuh pada hari yang disebut Pegat Wakan, budha kaliwon pahang (masih pada rentang batas waktu galungan kuningan).
Jadi menurut hitungan wariga berbagai cuaca buruk, virus penyakit, “grubug”yang melanda awal tahun ini disebabkan oleh siklus alam “pamigrahaning sasih” kemudian diperparah oleh perilaku manusia yang tidak bersahabat dengan alam bahkan malah merusak alam.
Lontar Bhasundari Tattwa menyebut berbagai ketidak seimbangan alam adalah akibat buruk dari KALA yang melahirkan BHUTA yang disebut BHUTA-DASANGKARA-BHUMI, yaitu manifestasi kala yang berwujud 10 rupa:
1. BHUTA MASTAKA: merasuki segala binatang yang memiliki mulut, memakan segala jenis, bagian tumbuh-tumbuhan. Menyebabkan tumbuhan tidak bisa dijaga, dirawat.
2. BHUTA ANGGA: merasuki segala binatang yang berjalan dengan dada, tubuh, MERACUNI (wisya) segala jenis tumbuhan.
3. BHUTA TANGAN: merasuki segala jenis binatang yang memiliki tangan, mampu mengambil lalu memakan segala jenis biji-bijian (sarwa wija), umbi-umbian.
4. BHUTA PUPU: merasuki segala jenis binatang yang memiliki kaki, menyebabkan rusak daun segala jenis tumbuhan.
5. BHUTA AMATA: merusak segala jenis tumbuhan yang memiliki SOCA (mata tunas pada batang), misalnya bambu dll, sehingga mati buku (mati ruas).
6. BHUTA TUTUK: merasuki segala jenis cacing (kermi), memakan bagian daun segala macam tumbuhan, sehingga daunya busuk.
7. BHUTA LET: memunculkan sejenis ANTIGA (telor, bibit) yang dapat merusak akar dan daun, sehingga tumbuh-tumbuhan menjadi mati.
8. BHUTA IRUNG: merasuki segala jenis bintang yang menghisap sari, hingga dapat menghancurkan bunga berbagai jenis tumbuhan.
9. BHUTA PURUS: merasuki segala jenis binatang yang dapat melakukan hubungan senggama, kemudian menetaskan telor kemudian menjadi ulat yang dapat merusak tumbuh-tumbuhan.
10. BHUTA TALINGA: merasuki segala jenis binatang yang berada didalam rongga tanah, hingga merusak umbi, akar berbagai tumbuhan.
Ketika berbagai tumbuhan, binatang telah dirasuki oleh kesepuluh wujud Kala, hingga menghasilkan WISYA (racun, bakteri, virus, penyakit), maka tentunya akan menyebabkan seluruh manusia yang bergantung pada “sarwa Prani”, berbagai mahluk hidup lainnya akan sengsara, sakit bahkan meninggal secara mengerikan.
Semacam siklus berantai, tumbuhan dirasuki Wisya para Bhuta (kala), kemudian binatang yang memakan tumbuhan akan sakit bahkan binasa, lalu manusia yang mengkonsumi, berinterakasi dengan mereka pun sangat mudah tertular WISYA Bhuta Dasangkara Bhumi, tiada lain manifestasi KALA.
Bisa jadi VIRUS CORONA yang berkembang sedemikian pesat beberapa minggu ini adalah akibat dari salah satu manifestasi KALA berwujud BHUTA ANGGA (merasuki binatang yang berjalan dengan dada yaitu Ular). Mengingat kesimpulan para ahli pada kasus “grubug” di Wuhan china salah satu penyebabnya diperkirakan akibat mengkonsumsi daging ular (alaku dada). Bhuta Angga salah satunya berwujud ular, pada tubuhnya terdapat benih WISYA (racun, penyakit) yang mampu meracuni tumbuhan, tentunya berefek kepada manusia yang mengkonsumsi tumbuhan apalagi mengkonsumsi daging ular secara LANGSUNG.
Ritus “caruning sasih” adalah salah satu upaya NISKALA yang sangat penting dilakukan agar terhindar dari pengaruh KALA berwujud Bhuta Dasangkara Bhumi tentu dilengkapi dengan berbagai upaya SEKALA (bersifat nyata) dengan selalu menjaga kebersihan, hindari merusak alam.
"Rahajeng nyanggra Galungan Kuningan lan tahun baru Isaka 1942, mari jadikan momentum langka ini sebagai jalan introspeksi diri, agar lebih bisa menjaga keseimbangan alam, hentikan segala upaya pengerusakan alam agar terbebas dari berbagai pengaruh buruk “pamigrahaning sasih”.
..............................................................................
Paramsuksma
IBM. Bhaskara.