Saya dapat nasehat dari sesepuh Hindu bahwa kalau mau jadi seorang sulinggih bagi semua umat Hindu karna itu hak asasi siapapun , lewati dulu proses Catur Asrama karena sejatinya, sulinggih adalah sudah dalam masa biksuka dan adanya sastra pediksan di tujukan oleh leluhur kita agar tidak ada sulinggih Cangak Meketu.
Sebaiknya menjadi seorang sulinggih, jangan sampai pernah terjerat kasus hukum korupsi, kasus pedofilia dan lain lain karena sudah di anggap tidak layak dan tidak mempunyai kelakuan baik sebagai salah satu syarat utama lainnya. Sehingga kesucian sulinggih tetap terjaga
Jangan sampai ada sulinggih sampai di panggil polisi, masuk penjara, duduk makan di warung, nongkrong di counter hp dan hal hal yang tidak ada hubungan dengan posisi beliau sebagai sulinggih dan melakukan kegiatan duniawi lainnya.
Jangan sampai posisi sulinggih di pakai alasan utk menghindari jeratan hukum kasus kasus kejahatannya pada saat jadi walaka atau sebagai profesi atau sebagai usaha mencari artha atau tujuan bisnis karena malas bekerja.
Sejatinya Menjadi Sulinggih Sangatlah Berat, karena itu Persiapan Kita Menuju Dunia Loka
JANGAN MEMADA MADA SEBELUM PROSES CATUR ASRAMA DI LEWATI
HUKUM NISKALA JAUH LEBIH BERAT DARIPADA HUKUM SEKALA, KALAU ITU SEMUA TETAP JUGA DI LANGGAR KARENA MASIH ADANYA AMBISI SAD RIPU OLEH SANG DIRI.
Semua Agama adalah baik. Kita lahir sebagai Hindu, mari jalankan Ajaran Hindu.
Agama Hindu mempersonifikasikan kekuatan-kekuatan Sang Hyang Widi dalam bentuk beberapa dewa yang banyak jumlahnya, akan tetapi mempunyai fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan kepentingan makhluk hidup ini. Sebagai Bhatara Brahma, ia memberikan pegangan dan tuntunan bagaimana manusia harus bertindak.
Brahma bertindak sebagai Sang Hyang Saraswati yang memberikan ilham kepada para Maharesi. Hubungan antara Sang Hyang Saraswati dengan Brahman diungkapkan seperti hubungan antara api dengan panasnya. Saraswati dianggap sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan, karena hanya dengan pengetahuan saja penciptaan-penciptaan baru itu timbul. la adalah sumber ilham, sumber gerak dan sumber ciptaan manusia.
Sebagai Bhatara Wisnu, Sang Hyang Widi menjadi pelindung dan pemelihara dunia. la mempunyai dua sakti, yaitu Dewi Sri (Dewi Kesuburan) dan Dewi Lakshmi (Dewi Kebahagiaan). Sebagai Bhatara Siwa, Sang Hyang Widi menguasai keadilan dan mewujudkan (jin sebapai Dewi Durga dan Dewi Uma (Parwati). Kepada orang yang berbuat dosa ia berlaku dan berujud Dewi Durga yang mengerikan dan kepada orang yang berbuat baik ia berlaku dan berujud Dewi Uma yang penuh cinta kasih;
Mengenai agama, dalam Hindu dikatakan bahwa agama adalah jalan untuk sampai kepada Moksa (kelepasan). Oleh sebab itu agama berisi petunjuk-petunjuk yang benar. Agama adalah jalan yang lengkap dengan petunjuk dan pedoman ke arah yang benar. Dalam ungkapan sering dikatakan bahwa agama adalah "perahu" untuk menyebarangkan manusia dan dunia yang tidak kekal menuju surga (moksa); jiwa (atman) adalah "bendega" tukang perahu' layar adalah pikiran manusia; angin adalah hawa nafsu; air laut adalah persoalan keduniaan, dan tujuannya adalah pulau harapan (surga).
Tujuan agama adalah Moksa Artham Jagadhitaya, Ca Iti Dharmah, yang berarti untuk mendapatkan Moksa dan Jagadhita, untuk kesejahteraan jasmani dan rohani. Jasmani penting karena jasmani adalah alat untuk mendapatkan Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Moksa adalah lepas bebas dari segala ikatan dunia, lepas dari karma dan lepas dari samsara. Moksa dapat dicapai pada waktu manusia masih hidup di dunia atau dapat dicapai setelah ia mati. Jalan kelepasan dapat ditempuh oleh seseorang sesuai dengan kemampuannya.
Ada empat macam jalan kelepasan, yaitu Jnanayoga (jalan pengetahuan), Bhaktiyoga (jalan bakti dan taat kepada Tuhan), Karmayoga (jalan beramal dengan ikhlas), dan Rajayoga (jalan semadi).
Mengenai kitab suci, Weda adalah kitab suci agama Hindu yang mengutamakan pengetahuan suci tcntang Sang Hyang Widi dan perintah-perintahnya. Dalam Weda tercakup kitab-kitab Upanishad, Wedapari Krama. Bhagavadgita dan Sang Hyang Kamahayanikan. Kitab-kitab tersebut wajib dibaca dan dipelajari oleh segenap umat Hindu, tidak terbatas hanya pada kalangan pendeta saja. Karena itu lalu muncul pula beberapa kitab semacam Smriti, berupa Manu-Smriti dan Sarasamuccaya, kitab-kitab Parana, kitab-kitab Itihasa. dan Wiracarita.
Mengenai masalah kasta atau caturvarna, yang semula selalu dikaitkan dengan persoalan kelahiran, maka pada agama Hindu di Bali sudah memperoleh pengertian yang lain juga. Dikatakan, varna adalah sifat dan bakat kelahiran dalam mcngabdi masyarakat, yang mementingkan sumber gairah kerja, minat atau bakat, untuk berkarya. Kasta brahmana adalah golongan orang yang mengabdi pada masyarakat karena memiliki sumber gairah dan minat untuk menyejahterakan masyarakat, negara.dan rakyat dengan jalan mengabdikan dan mengamalkan ilmu pengetahuannya sehingga mampu memimpin masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan beragama. Ksatria adalah golongan orang yang mengabdi pada masyarakat karena mempunyai sumber gairah dan minat untuk memimpin dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat berdasarkan agamanya.
Waisya adalah orang yang mengabdi kepada masyarakat karena mempunyai sumber gairah dan minat untuk menyelenggarakan kemakmuran negara, masyarakat dan kemanusiaan dengan jalan mengabdikan dan mengamalkan watak-watak tekun, terampil, hemat dan cermat. Adapun sudra adalah orang yang mengabdi kepada masyarakat karena memiliki sumber gairah dan minat untuk memakmurkan masyarakat dengan jalan mengabdikan kekuatan jasmani dan ketaatannya kepada seluruh masyarakat. Dengan pengertian caturvarna seperti itu, berarti sudah tidak ada lagi persoalan-persoalan yang timbul karena pengertian bahwa kasta (bahkan juga karma) seseorang itu ditentukan oleh kelahiran.
Dalam perkembangan yang mutakhir, rupa-rupanya rumusan-rumusan ajaran agama Hindu di Bali sudah mengalami perubahan-perubahan yang begitu jauh dibanding pengertian semula di tempat asalnya, India, bahkan sudah menyesuaikan dengan Indonesia dalam kekiniannya. Agama ini sudah tidak terbatas hanya di Bali saja, tetapi, seperti telah disebutkan di atas, dengan mobilitas yang tinggi, agama Hindu (Bali) sudah memperluas diri dengan sendirinya.
