Showing posts with label Tata Titi Ngaben. Show all posts
Showing posts with label Tata Titi Ngaben. Show all posts

Ngaben Swastha

 

Ngaben Swastha

Ngabenan sederhana, dengan tingkat terkecil  karena tidak dengan pengaskaran. Berarti tidak menggunakan kajang, otomatis tanpa upacara Pengajuman Kajang. Tidak  menggunakan bale paga, damar kurung, damar layon, damar angenan, petulangan, tiga sampir, baju antakesuma dan payung pagut. Hanya menggunakan peti jenasah  dan Pepaga/penusangan untuk mengusung ke setra. Pelaksanaan upacara di setra saja. Pengabenan Swastha Geni ini sering rancu dengan pengabenan Geni Pranawa.

Swasta asal katanya “su” (luwih, utama). Astha berasal dari Asthi (tulang, abu). Dengan demikian Swastha berarti pengabenan kembali ke intinya tapi tetap memiliki nilai utama. Pengabenan swstha terdiri dua jenis:

  1. Pengabenan Swastha Geni. Penyelesaian di setra dengan cara membakar jenasah maupun tanpa jenasah. Hanya ada pelaksanaan “pengiriman” setelah dibuatkan bentuk sekah tunggal, kemudian dilanjutkan dengan upacara nganyut. Setelah itu selesai.
  2. Pengabenan Swastha Bambang. Semua runtutan pelaksanaannya upakaranya dilaksanakan di atas bambang penguburan jenasah. Kwantitas upakaranya sama dengan pengabenan Swastha Geni hanya saja dalam upakaranya ditambah dengan “pengandeg bambang”. Pengabenan swastha bambang ini tidak disertakan upacara pengerekan dan penganyutan , karena tidak dilakukan pembakaran melainkan dikubur. Sedangkan “pengelemijian” dan pengerorasan tetap dilaksanakan seperti ngaben biasa. Pengabenan Swastha Geni atau Swastha Bambang termasuk pengabenan nista utama, tidak memakai bale paga, tidak melaksanakan pengaskaran dan pada saat ke setra memakai tumpang salu saja.
  3. Pengabenan Kerthi Parwa. Termasuk pengabenan tingkat nistaning utama. Dilakukan pada umat Hindu yang gugur di medan perang. Tidak dilakukan pengaskaran, hanya upacara ngentas dan pengiriman saja. Pelaksanaanya seperti pengabenan Swastha Geni.
  4. Pengabenan Ngelanus. Sebenarnya tidak termasuk bagian dari jenis pengabenan.
Hanya teknisnya yang dibuat cepat. Ada dua jenis:

  1. Ngelanus Tandang Mantri. Pengabenan dan pemukuran diselesaikan dalam satu hari. Pengabenan ini mengacu pada sastra agama “Lontar Kramaning Aben Ngelanus”. Disebut juga dengan Pemargi Ngeluwer. Pengabenan ini hanya untuk para Wiku, tidak diperkenankan untuk walaka.
  2. Ngelanus Tumandang Mantri. Dilakukan untuk walaka dalam kurun waktu satu sampai dua hari untuk para walaka . Upakara dan upacaranya tergantung kwantitas upakara dan upacaranya.
Itulah ngaben Swastha... semoga bermanfaat.

Upacara Ngaben Pranawa

 

Upacara Ngaben Pranawa

Pengabenan dengan sarana upakaranya ditujukan kepada 9 lobang yang ada pada diri manusia. Pranawa berasal dari kata Prana (lobang, nafas, jalan) dan Nawa (artinya 9). Kesembilan lobang yang dimaksud adalah:

  1. Udana(lobang kening), mempengaruhi baik buruknya pikiran
  2. Kurma (lobang mata) mempengaruhi budhi baik atau buruk , terobos ke dasendriya
  3. Krkara (lobang hidung), pengaruh Tri Kaya, jujur atau tidak
  4. Prana (mulut). Dosa bersumber dari mulut (Tri Mala Paksa)
  5. Dhananjya (kerongkongan). Kekuatan mempengaruhi manah – sombong dan durhaka
  6. Samana (lobang pepusuhan), pengaruh jiwa menjadi loba dan serakah.
  7. Naga (lobang lambung)  pengaruh karakter yang berkaitan dg Sad Ripu
  8. Wyana (lobang sendi) pengaruhi perbuatan memunculkan Subha Asubha Karma.
  9. Apana (pantat  kemaluan) pengaruhi kama yang berkaitan denga Sapta Timira.

Kesembilan lobang manusia ini dapat mengantar manusia kelembah dosa. Pengabenan Pranawa juga diikuti dengan upacara pengaskaran.

Ada lima jenis Pengabenan Pranawa

  1. Sawa Pranawa: Disertai jenasah atau watang matah
  2. Kusa Pranawa :  dg watang matah atau hanya dengan adegan saja. Adegannya disertakan pengawak dari 100 katih ambengan. Memakai upacara pengaskaran.
  3. Toya Pranawa. Sama dg Kusa Pranawa, hanya didalam adegannya berisi payuk pere, berisi air dan dilengkapi dengan eteh2 pengentas. Juga memakai Pengaskaran.
  4. Gni Pranawa. Sama dengan pranawa lainnya, juga melakukan pengaskaran tapi pengaskaran nista yang dilakukan di setra setelah sawanya menjadi sekah tunggal. Tanpa uperengga seperti Damar kurung, tumpang salu, pepelengkungan, ancak saji, bale paga, tiga sampir, baju antakesuma, paying pagut. Hanya  memakai dammar layon, peti jenasah dan pepaga/penusangan.
  5. Sapta Pranawa. Upaca ini dilakukan dirumah, menggunakan damar kurung dan pengaskaran. Tapi tidak menggunakan Bale Paga pd waktu mengusung jenasah ke setra. Hanya menggunakan pepaga/penusanganb.  juga dilaksanakan langsung di setra tapi pelaksanaan pengabenannya mapendem, serta pelaksanaan pengentasnya diata bambang.

Jenis-Jenis Ngaben Awangun (Budaya Bali)

 

Jenis-Jenis Ngaben (Budaya Bali)

Semua organ tubuh (sebagai awangun) memperoleh material upakara sehingga upakaranya banyak. Ngaben jenis ini diikuti dengan Pengaskaran. 

Ada dua jenis Ngaben Awangun: 

1. Upacara Pengabenan mewangun Sawa Pratek Utama, ada jenasah atau watang matah.

2. UpacaraPengabenan mewangun Nyawa Wedana, tidak ada jenasah tetapi disimbulkan dengan adegan kayu cendana yang digambar dan ditulis aksara sangkanparan. 

Nyawa Wedana berasal dari kata Nyawa atau nyawang (dibuat simbul). Wedana = rupa atau wujud. 

Dengan demikian Nyawa Wedana artinya dibuatkan rupa2an (simbolis manusia).

Tata Cara Nyiraman Layon

Sugra. Untuk pembaca yang saya hormati, khususnya yang memeluk Agama Hindu, Disni akan kami tulis tuntas tata-titi dalam Pelaksanaan penganbenan. Anda bisa buka di link biru ini = tata-titi penganbenan

Kali ini tentang tata cara nyiraman Layon...

1. Persiapan sarana

Tirta

  1. Tirta penglukatan pebersihan dari wiku
  2. Tirta peleletan dari wiku
  3. Tirta Pekuluh dari mrajan.
  4. Tirta khusus

 Untuk Tirta Khusus; 

  • Tirta Pengentas Bangbang: selesai atiwa-tiwa jika jenasah akan dikubur atau mekingsan di Gni, sebaiknya menggunakan tirta diatas agar sewaktu-waktu bisa ngaben. Jika tidak maka sebelum setahun tidak boleh ngaben.
  • Tirta SH Prajapati: bila jenasah dikubur atau mekingsan di Gni mempergunakan tirta ini, krn tirta ini memiliki kekuatan pengembalian ke sumbernya. SH Prajapati bersifat Mulaning Mula (wit = sumber). Prajapati adalah tempat kehidupan bermula.