Dalam perkembangan yang mutakhir, rupa-rupanya rumusan-rumusan ajaran agama Hindu di Bali sudah mengalami perubahan-perubahan yang begitu jauh dibanding pengertian semula di tempat asalnya, India, bahkan sudah menyesuaikan dengan Indonesia dalam kekiniannya. Agama ini sudah tidak terbatas hanya di Bali saja, tetapi, seperti telah disebutkan di atas, dengan mobilitas yang tinggi, agama Hindu (Bali) sudah memperluas diri dengan sendirinya.
Di antara perubahan-perubahan tersebut ada yang menyangkut konsep ajaran agama. Menurut agama Hindu Bali Sang Hyang Widi adalah Tuhan yang Maha Esa. Dalam Kitab Weda disebutkan bahwa Brahma hanya satu, tidak ada duanya. Dalam Sutasoma dikatakan bahwa tuhan berbeda-beda telapi satu, tidak ada dharma yang dua. Dalam Upanishad juga diungkapkan bahwa Sang Hyang Widi adalah tidak berbentuk, tidak berbadan, tidak berpanca-indera tetapi mengetahui segala yang ada dan yang terjadi pada semua makhluk. Sang Hyang Widi tidak pernah lahir, tidak pernah tua, tidak pernah berkurang dan juga tidak pernah bertambah. la disebut dengan banyak nama, dan yang terpenting adalah Tri-Sakti, yaitu Brahma (sebagai pencipta), Wisnu (sebagai pelindung dan pemelihara), dan Siwa (sebagai perusak untuk dikembalikan ke daur yang semestinya).
Manusia di Dunia ini semasih memiliki nafas tak luput dari dosa. Besar atau kecilnya dosa setiap perlakuan akan kembali ke diri sendiri, Karma sebab dan akibat.
Didalam Agama Hindu, uraian tentang macam-macam dosa banyak menitik beratkan pembasahan hal ini. Dosa yang paling populer dalam pemikiran setiap manusia yaitu;
1. Pencurian
Pencurian adalah mengambil harta benda orang lain tanpa sepengetahuan dan persetujuan pemiliknya. Perbuatan itu merupakan pelanggaran etik dan merupakan perbuatan dosa, karena mengakibatkan kerugian kepada orang lain. Perbuatan itu berlawanan dengan ajaran Tat Twam Asi dan Tri Kaya Parisudha.
Pencurian bermacam-macam. Pencurian dapat terjadi karena orang yang mencuri itu tidak sradha kepada hukum karma, pahala, ia tidak menaruh kasih kepada sesama manusia, malas bekerja, tetapi ingin hidup enak (kerja enak hidup kepenak). Di samping itu sering pula pencurian itu disebabkan oleh sifat loba, rakus.
Pencurian dapat terjadi sebagai akibat perubahan lain, yaitu perjudian. Kecuali disebabkan oleh bermacammacam faktor, penjabaran itu mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Dalam masyarakat agraris, pencurian itu pada umumnya berbentuk pencurian ternak, pakaian, perhiasan, buah-buahan dan sebagainya. Dalam dunia perdagangan, itu berupa tindakan pengurangan timbangan, pengurangan ukuran, pemalsuan barang-barang dan sejenisnya.
Bentuk lain pencurian adalah penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri sendiri berupa pencurian waktu. Hal ini tidak saja merugikan orang lain, akan tetapi juga merupakan pelanggaran etis (asusila).
Hukum Karmapala mengatakan bahwa setiap pekerjaan, perbuatan pasti akan mendapat imbalan/ pahala, baik di dunia ini maupun di akherat nantinya. Kitab Vrcasana menyebutkan bahwa pencurian itu harus dihukum dan hukumannya tidak saja diberikan kepada pelaku utamanya, akan tetapi mereka yang tersangkut kepada pencurian itu, baik langsung maupun tidak langsung ada hubungan dengan pencurian itu.
2. Perjudian, Pertaruhan dan Sejenisnya
Permainan judi dan pertaruhan ini merupakan segala bentuk permainan yang mempergunakan uang atau barang untuk mendapatkan kemenangan dari lawannya, misalnya main dadu, main domino, ceki, buntut dan sejenisnya. Perjudian dipandang sebagai pelanggaran terhadap etika ekonomi, karena menyebabkan ekonomi merosot dan pembangunan terganggu.
Agama Hindu secara tegas melarang permainan judi atau main taruh itu seperti ditandaskan dalam Rig-Weda X, 34, 13 sebagai berikut: "Asair Madewyah Krsimit Krsaswa Wita Ramaswa Aryah" artinya: "janganlah berjudi, kerjakanlah sawah ladangmu itu, cintailah dan kerjakanlah dengan tekun, ingatlah kepada ternakmu dan istrimu.
3. Korupsi dan Penyuapan
Korupsi itu merupakan kejahatan besar dan merupakan musuh berbahaya bagi pelakunya, bangsa dan negara. Dalam Sarasamuccaya 304 dikatakan: "Ikang Wwang Durbudi; maka musuh bagi dirinya sendiri".
Penyuapan adalah pemberian uang atau barang yang berharga kepada seseorang dengan maksud agar orang-orang yang menerimanya itu melakukan sesuatu dengan cara yang bertentangan dengan peraturan atau hukum dan Weda, misalnya berusaha memberikan suap kepada pegawai tertentu untuk mendapatkan tender atau menyuap penguji agar lulus dan sebagainya. Penyuapan itu terjadi bila orang yang mau disuap itu tidak kuat imannya (Sradhanya).
Korupsi dan penyuapan itu dipandang sebagai pelanggaran terhadap dharma dan merupakan dosa ekonomi, sebab tindakan itu dapat mengakibatkan ketidakadilan dan rusaknya peraturan atau hukum yang berlaku.
4. Perampokan, Penodongan dan Sejenisnya
Kejahatan dengan kekerasan seperti perampokan, perkosaan, dan sebagainya merupakan dosa ekonomi, karena hal itu mengakibatkan kemerosotan produksi dan aktifitas perdagangan maka dari itu perkosaan dna perampokan harus dihindari. Amat besar dosanya merencanakan perkosaan dengan jalan membunuh. Karena itu dalam Isa Upanisad dikatakan: "jangan menerima apa yang tidak baik dan jangan menginginkan sesuatu dengan perbuatan tidak baik (asusila, asobha karma). Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama, karena kemudian orang dapat menolong dirinya dengan jalan berbuat baik. Bila ada orang yang mendapatkan kesempatan menjelma menjadi manusia ingkar akan pelaksanaan dharma, sebaliknya amat suka mengejar harta dan kepuasan nafsu serta berhati tamak (merampok, menodong), orang itu disebut kesasar, tersesat dari jalan yang benar.
5. Pemborosan
Pemborosan adalah penggunaan biaya, sarana dan waktu serta tenaga yang efisien dan efektif. Kegiatan ekonomis segala sesuatu harus dilakukan secara efisien dan efektif. Kepada pihak yang bersangkutan agar mengadakan perencanaan, pengorganisasian, penggunaan tenaga dan waktu dengan tepat disertai pengawasan yang ketat dan terorganisir.
Agama Hindu mengajarkan umatnya untuk hidup sederhana, berencana dan berbuat serta hidup menurut kemampuan. Bhagawadgita IV, 26 menegaskan sebagai berikut:
Siapa yang sujud kepadaku dengan persembahan setangkai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan dan seteguk air. Aku terima dengan bakti persembahan dari orang yang berhati suci".
Faktor kesucian dan kebenaran itu sangat menentukan. Perbuatan yang melampaui batas kemampuan karena terdorong oleh nafsu ingin berfoya-foya tanpa disertai pengertian, tidak saja merupakan dosa, tetapi juga tidak memberikan kekhidmatan
Kebanyakan umat Hindu mengira bahwa Dewi Durga adalah dewi yang menakutkan dan menyeramkan, padahal tidak seperti itu. Bahkan di Bali, dewi Durga dilambangkan dalam bentuk Rangda.
Mungkin anda tidak tahu bahwa Dewi Durga adalah dewi yang bertugas untuk membasmi kejahatan dan menolong orang-orang yang teraniaya. Dewi Durga adalah istri dari Dewa Siwa dan memiliki beberapa putra diantaranya Dewa Ganesha, Dewa Kumara atau Kartikeya, dan Dewa Kala. Jika anda beranggapan bahwa Dewi Durga dipuja oleh orang-orang jahat dan penganut ilmu hitam, mulai sekarang anda harus menghapus anggapan keliru itu. Sebenarnya Dewi Durga itu dipuja oleh orang yang terancam jiwanya. Mereka memohon anugerah berupa kesaktian dari Dewi Durga untuk membasmi orang-orang jahat. Dewi Durga juga dipuja oleh orang-orang penekun dunia spiritual Tujuannya untuk menolong orang-orang yang terancam jiwanya seperti terserang penyakit non medis. Dewi Durga bukan hanya dewa pelebur, pemusnah, dan pembasmi. Beliau juga bersedia menyembuhkan orang-orang yang memiliki penyakit yang sudah sekarat. Makanya di Bali ada istilah Nunas di Dalem atau Nebusin, dan lain-lain. Tujuannya untuk menentukan apakah beliau berkenan untuk menyembuhkan atau mencabut nyawanya. Barangsiapa memuja beliau, maka mereka dipastikan akan dijauhkan dari segala mara bahaya. Di Indonesia ada konsep yang salah mengenai Dewi Durga. Beliau dianggap sebagai ratunya para setan Dedemit. Padahal beliau ini menguasai mereka. Dan jika tanpa beliau, maka semua unsur iblis ini akan merajalela tidak terkendali. Di India dan di seluruh dunia beliau adalah dewi yang paling dipuja demi mendapatkan perlindungan dari serangan ilmu hitam.
Apakah anda tahu? diantara semua dewa, mana yang paling dipuja oleh umat Hindu pada saat hari Galungan? Tentu saja Dewi Durga. Makanya di Bali pada saat hari Galungan pasti memasang Sampian Candigaan. Karena Candigaan berasal dari kata Candika, sementara Candika adalah nama lain dari Dewi Durga. Jika di India ada perayaan khusus untuk memuja Dewi Durga, perayaan itu bernama Durga Puja dan Kalipuja. Sementara di Bali tidak ada perayaan khusus yang memuja Dewi Durga. Karena Stana Dewi Durga hanya ada di pura Dalem dan di kuburan { Pelinggih Hyang Berawi }. Sedangkan Piodalan di pura Dalem selalu tidak sama antara desa satu dengan desa lainnya. Dewi Durga sebagian besar dipuja oleh penganut aliran Tantrayana.
Ciri khas persembahan untuk Dewi Durga adalah daging babi. Makanya pada saat hari Penampahan Galungan, masyarakat Bali membuat Upakara di halaman rumah berupa Pabiakalan didasari Apejatian, Tebasan Galungan, Penyeneng, dan Canang Genten yang dipersembahkan kepada Dewi Durga. Pada saat Penampahan juga memasang Penjor dengan Sanggah Cucuk sebagai tempat Upakara yadnya kepada Durga dalam wujud beliau sebagai Dewi Uma. Salah satu mantram yang sangat sederhana untuk yadnya kepada Durga adalah sebagai berikut : Om Catur Dewa Maha Sakti, Catur Asrama Bhatari, Siwa Jagatpati Dewi, Durga Sarira Dewi. Dalam bahasa Sanskerta, Durga berarti terpencil atau tidak bisa dimasuki. Sementara dalam bahasa Dewanagari, Durga berarti dewi kemenangan. Beliau memiliki beberapa senjata diantaranya Cakram, petir, teratai, ular, pedang, Gada, terompet kerang, dan Trisula. Sementara kendaraannya adalah Dawon yang artinya macan atau singa. beliau memiliki banyak tangan dan memegang banyak tangan dengan posisi Mudra. Dewi Durga memiliki banyak nama diantaranya Dewi Uma, Dewi Parwati, Dewi Kali, Dewi Candika dan lain-lain.
Dalam sebuah lontar Purwagama Sasana disebutkan bahwa dewi Durga memiliki lima pancaran sakti yang disebut Panca Durga yaitu Kala Durga, Durga Suksmi, Sri Durga, Sri Dewi Durga, dan Sriaji Durga. Semua itu merupakan kekuatan yang maha luar biasa dapat memberikan ketenteraman dan juga dapat menimbulkan bencana. Inilah yang menguasai ke 5 arah mata angin. Karena itu pada saat ritual Pengerehan atau Transformasi, kekuatan inilah yang dimohonkan untuk hadir dan bersedia untuk berstana dalam sebuah Tapakan Ida Bhatara berupa Rangda.
Pura Dalem Suka Merta atau Pura Suwuk berlokasi di Banjar Tanjung, Intaran, Sanur kauh dan berada di tengah-tengah hutan bakau.
Dikutip dari situs Cakepane.com Pura ini dikenal angker, karena banyak makhluk halus yang menghuni tempat ini. Konon ada ratusan makhluk halus yang selalu mengawasi setiap orang yang datang. Pura ini juga berdekatan dengan Pura Pengembak yang juga dikenal angker.
Terkait keberadaan pura ini, menurut para tetua di sini, pura ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Sebelumnya tempat ini adalah hutan bakau yang sangat rimbun dan hanya ada satu pelinggih berupa turus lumbung.
Keanehan demi keanehan selalu dirasakan oleh pemedek yang bersembahyang ke tempat ini. Misalnya saat pemedek sampi di lokasi, tiba-tiba mendengar suara genta. Dipercaya, suara genta itu menandakan penunggu tempat ini tak mau diganggu. Suara genta ini pun membuat pemedek harus mengurungkan niatnya dan pergi karena takut jika terjadi sesuatu.
Di pura ini dipercaya sebagai tempat untuk memohon kekayaan atau pesugihan. Namun ada persyaratan yang mesti dipenuhi untuk bisa menjadi kaya. Ada beberapa persyaratan yang sangat berat harus ditanggung oleh pemohon apabila benar-benar ingin memohon pesugihan di tempat ini.
Persyaratan ini di antaranya yakni Guling Buntut atau tumbal manusia, penyakit bisul yang sangat menyiksa dan tak kunjung sembuh selama hidup, dan beberapa persyaratan berat lainnya. Apabila sudah menyanggupinya, niscaya apa yang diinginkan akan terkabul. Namun, ada hal yang perlu diketahui dalam menyampaikan permohonan ini. Dimana pemohon hanya boleh memohon atau nunas satu permintaan saja.
Pura ini terbagi menjadi tiga bagian yakni pura utama yang digunakan untuk memohon keselamatan dan tempat pemujaan seperti pura pada umumnya. Jika tangkil ke pura ini, pemedek cukup membawa banten pejati seperti biasa. Masyarakat percaya, yang berstana di pura ini adalah I Gusti Ngurah Jom penguasa jagat Intaran.
Pinisepuh Padepokan Muntig Siokan Bali, Nyoman Patra mengatakan pada bangunan pura yang berlokasi dibelakang bangunan utama merupakan tempat penyimpanan harta dari Raja Intaran yang dikenal sangat kaya raya. Bahkan dibawah kekuasaannya, wilayah Sanur berjaya.