2. Persiapan Sarana Pebersihan

Toya kumkuman, Sisig ambuh, Sisir dan petat, Minyak rambut, Wastra pesalin sepradeg, Boreh kuning, Kain pengusap rai, Kain pengusap raga.

3. Persiapan Sarana Penyucian:

  • Gegaleng 1 ijas pisang kayu 9 atau 11 bulih, belayag berisi uang kepeng 225/250 biji, tebu ratu mesurat sangka paran, semuanya dibungkus kain putih. Ada juga yang menyebut Bantal Segi Tiga sebagai gegaleng.
  • Momon (cincin mirah Windhusara) utk ngerajah dan momon. Simbul menetralkan sifat serakah manusia (momo) semasa hidupnya. Juga untuk mencegah bau busuk. Secara niskala simbul Jiwatma yang telah meninggalkan jenasah.
  • Beberapa lembar kain putih yang dirajah huruf Modre (kajang).
  • Simbul penyucian organ tubuh sensitif yang menimbulkan kama dan indriya selama hidupnya. Penukup yang dimaksud ialah: Penukup Siwa dwara (ubun-ubun), Penukup dua daun telinga, Penukup lambe (mulut), Penukup muka atau prerai, Penukup purus atau baga (kemaluan).
  • Sebatang tebu ratu dan batang kayu sakti, disurat sbg Panca Datunya.
  • Wewalungan (tulang belulang) yang dirangkai diletakkan diatas layon.
  • Umbi skapa diiris-iris (usapang pada setiap persendian jenasah, sbg simbul penyucian wyana dari dasa prana).
  • Daun intaran (simbul ardha Chandra). Kuncup kembang melati (pusuh menuh) untuk lubang hidung simbul SH Waruna. Bunga teleng putih (slagan alis)
  • Daun delem (untuk telinga) sbg simbul SH Kwera.
  • Malem 2 pulung (untuk lubang telinga), simbul apah, simbul Sang Blegode.
  • Keramas (santen berisi air dapdap). Blonyoh putih (beras kencur), blonyoh kuning (beras kencur temutis). Juga bebek anget-anget. Kapas.
  • Pecahan cermin 2 buah untuk kedua netranya. Simbul Teja (SH Surya Candra).
  • Tali penyalin secukupnya
  • Bebek (serbuk cendana) secukupnya. Taburi seluruh tubuh sbg simbul Pertiwi (SH Carman).
  • Sebidang daun tunjung berisi kain hitam dan semburan (boreh) rempah-rempah utk sedaka lanang. Sedaka istri memakai sebidang daun tuwung bolo 3 lembar dilapisi kain hitam berisi rempah2 (anget2) pada kemaluan, simbul SH Smara.
  • Pisau “sudha mala” atau pemutik untuk mekerik (lanang), pisau mejejahitan untuk istri. Pisau Sudha Mala (ujungnya tri sula) utk menetralisir kekuatan Sadripu dan Sapta Timira yang kelak mempengaruhi perbuatan (karmanya). Dari Tatwa: penyucian Dewa Kuku (SH Kenaka Manik) yang telah dikotori perilaku manusia (lontar Tutur Agastyaprana).
  • Dua untai benang tetebus (benang putih) untuk ituk-ituk. Untuk ikat ibu jari kaki dan tangan. Simbul penyatuan Panca Budhindriya dengan Panca Karmendriya agar menyatu dengan manah untuk kembali ke Ahamkara.
  • Sebuah ante dari bambu, ditulisi aksara suci di bagian kepala, ulu hati dan kaki. Sebidang tikar plasa yang sudah dirajah
  • Tiga buah kereb Sinom. Kereb Sinom dibuat dari daun enau muda dan bunga pinang (blangsah buah) dianyam 10-15 Cm, panjang 75-90 cm. Kereb Sinom adalah simbul Tri Kaya, bahwa Rokh mendapat sorga tergantung hasil Tri Kayanya (Karma Wasana).
  • Upakara Beyakala, jejaritan Bale Gading dan lis degdeg.
  • Kain putih untuk menggulung. Kain putih melelancing dengan lapis kain 11 lapis (untuk kajang solas)
  • Dua lempeng perak dibungkus tiga helai daun kayu sakti sebagai pegembelnya. Kepingan waja 4 tebih (untuk gigi) simbul Bayu, simbul dari SH Bayu.
  • Peti jenasah yang sudah diupacarai, tumpang salu, pepelengkungan. Ancak saji: pagar tempat jenasah dibaringkan.
  • Kain putih berisi sesuratan dedayang sebagai sarana ulon.
  • Sebuah pelepah Pisang Udang Sabha (warga Pasek sesuai Bhisama menggunakan daun biyu kaikik), nantinya ditindih oleh jenasah. Ditulis huruf “Rwa Bhinneda”. Kata Udang = Uda + Ang. (Uda = air = Wisnu = Ung) (Ang = Ah = Sunia). Daun Pisang Udang Saba bermakna: “karmanyalah menentukan sorga (sunya loka) atau tidak.

4. Persiapan Tempat Pebersihan yaitu Pepaga atau Pandyusangan atau Penusangan

Pemandian sawa sebagai simbul bumi, dibuat dengan kawat mas, perak tembaga (tridatu). Diberi alas tikar dan pandan berduri sebelum dipakai. Pepaga (penusangan) dibuat dari bambu (kalau bisa bambu kuning), bertiang empat tingginya 175 Cm, ujung atas dari tiang dipasangi leluwur. Pepaga dibuat setinggi puser sang “yajamana” (pemilik upacara), dipasangi leluwur. Pojok timur laut dari tiang dipasang 11 uang kepeng sebagai simbul tingkatan alam sunia yg dituju. Panjang bambu dua jengkal lebih dari ukuran jenasah dengan lebar 80 Cm atau sesuai lebar jenasah. Galarnya menggunakan perhitungan “Ante” (cekur, pinggang, nyawan, galar, ante, guling). Etika pemasangan: jika laki tengahnya menengadah lainnya tengkurep, wanita sebaliknya.

5. Persiapan peti jenasah (simbul kekuatan maya SHW)

Pada bagian kaki dilubangi sebesar “aguli” (ajari tengah) sebagai jalannya Panca Maha Butha keluar dari maya menuju alam “Sapta Petala”. Lubang dibagian kepala adalah jalan keluar jiwatma menuju Sapta Sunia. 

6. Upakara Ayaban 

Setelah melelet diletakkan diwulu tempat layon (luanan), baik nista, utama atau madya. Contoh: Banten ayaban tumpeng 27, hulunya daksina gede sarwa 4 lengkap dengan banten sucinya, Banten Saji Tarpana, Banten Pulegembal, Banten Pengulapan, prayascita, bayekawonan.

7. Seember 

Air antiseptic (air + daun intaran/daun base, atau air diisi bahan kimia antiseptic yang dibeli ditoko) untuk cuci tangan orang ikut ngeringkes.