Ada pohon kaktus di pelinggih ini yang konon tak pernah mati dan harta kekayaan Raja Intaran disimpan di bawah pohon ini. Orang yang ingin memohon pesugihan diwajibkan membawa sarana pejati dengan minuman tujuh macam, daging kambing serta itik. “Sarana untuk memohon di tempat ini sarwa getih atau serba darah dan disajikan di sini,” kata Parta.
Jika permohonan dikabulkan, pemohon akan mendapat satu keping uang kepeng yang nantinya akan berubah menjadi kekayaan yang tak akan habis. Rejeki akan mengalir tak pernah putus selama mampu memenuhi persyaratan berupa guling buntut (tumbal manusia) serta persyaratan lainnya.
Selain itu, adapula tempat untuk memohon kesaktian serta pengobatan. Dikatakannya, pelinggih ini dihuni oleh jin yang menggunakan permata. Adapun sarana yang digunakan di tempat ini yakni sesajen yang serba mentah. Jika diibaratkan dengan dunia nyata, tempat ini adalah tempat orang suka mabuk dan hura-hura. Pada lokasi ini juga ada kuda laut yang bisa digunakan sebagai sarana pengobatan.
Di tengah-tengah pura juga tumbuh sebatang pohon yang dipercaya telah ada sejak ratusan tahun. Sekilas daun pohon ini mirip dengan daun pohon beringin, namun juga seperi pohon biasa dan tak ada yang tahu nama pohon ini. Dipercaya pula, pada pohon ini tertancap keris sebelas luk atau lekuk dan penghuni tempat ini disebut Ratu Gede Pengadang Ngadang.
Selain untuk memohon pesugihan hingga pengobatan, pura ini juga dipercaya sebagai penjaga wilayah Sanur. Pura ini memiliki keterkaitan dengan Pura Pangembak dan Pura Mertasari yang berlokasi tak jauh dari sana. Memang secara kasat mata hanya terlihat hamparan hutan bakau, namun orang yang memiliki ilmu atau kesaktian melihat hutan bakau ini sebagai tempat tentara alam gaib. Ribuan tentara gaib menghuni tempat ini, dan jika datang dengan niat buruk atau berbuat yang tidak pantas di pura ini maka akan langsung mendapat hukuman langsung. (TB)
Dadap atau Cangkring atau Erytrina Variegata merupakan sejenis tanaman yang sangat berguna bagi masyarakat Bali, baik itu dalam bebantenan maupun sarana upacara keagamaan.
Dalam bebantenan, daun dadap melambangkan keseimbangan Tri Hita Karana dan Rwa Bhineda yang berfungsi sebagai pembersih secara rohani. Daun dadap digunakan dalam perlengkapan Matepung Tawar juga dapat diartikan sebagai ‘penawar’ dalam meruwat energi negatif menjadi positif sekala niskala.
Selain pemanfaatan daun, kayunya pun sering digunakan sebagai sarana pembangunan maupun yadnya seperti :
Bahan pembuatan Sanggah Turus Lumbung dengan pohon dapdap yang dipercayai sebagai taru sakti. Hal ini dikarenakan sifat kayu Dapdap yang ringan, efisien dan tahan lama.
Pada pembuatan Banten Prayascita yang biasanya ditancapi Dapdap, berfungsi untuk menetralisir energi di dalam diri.
Pada jaman dulu tanaman Dadap biasanya sering dimanfaatkan sebagai pagar hidup dan atau tanaman peneduh di sekeliling rumah, atau ditanam di areal merajan dan natah (pekarangan) karena tanaman ini dipercaya sebagai penangkal aura-aura negatif.
Dalam Usada Bali, daun dadap juga dipercaya sebagai obat penurun panas alternatif yang sangat sederhana. Itulah sebabnya mengapa dapdap disebut juga ‘Punyan Kayu Sakti’.
Secara ilmiah, tumbuhan yang memiliki tinggi rata-rata 15 meter ini ternyata dapat meningkatkan kesuburan tanah di sekelilingnya. Tanaman Dadap dapat menangkal aura negatif dikarenakan perakarannya dapat bersimbiosis dengan bakteri Bradyrhizobium di dalam tanah untuk mengikat nitrogen serta mampu menetralisir udara dari patogen/bakteri, selain itu tanaman ini juga dapat digunakan untuk memberantas serangga. Dalam dunia medis, daun dapdap juga memiliki berbagai khasiat sepeti;
Jus dari daun dadap dicampur dengan madu digunakan untuk membunuh cacing pita, cacing gelang dalam tubuh.
Jus daun dadap bermanfaat untuk merangsang ASI pada ibu menyusui.
Ramuan jus daun dadap penurun panas tubuh, untuk anak dan dewasa.
Meminum jus daun dadap dapat memperlancar menstruasi dan gangguan yang disebabkannya.
Jus daun dadap juga dapat digunakan untuk menyembuhkan luka dalam tubuh, termasuk radang tenggorokan.
Tapal daun yang masih hangat dapat dioleskan untuk mengurangi nyeri sendi dan rematik.
Ramuan kulit kayu digunakan sebagai obat pencahar, diuretik dan ekspektoran.
Tanaman dadap digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai obat penenang syaraf, kolikrium, opthalmia, anti-asma, antiepileptik, antiseptik dan zat astringen.
Kulit kayu digunakan untuk menurunkan demam, penyakit hati/lever. Daun Dadap atau ‘Kayu Sakti’ juga memiliki kandungan protein yang tinggi membuatnya layak dikomsumsi sebagai olahan ‘Jukut’ serta ramuan tradisional lainnya.
Secara umum tradisi menanam tanaman di pekarangan merupakan tradisi yang patut dilestarikan sebagai wujud nyata melawan global warming. Walau penduduk Bali berkembang pesat kita bisa lihat lahan lahan kosong di perumahan ditanami tanaman hias dengan berbagai metode penanaman.
Setujukah Anda budaya menanam tanaman perlu di getok tularkan kepada generasi kita.
Apakah Semeton Hindu pernah mimpi yang didalamnya ada hal yang berhubungan dengan buang air besar atau Meju?
Setiap orang pasti pernah bermimpi. Bagi setiap orang mimpi atau bunga tidur sering diabaikan begitu saja. Tapi, bagi beberapa orang yang memang percaya tentang arti mimpi apalagi buang air besar, dianggap sebagai isyarat akan datangnya suatu kejadian, sehingga harus ditafsirkan atau diartikan.
Menurut pandangan orang Hindu arti mimpi buang air besar bermakna positif, atau juga bisa untuk kehidupan Anda. Tergantung sudut pandang yang mengartikan, Sebagian orang mengatakan mimpi buang air besar/Meju ini diartikan akan kedatangan rezeki besar, ada juga yang mengartikan akan kedatangan musibah besar.
Bagaimanapun, Semeton yang memutuskan tentang arti mimpi tersebut, hanya Anda yang bisa memutuskan soal mimpi Anda sendiri, sembari memikirkan segala sesuatunya ada di tangan Anda.
Karena itulah, penafsiran makna dan arti mimpi "arti mimpi buang air besar menurut hindu" ini hanya sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam hidup Anda, bukan sebagai suatu acuan mutlak dan menjadi pegangan hidup Anda di masa medatang.
Dengan tetap bersikap dan berpikiran positif walau sebelumnya Anda sudah bermimpi tentang arti mimpi buang air besar menurut hindu akan memberikan keteguhan hati bahwa Ida Sanghyang Widhi yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
Karena itulah, dalam kondisi bagaimanapun, Anda sebaiknya tidak melupakan kekuasaan Ida Sang Hyang Widhi atas mimpi arti mimpi buang air besar menurut hindu yang Anda alami dan segala hal lainnya dalam kehidupan Anda sehari-hari.