8. Tata Cara Upacara Ngelelet

  • Mengikuti subha dewasa peleletan, menunggu kesiapan krama banjar (perintah Klian banjar)
  • Penurunan layon dari Bale Gede, dilakukan sanak keluarga, diserahkan kpd krama banjar dicacapan bale, keluarga tetap memopong bagian kepala. Menuju pepaga, posisi kaki layon tetap lebih dahulu.
  • Pada waktu memandikan, layon tidak langsung ditelanjangi. Busana hanya dibuka bagian dada saja dulu.
  • Wiku nyurat sastra diraga dengan cincin mirah. (AH – Nabi; Dasaksara – perut; Mang = ulu hati; Ang = bahu kiri; Ung = bahu kanan; Adu muka = selagan alis; Ang = ubun2.)
  • Pertama kali keramas dengan toya ambuh, mesisig, bilas air bersih, bilas air kumkuman. Mantra ngeramasi: Om banyu klemukan, banyu pawitra pangilanging papa klesa, danda upata atemahan sudha nirmala yns. Ong2 angurah candra dimuka yns
  • Keringkan rambut dan muka dengan kain putih. Rambut dipetat dan disisir. Pusung gelung gota (irtri) pusungan mudra lingga (lanang)
  • Setelah keramas barulah busana dibuka seluruh, keluarga menutup bagian kemaluannya.
  • Seluruh badan dibilas air biasa , gosok dg blonyoh (boreh kuning), dibilas. Setelah bersih barulah disirami air kumkuman secara merata, keringkan dengan kain. Mantra memandikan: Om sarira suda yns. Om gangga paripurna yns.
  • Memakai busana kewikuan. Tirta Bayekala di kakinya saja, perciki tirta pebersihan dengan bale gading dan lis degdeg.
  • Wiku memercikkan tirta kekuluh merajan (tirta aswapada Hyang Guru), dengan posisi tangan layon memegang sebuah kwangen berisi 11 pis bolong.
  • Sanak keluarga mohon restu ke SH Raditya dg kwangen, posisi tangan di selagan alis, dan kwangen diletakkan di kaki layon. Mantra: Om Swargantu, Om Suniantu, Om Moksantu, Om Mursantu, Om Ksama Sampurna yenamah swaha. Sembahyang:
  • Tangan puyung (utpeti sembah)
  • Ke surya (SH Siwa Raditya) dg kewangen: mohon banugerah kekuatan widya kepada Sang Lina (Stiti sembah)
  • Sembah ke Sang Lina sbg pengaksama agar sang lina melepas tresnanya kpd keluarga yg ditinggalkan.

Selesai pebersihan (pebersihan hidup), dilanjutkan dengan penyucian atau Pengeringkesan sebagai berikut:

  • Memasang gegaleng di kepala layon
  • Wiku memercikkan tirta pengeringkesan ke seluruh tubuh
  • Pengerikan kuku (dg pisau sudamala atau pisau banten). Kerikan kuku dibungkus tiga helai daun kayu sakti diletakkan di kaki layon.
  • Memasang sarana Panca Dathu sbb:
  • Wewalungan di atas dada layon
  • Cermin di dua mata (simbul teja)
  • Daun intaran pada kedua alis (ardha Chandra)
  • Lempeng waja di gigi (SH Bayu)
  • Bunga celeng putih selagan alis
  • Malem pada lubang telinga
  • Daun delem pada daun telinga
  • Tali itik-titik pada dua ibu jari tangan dan kaki 
Memasang kwangen:

  • Penyolasan pada setiap persendian
  • Kwangen jari: setiap kwangen berisi lima tubungan (diplintir sekecil2nya ujungnya diisi irisan bawang putih (lambing kuku). Juga kwangen jari kaki. Total membuat 20 tubungan.
  • Memasang kwangen isi 33 kepeng pd panggul
  • Kwangen di ulu hati: menghadap keatas berisi 2 kepeng, menghadap kebawah berisi 2 kepeng.