Jika Anda adalah seorang Hindu, disarankan untuk selalu membaca doa setelah terbangun dari mimpi, baik itu mimpi baik maupun mimpi yang buruk.
Kenapa? Jika mimpi kita baik, semoga saja itu menjadi sebuah kenyataan dan apabila mimpi buruk, semoga kita semua terjaga dari mimpi tersebut atau tidak menjadi kenyataan dalam kehidupan sebenarnya.
Ya tuhan yang maha pemurah , jadikanlah hamba orang yang selalu bernasib baik pada hari ini , menjelang tengah hari , dan seterusnya . Semoga para dewa melindungi
Intinya ada pada diri kita, apapun itu usahakan selalu berpikir yang positif, semoga bermanfaat.
Dulu Bali merupakan Pulau yang asri, dan merupakan pulau yang menghasilkan padi/beras dengan kualitas super bagus.
Namun saat ini, kegalauan itu ada, soal rendahnya ketahanan pangan Indonesia, termasuk Bali, terus menyeruak. Tingginya impor pangan tidak saja menunjukkan ketergantungan pada produk pangan asing, tetapi menelanjangi kebobrokan pengelolaan Negara yang justru kerap disebut paling subur di dunia ini.
Dari perspektif tradisi Bali, inilah buah kutukan Dewi Sri karena ketidakpedulian pada anugerah melimpah Ibu Bumi. Peringatan mengenai kutukan Dewi Sri secara tersirat terselip dalam mitologi hari suci Soma Ribek yang diperingati manusia Bali saban Soma Pon wuku Sinta, Senin 30 Agustus 2021 Hari ini.
Awam kerap memaknai Soma Ribek hari penegdegan Batara Sri. Penulis buku-buku agama Hindu, Drs. IB Putu Sudarsana, MBA., M.M., dalam bukunya, Acara Agama menyatakan pada hari Soma Ribek Dewi Sri menganugerahkan amertha tri upa boga yaitu berupa amertha pangan kinum (boga), amertha berupa sandang (upa boga) dan amertha berupa pangan (pari boga) kepada semua makhluk di dunia, khususnya manusia agar bisa berkembang, mampu membangkitkan cipta, rasa, karsa dan karyanya di dunia sehingga adanya budaya, di kutip dari balisaja.com
Sudarsana kemudian menguraikan makna hari suci Soma Ribek. Hari Soma dengan dewanya Sang Hyang Wisnu, perwujudannya sebagai udaka (air) menjadi amertha pawitra. Hari Pon dengan dewanya Sang Hyang Mahadewa, sebagai perwujudan apah (merutha) menjadi amertha kundalini. Sementara wuku Sinta dengan dewanya Sang Hyang Yama sebagai perwujudan dari agni (api) menjadi amertha kundalini. Ketiga amertha itulah dibutuhkan oleh kehidupan semua makhluk di dunia, khususnya manusia. Disebutnya hari Soma Ribek sebagai hari penegdegan Batara Sri atau piodalan beras karena pelaksanaan upacaranya menggunakan beras. Beras merupakan simbol amertha.
Dra. Ni Made Sri Arwati dalam buku Upacara Upakara Agama Hindu Berdasarkan Pawukon menjelaskan dalam hari Soma Ribek, umat Hindu akan melaksanakan upacara di lumbung (tempat penyimpanan padi) serta pulu (tempat penyimpanan beras). Sarana upakara-nya, nyanyah geti-geti, gringsing, raka-raka, pisang emas dan bunga-bunga yang harum. Yang menarik, pada hari suci Soma Ribek ada tradisi berpantang untuk menumbuk padi dan menjual beras. Bahkan, di beberapa tempat, selain menumbuk padi dan menjual beras, juga dipantangkan mengetam padi, menyosoh (nyelip) gabah, memetik buah-buahan atau sayuran, menjual hasil pertanian utamanya bahan pangan. Malah, ada juga yang berpantang memberi atau meminta bahan pangan kepada orang lain.
Pantangan untuk menumbuk padi dan menjual beras ini tersurat dalam lontar Sundarigama. Yang melanggar pantangan itu dinyatakan akan dikutuk Ida Batara Sri. Ikang wwang tan wenang anambuk pari, ngadol beras, katemah denira Batara Sri. Yang mesti dilakukan oleh umat manusia saat hari suci Soma Ribek adalah memuja Sang Hyang Tripramana (Dewa penguasa tiga situasi dunia) yakni kenyataan, tanda-tanda dan falsafah agama (tatwa).
Jika ditelaah secara mendalam, hari suci Soma Ribek sebetulnya sebagai hari pangan gaya Bali. Pada hari itulah orang Bali disadarkan tentang betapa pentingnya pangan dalam kehidupan ini. Tanpa pangan manusia tidak bisa hidup dan menjalani kehidupannya. Karenanya, manusia pantas berterima kasih dan mengucap syukur ke hadapan Sang Pencipta atas karunia pangan yang melimpah. Adanya pantangan tidak menumbuk padi serta menjual beras saat Soma Ribek lebih sebagai bentuk sederhana dari penghormatan atas karunia pangan dari Sang Maha Ada. Pantangan semacam ini sama maknanya dengan pantangan menebang pohon saat hari Tumpek Pengatag.
Menurut tradisi Bali, mensyukuri karunia Ibu Perthiwi tiada lain dengan menjaga dan merawatnya melalui menanam segala jenis tanaman sumber kehidupan. Dengan menanam, tidak saja memberi sumber kehidupan pada manusia, tetapi juga menyegarkan tanah karena membuat huma terus terpelihara. Tapi, Bali kini tidak saja enggan menanam, tetapi malah lebih sering menebang. Hutan-hutan di belahan Utara Bali dibabat. Tidak hanya banjir yang kemudian kerap terjadi, keamanan pangan Bali juga semakin terancam. Karena sawah-sawah Bali juga makin terdesak berbarengan dengan makin langkanya anak muda Bali yang mau bertani. Kutukan Dewi Sri pun menjelma nyata, kini.
Yang kita takuti adalah membeku, pikiran, hati dan perasaan akan mempersulit dan mempersusah jalan rejeki kita.
Celoteh tetangga, teman dan musuh anggap angin lalu. Kata-kata mutiara di Mensos hanya angin lalu tanpa tindakan.
Ketika banyak orang diluar sana berlomba-lomba untuk merubah hidup, namun kamu membisu tanpa aksi.
Yang kita takuti adalah pintar bicara namun tanpa aksi.
Itulah sedikit, ketakutan saat Anda tahu diri Anda bisa namun tak berdaya. Pintar, dan selalu sembahyang namun selalu menyakiti hati orang lain. Sebarlah kebaikan dari hati yang tulus, bangkitlah dari keterpurukan dengan mencari jalan, dan belajar dan gigih untuk mengubah hidup.
Jaman sekarang, ada banyak cara!!
Google adalah jalan dan cara untuk mengubah hidup Anda. Kenali diri Anda dan kepintaran diri anda.
Contoh kecil adalah king salmanan, walaupun jalan hidup berbeda-beda... Ingat Anda adalah Anda.
King salmanan adalah orang biasa yang menjalankan hidupnya ketika tamat SMA menjadi tukang bangunan, tukang parkir. Namun ketika menemui Quotex. Ia mengubah hidupnya sangat drastis.
Pada waktu saya kecil dan sampai sekarang Orang Tua selalu menyuruh saya untuk ke dapur setelah pulang dari bepergian, entah itu siang maupun malam. Dapur dalam bahasa Bali disebut Paon atau Puwaregan ini, tak hanya menjadi tempat memasak. Namun, punya fungsi khusus menurut keyakinan Hindu.
Seperti yang pembaca ketahui "untuk membuat olahan masakan adalah di dapur. Kata Paon sesungguhnya berasal dari istilah Pawon yang terdiri dari kata Pa dan Awuan yang artinya tempat abu.
Dengan demikian sangat mengena dengan konsep memasak masyarakat Bali zaman dahulu. Selain dikenal sebagai tempat untuk memasak, dapur di Bali memiliki banyak makna, baik untuk upacara agama maupun sebagai tempat penyucian diri. Hal tersebut dikaitkan dengan Dapur sebagai Stana Dewa Brahma. Jadi, untuk memohon panglukatan kepada Dewa Brahma, masyarakat diharapkan memohon di pelangkiran dapur.
Di dalam lontar Wariga Krimping disebutkan bahwa, Dewi Saraswati yang merupakan sakti dari Dewa Brahma sebagai dewa yang memberikan penyucian diri. Ketika seseorang mengalami sebel atau cuntaka setelah melakukan upacara Pitra Yajna, dapat memohon panglukatan kepada Dewa Brahma di pelangkiran dapur.
Selain sebagai tempat memasak atau pun tempat makan, ternyata dapur juga menetralisasi ilmu hitam atau pun butha kala yang mengikuti sampai ke rumah. Pernyataan tersebut tertuang dalam Lontar Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi.
Oleh karena itu, anggota keluarga yang berpergian hendaknya mengunjungi dapur terlebih dahulu, sebelum ke bangunan utama rumah ketika sudah pulang atau datang dari luar.
Tak jarang di Bali muncul mitos bila penghuninya tidak ke dapur terlebih dahulu, ketika sampai di rumah, maka bhuta kala atau segala ilmu hitam mengikutinya sampai di dalam kamar.
Sampai akhirnya penghuni rumah tersebut mengalami perasaan tidak tenang (seperti dihantui) dan tiba-tiba jatuh sakit tanpa sebab yan pasti, Rahayu...
Yang namanya Orang Iri, segala cara ia lakukan untuk membuat orang lain menderita.
Alasannya itu mungkin karena dendam atau persaingan bisnis bahkan ada karena warisan.
Salah satunya adalah (nyiam tanah sema) nabur tanah kuburan yang di lempar ke rumah korban atau warung korban.
Kalau di Bali ini masih banyak terdengar seperti ini, dan ada yang menabur tanah kuburan dicampur tulang hewan dengan doa-doanya. nyiam tanah sema ini membuat orang sakit-sakitan dan menderita.
Berikut ini adalah ciri-ciri rumah atau warung yang di Tabur tanah kuburan:
Sakit tak wajar
Ada salah satu keluarga yang terkena penyakit diluar batas kewajaran atau tak wajar.
Bau Busuk
Selalu tercium bau busuk di pekarangan rumah, bahkan sering ada suara ledakan di atas rumah atau tempat usaha atau warung tidak tahu apa penyebabnya.
Merasa ada yang ngawasi
Merasa ada yang mengawasi, kadang melihat penampakan Saat berada disalah satu ruangan atau melihat cahaya yang misterius.
Makanan cepat basi
Jika anda membuka usaha di bidang makanan, maka setiap hidangan makanan yang disediakan cepat basi, bahkan ada belatung di bahan makanan.
Pelanggan batal mampir
Banyak pelanggan yang sudah parkir batal masuk, bahkan sudah masuk balik lagi.
Pendapatan menurun
Pendapatan perhari semakin menurun, karena penyebabnya di atas.
Cara mengatasinya
Jika anda merasa rumah anda terkena tanah kuburan karena ulah musuh atau orang iri persaingan bisnis ini, maka anda harus waspada dan melakukan tindakan.
Salah satu upaya adalah selalu sembahyang, kalau masyarakat Hindu Bali tetap Mesegeh Rahina Kajang Kliwon, purnama, tileh. Lukat rumah dengan bungkak nyuh gading atau Tirta dari griya atau segara. Jika petunjuk diatas anda merasa kurang, silakan ditanyakan kepada orang pintar ataupun Nunas di griya.
Didalam ajaran agama Hindu, ada empat tujuan hidup manusia yang disebut ‘Catur Purusa Artha’ yaitu:
Dharma (kebenaran; dalam kontek lebih luas dapat diartikan sebagai pengetahuan)
Artha (kekayaan), kama (keinginan, nafsu), dan moksa (pelepasan dari ikatan lahir-hidup-mati, kebebasan)
Berhubungan suamiーistri merupakan salah satu kebutuhan biologis bagi mahkluk hidup, khususnya oleh mahkluk yang berkaki dua, memiliki hidung, bertangan dua, berjalan dengan berdiri, memiliki pikiran, yang disebut manusia.
Hubungan ini dianggap surganya bagi pasangan suami-istri, tak jarang membuat seseorang tenggelam dalam kesenangan dunia material.
Hubungan suamiーistri (kama) merupakan salah satu tujuan hidup manusia setelah kekayaan (artha), akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut harus berlandaskan pada dharma (kebenaran, aturan, hukum).
Demikian halnya melakukan hubungan badan (bersanggama, hubungan intim) memiliki tata kramanya sendiri.
Adapun untuk “Asanggama (berhubungan badan)” haruslah dipilh juga hari baiknya, ini bertujuan untuk menurunkan putra yang “Suputra Mahotama” , penurut, pintar, berbakti pada orang tua, murah rejeki dan berwibawa.
Bila tidak maka keturunan yang akan terlahir akan menyebabkan kesusahan bagi keluarga dan lingkungannya.
Secara umum berkaitan dengan masalah tata krama senggama, sebaiknya anda tidak melakukan senggama itu pada saat hari-hari berikut ini :
Hari-hari suci atau rerahinan jagat, Bulan purnama/tilem, Tanggal ke 14 (prawani) sehari sebelum purnama/tilem, Purwanin dina dan purwanin asih, Weton suami atau istri, Pada saat menstruasi untuk masa empat hari.
Adapun hari yang paling baik untuk berhubungan badan adalah
Soma Umanis
Budha Pon
Sukra Pon
Lontar Pamedasmara menetapkan hari terlarang lebih banyak lagi dan berlaku untuk umum kepada siapa saja yaitu;
Purnama, tilem, purwani, hari wetonan, kala ngruda, kala mrtyu, minggu wage, selasa paing, selasa wage, rabu kliwon, kemis pahing dan sabtu kliwon. Hari - hari yang mesti dihindari adalah:
Anggara Paing
Redite Wage
Anggara Wage
Budha Kliwon
Wrespati Paing
Saniscara Kliwon (tumpek) Purnama dan Tilem
Saat weton ( hari Otonan / Petemuan Otonan) suami / istri.
Luang (Urip Saptawara + Urip Pancawara = Ganjil )
Selain itu adapun Hari – hari yang mesti dihindari adalah“Purwanin dina” tidak baik melakukan pekerjaan / membuat dewasa, yaitu ;
Anggara Klion
Anggarkasih
Budha Klion
Sukra Wage
Saniscara Klion / Tumpek.
“Purwanin Sasih” tidak baik melakukan pekerjaan / membuat dewasa, yaitu ;
tanggal dan panglong ping 6, 8, 14.