Total semua uang kepeng yang digunakan 225 biji

  • Penangkeb baga atau purus
  • Memasang tebu yg sudah ditulis pd tulang punggungnya.
  • Memasang sepotong kayu sakti yg sudah ditulis pd tulang dada
  • Memasang momon pada rongga mulut.
  • Memasang kajang (angkeb rai, karna, siwa dwara, cangkem, prana)
  • Layon digulung dengan kaun penggulung, kemudian tikar, ante yang sudah disurat di bagian kepala–uluhati-kaki, ikat dg tali ketekung (tali rotan) yang sudah disurat, dipasang melingkar di bagian kepala, uluati, panggul. Tali lingkaran kepala dihubungkan ke bagian ulu hati dan bagian panggul. Tali rotan adalah simbul “melepaskan diri dari ikatan tali samsara (panumitisan). Maka perbaikilah karmamu yang asubakarma menjadi subakarma.
  • Digotong ke bale gede dg posisi kaki layon didepan. Masuk peti, petinya sudah berada diatas tumpang salu.
  • Memasang pelengkungan, diatasnya kain putih melelancing dengan lapis kain 11 lapis (kajang solas).
  • Tiga buah kereb Sinom. Kereb Sinom dibuat dari daun enau muda dan bunga pinang (blangsah buah) dianyam 10-15 Cm, panjang 75-90 cm. Kereb Sinom adalah simbul Tri Kaya, bahwa Rokh mendapat sorga tergantung hasil Tri Kayanya (Karma Wasana).
  • Setelah ngayab, dilanjutkan “Upacara Pepegatan”
  • w)   Wiku memuja ngaturang Saji Tarpana (Narpana Saji).
Tata cara diatas juga merupakan tata cara untuk meraga wiku. Sedikit penyederhanaan untuk ngelelet layon meraga welaka adalah sebagai berikut:
  • Persiapan Sarana Pebersihan
  • Air bersih dan air kumkuman
  • Air keramas, sisig, minyak wangi
  • Berbagai jenis bunga harum
  • Pakaian seperadeg/pesaluk/pesehan (pakaian sembahyang lengkap)
  • Pesaluk hidup laki (kain, saput udeng)
  • Pesaluk hidup wanita (tapih, kain, sabuk, kamben cerik
  • Pesaluk mati, laki perempuan sama, kain putih untuk yang sudah kawin, kain kuning bagi yang belum kawin.
  • Pakaian untuk ngulung dan kain putih.
  • Tikar
  • Samsan atau sekarura: beras kuning ditambah irisan daun temen diisi 33 pis bolong, ditempatkan dalam wakul yng dibungkus kain putih.
Beberapa jenis tirta:T

  • TirtaPenglukatan dan Pebersihan (untuk menghilangkan mala petaka atau pembersihan jenasah.
  • Tirta Aswapada Betara Hyang Guru
  • Tirta Pengresikan
  •  Tirta sesuhunan keluarga (pura2, kawitan, kemulan). Maksud: trita restu agar perjalana lancar.
  • Tirta Kahyangan: pakeling bahwa sang atma akan menghadap ke kahyangan
  • Tirta pengulung: diperecikkan pd waktu ngulung mayat.
  • Tirta penembak: memandikan jenasah membersihkan kotoran lahir bathin.
  • Tirta pengentas: tirta pemutus hubungan (memutuskan ikatan purusa. Tiuk pengentas adalah pisau untuk memutus hubungan.
  • Tirta manah toya ning: adalah petitis keneh (manah).
  • Tirta prelina atma: agar jiwatma yang meninggal pergi kealam asalnya, tideak ngrebeda. 
Pelaksanaan Ngelelet

Sama dengan Wiku, hanya ngambuhin bagian duur dapat dilakukan penglingsir.

Pebersihan 10 prana sebagai dosa manusia sebagai “dasa mala”. Sepuluh prana itu ialah:

  1. Prana (lubang mulut)
  2. Udana (lobang kepala/kening)
  3. Samana (lobang pepusuhan)
  4. Wyana (lobang persendian)
  5. Kurma (lobang mata)
  6. Krkara (lobang hidung)
  7. Dewa Data  (lobang bibir)
  8. Dhananya (lobang tenggorokan)
  9. Naga (lobang lambung)
  10. Apana (lobang dubur dan kelamin)
Itulah cara Niraman Layon, semoga bermanfaat.