“Pati Pata” sangat tidak baik memulai sesuatu pekerjaan / memulai dewasa, yaitu;
Juli / Kasa tanggal 10
Agustus / Karo tanggal 7
September / Katiga tanggal 3
Oktober / Kapat tanggal 4
November / Kalima tanggal 8 panglong 10
Desember / Kanem tanggal 6 panglong 8
Januari / Kapitu tanggal 11 panglong 11
Februari / Kaulu tanggal 13 panglong 13
Maret / Kasanga tanggal 7 panglong 6
April / Kadasa tanggal 6 panglong 6, Mei / Jyesta tanggal 1
Juni / Sadha tanggal 4 “Dagdig Karana” Tidak baik membangun Karya, yaitu; Redite tanggal 2
Soma tanggal 1
Anggara tanggal 10
Budha tanggal 7
Wrespati tanggal 6
Sukra tanggal 2 Saniscara tanggal 7
“Pati Paten” Semua Karya dan Asanggama teramat dilarang, yaitu;
Eka Sungsang nuju Indra, Dwi Tambir nuju Sri, Tri Kaulu nuju Uma, Catur Wariga nuju Kala, Panca Pahang nuju Yama, Sad Bala nuju Brahma, Sapta Kulantir nuju Rudra, Asta Langkir nuju Uma, Nawa Uye nuju Guru, Dasa Sinta nuju Rudra “Kala Mertyu” sangatlah buruk, karena sangat berbahaya. dilarang untuk bersenggama juga, yaitu; Redite Medangkungan, Anggara Wayang, Budha Sinta /Pagerwesi, Wrespati Taulu, Sukra Pujut, Saniscara Medangsia “Kala Ngruda” tidak baik untuk memulai suatu pekerjaan Soma Umanis Sungsang, Soma Paing Menail, Redite Pon Dukut "Sampar Wangke" Soma Aryang Pengaruh Hari Senggama menurut hari Menstruasi bila persetubuhan dilakukan setelah masa mentruasi, antara lain:
Senggama pada hari ke 4-5, lahir anak yang pendek
Pada hari ke 6, lahir anak yang bodoh
Pada hari ke 7, lahir anak yang kelak bodoh dan mandul
Pada hari ke 8, lahir anak yang sifatnya ingin selalu berkuasa
Pada hari ke 9, 10, 12, 14 dan 16, lahir anak yang tabiat dan sifatnya bijaksana serta suci
Pada hari ke 11 dan 13, lahir anak yang sifatnya jelek dan bahkan malas sembahyang serta anti agama
Pada hari ke 15 dan 17, lahir anak yang kelak banyak keturunan.
Sifat Anak berdasarkan senggama menurut penanggal/pangelong
hubungan suami istri bila dilakukan pada penanggal antara lain:
Penanggal yang baik melakukan senggama, hubungan suami istri: penanggal ping 3, baik dilakukan, karena pertemuan manusia
Penanggal ping 5, baik sekali, akan menjadi orang yang berprilaku suci
Penanggal ping 7, pertemuan hadiah, baik dilakukan senggama, anak yang lahir akan jadi dermawan
Penanggal ping 9, baik kesedana, namanya naga maya
Penanggal ping 10, baik, namanya sri molek, murah sandang pangan
Penanggal ping 11, baik, sri molek, anak dicintai dan berlaku cinta kasih
Penanggal ping 13, baik, anak akan selalu berbahagia
Pangelong ping 5 dan 11, sangat baik, namanya sri maulekan
Penanggal yang dilarang dan dihindari untuk melakukan senggama, hubungan suami istri
Penanggal ping 1, pertemuan dewa, baik dilakukan senggama, akan tetapi anak pertama akan meninggal
Penanggal ping 2, jelek dilakukan, akan menemukan suatu pertentangan, anak akan suka menentang orang tua
Penanggal ping 4, tidak baik, anak yang lahir akan menjadi cacat
Penanggal ping 6, baik dilakukan, anak yang dilahirkan menjadi pintar tetapi akan menjadi licik dan jahat
Penanggal ping 8, mantu mesatru, anak yang dilahirkan akan selalu bermusuhan dan banyak penderitaan
Penanggal ping 12, tidak baik, anak akan menderita dan kesakitan
Penanggal ping 14, sangat tidak baik, selalu kesusahan, serba buruk
Penanggal ping 15, tidak boleh melakukan hubungan suami-istri. semua pangelong, hindari. Hubungan intim (senggama) Suami Istri dalam Weda Tujuan dari sebuah perkawinan adalah untuk memperoleh anak
Sebab, kelak diharapkan anak menjadi penyelamat keluarga, membebaskan leluhur dari api neraka?
Karena itulah seoran anak disebut putra, artinya dapat membebaskan orang tua, atau leluhur dari pendritaan alias neraka.
Itulah sebabnya kehadiran seorang anak begitu penting bagi keluarga Hindu, khususnya Bali.
Anak atau rare yang dapat membebaskan penderitaan keluarga, menjadi tempat berlindung orang tuanya, dan akhirnya kemudian menjadi penerus keturunan, haruslah anak yang baik, rare yang utama yang di dalam sastra
Kanda Pat Rare disebut sebagai suputra
Hal ini juga terungkap dalam beberapa sastra Hindu sebagai berikut : membuat sebuah telaga untuk umum, itu lebih baik daripada menggali seratus sumur.
Melakukan yadnya, itu lebih tinggi mutunya, daripada membuat seratus telaga.
Mempunyai seorang putra, itu lebih berguna daripada melakukan seratus yadnya, asalkan putra utama alias suputra.
Niti Sastra menyebutkan :
“Sang Hyang Candra teranggana pinaka dipa memadangi rikala ning wangi.
Sang Hyang Surya sedeng prabhasa maka di pamemadangi ri bhumi mandala.
Widya sastra sudharma dipa ri kanang tri bhuwana sumene prahaswara.
Artinya : “Bulan dan bintang sebagai pelita yang menerangi di waktu malam.
Matahari yang sedang terbit sebagai pelita menerangi seluruh wilayah Bumi.
Ilmu pengetahuan, sastra utama sebagai pelita menerangi ketiga dunia dengan sempurna.
Kalau di kalangan putra (anak) maka anak yang utama (suputra) menerangi seluruh keluarga”.
Demikian pula di dalam lontar Putra Sasana dinyatakan :
“Mapa palaning suputra, pari purna dharmayukti, subhageng rat susilanya, ambek santa sedu budi, kinasihaning nasemi, pada ngakwa sanak tuhu, sami tresna sih umulat, apan wus piana ageng widhi, yan suputra unggul ring sameng.tumitah”
Artinya :
“Bagaimanakah pahala seorang suputra yang sempurna dan berbuat dharma, termasyur susila dan bagus, hatinya damai dan berbudi mulia, setiap orang mengasihinya, semua mengaku keluarga, semua jatuh hati melihatnya, oleh karena
Tuhan telah memastikan bahwa, orang-orang yang suputra unggul di antara semua mahluk”.
Untuk menciptakan atau mendapatkan anak atau rare yang suputra, amat tergantung kepada upaya-upaya yang anda lakukan.
Ada tata karma senggama yang harus anda jalani.
Seperti contoh kasus berikut ini, dikutipkan dari epos Ramayana dan Mahabharata.
Dalam Ramayana: Prabu Dasarata betul-betul mengadakan persiapan matang sebelum “membuat” anak. Atau sebelum senggama alias bersetubuh dengan istrinya.
Jadi, sebelum Dasarata melakukan “pertemuan” dengan istrinya, beliau dan istri terlebih dahulu elakukan upacara persembahyangan. Karena motivasi beliau bersenggama dengan istrinya, adalah untuk mendapatkan anak yang suputra, bukan untuk pemuasan birahi atau nafsu semata.
Karena tujuannya untuk mendapatkan anak yang suputra alias anak yang utama, maka beliau melakukan tata karma senggama, menurut anjuran para Maha Rsi, maka begitu pula yang beliau peroleh. Empat anak dari tiga istrinya di memiliki kualitas tinggi. Bahkan anak tertua, yaitu Rama tak lain adalah titisan Dewa Wisnu.
Tentu tak mudah menghadirkan “Wisnu” dalam keluarga, atau tentu tak mudah usaha yang dilakukan, sehingga dipercaya sebagai ayah Dewa Wisnu. Jika Wisnu ibarat magnit, maka beliau tentu hanya mau mendekati logam yang bersih tak berkarat. Dasarata salah satu contoh manusia yang bersih dalam arti seluas-luasnya. Contoh lain, kita bisa melihat pada kasus kelahiran Rahwana dan adik-adiknya. Wisrawa, seorang bhagawan sakti mandraguna, ketika melakukan senggama dengan Dewi Sukesi, adalah semata-mata karena dorongan nafsu birahi belaka. Mereka bukanlah suami-istri, karena kedatangan bhagawan sebenarnya adalah untuk melamar Dewi Sukesi, atas perintah atau permintaan anaknya Prabu Danapati. Tapi, malah dikawin sendiri.
Akibat perkawinan itu, lahirlah Rahwana, Suparnaka, Kumbakarna dan Wibisana.
Menurut cerita, hanya Wibisana lahir dari “prosedur” perkawinan yang benar, artinya sah secara filosofis, sosiologis dan yuridis.
Karena ketika akan mengadakan “pertemuan” terakhir itu, sang bhagawan dan sukesi baru sdar, bahwa perbuatannya yang terdahulu sungguh tidak terpuji, tidak layak dilakukan oleh seorang bhagawan.
Mereka baru menyadari, bahwa hanya sepasang suami-istri yang sah, yang bias melakukan hubungan intim begini. Karena dilandasi oleh kesadaran dan budi luhur, maka lahirlah Wibisana, manusia bijaksana dan berbudi luhur. Begitu pula dengan kelahiran Pandawa dan Korawa.
Dewi Gandari yang menjadi ibu Korawa, diliputi perasaan penuh ambisi kekuasaan ketika bersenggama dengan suaminya.
Gandari ingin punya anak banyak, karena ia berpikir dengan jumlah yang banyak pasti akan kuat.
Dengan demikian, harapan Gandari, Kerajaan Astina, yang merupakan kerajaan adikuasa, akan tetap di pegang oleh anaknya. Harapan Gandari terpenuhi, ia punya anak 100 orang, sehingga sering disebut seratus Korawa. Yang menarik adalah kasus Kunti. Kunti, Istri pandu ini, oleh seorang resi sakti, diberikan kekuatan kesaktian untuk memanggil Dewa.
Maka, ketika ia ingin anak yang bijaksana, teguh memegang dharma, ia memohon kepada Bhatara Dharma.
Ketika ingin anaknya yang teguh fisiknya, teguh juga pendiriannya, ia mohon kepada Bhatara Bayu.
Begitu pula ia mohon kepada Bhatara Indra, agar dianugrahi anak yang sakti mandraguna, ahli dalam ilmu perang, maka lahirlah Arjuna. Bahkan Kunti pun bias memanggil Dewa untuk kepentingan Madri, istri Pandu yang lain.
Madri pun melahirkan anak kembar, Nakula dan Sahadewa, karena Kunti memohon kepada Bhatara Aswin yang juga kembar.
Dalam kenyataan hidup di masyarakat, kita sering melihat banyak anak lahir tanpa tata karma perkawinan yang benar.
Di Amerika Serikat, pernah ada hasil penelitian, bahwa anak yang lahir dari hasil perkosaan sangat potensial untuk menjadi penjahat.
Seperti disadari, anak yang lahir dari perkosaan tentu anak yang tidak diharapkan.
Yang diperkosa maupun yang dipemperkosa, tentu tidak memiliki rencana dan persiapan untuk “membuat” anak.
Yang diperkosa tentu memberontak penuh dendam.
Begitu pula, yang memperkosa akan berjuang penuh nafsu untuk melampiaskan nafsu bejatnya.
Maka, hasilnya tentulah seorang anak yang dipenuhi sifat-sifat dendam dan penuh nafsu.
Bahkan setelah menikah secara sah, persenggamaan itupun tidaklah dapat dilakukan sebebasnya.
Oleh karena, pada saat-saat tertentu, masih terdapat larangan-larangan untuk melakukan persenggamaan.
Maka dari itu, bagi suami istri perlu memperhatikan sikapnya masing-masing, agar tidak mempunyai pengaruh yang tidak baik.
Menurut pandangan agama Hindu di Bali, bahwa sesungguhnya sang penganten itu, masih dikatakan mempunyai sifat-sifat wyawahara (pertentangan-pertentangan).
Wyawaraha inilah yang meresapi badan dan jiwa pengantin, yang menyebabkan mereka menjadi leteh (cemar)dan cuntaka (cacat).
Agar cemar cuntaka tersebut hilang, maka pegantin itu perlu diupacarai prayas cita (disucikan), dan disertai dengan pengupakara (sesajen) yang disebut mawidhi-widhana mesakapan byakala nganten.
Penyucian diri sang penganti itu sangat perlu, untuk menghapus cemer dan cuntaka yang ada pada diri mereka.
Dengan demikian, anak yang diperolehnya nanti itupun akan terlepas dari kecemaran dan kecatatan.
Didalam lontar Anggastyaprana disebutkan bahwa kalau “pertemuan” (persenggamaan) tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan, maka tiada bedanya bagaikan pertemuan atau perkawinan binatang kidang atau menjangan.
Selanjutnya disebutkan pula, kalau sang istri sedang tidak suka untuk digauli, hendaknya jangan dipaksa atau diperkosa, jangan mencaci-maki dan lain-lain.
Begitu pula pada saat si istri sebel ring dewek (menstruasi) jangan diajak bersenggama.
Kalau dipaksa, maka persenggamaan itu leteh dan cuntaka. Seandainya itu terjadi, dan kebetulan menghasilkan pembuahan, maka anak yang lahir, akan membawa bermacam-macam penyakit, nakal dan angkuh terhadap ibu bapaknya, sangat menyusahkan orang tuanya. Akibat lainnya adalah sang istri sering mengalami keguguran. Proses Reproduksi yang baik dan terkendali
Dalam proses reproduksi atau pembuatan anak perlu diperhatikan waktu yang dibenarkan dan yang dilarang oleh ajaran agama Hindu atau yang pas untukmewujudkan keinginan punya anak laki atau perempuan.
Posisi tubuh atau gaya bermain kedangkalan penting diperhatikan terutama untuk pasangan yang mengalami kesulitan punya anak.
Namun sejauh itu Weda belum mengatur
Memahami waktu yang dilarang dan dibenarkan sangat diperlkan bila ingin mendapatkan anak suputra sadhu gunawan, karena lontar Pameda smara menyatakan sebagai berikut:
"Yan asanggama ring istri wenang pilihan rahinane sane kinucapayu, riwekasan yan adue anak lanang istri pahalanya dirgayusa tur saidep warah yukti,tan angambekaken dursile, tan langgana, tuhu ring karya, bhakti ring guru.
Mangkana kapanggih de sang aniti brata yukti" Artinya:
bila meggauli istri pada hari yang baik, maka bilananti punya anak akan diperoleh anak yang panjang umur, penurut, tidak nakal, tekun bekerja, hormat pada guru atau orang tua.
Itulah yang didapat oleh orang yang mampu mengendalikan diri dalam menggauli istrinya.
Dibandingkan dengan Kitab suci Sarasamuccaya dan Pamedasamara, Veda Smrti tidak banyak menetapkan hari – hari terlarang.
Misalnya; Dalam Weda Smrti III.
45-47 hanya menetapkan larangan menggauli istri pada saat menstruasi yang lamanya lebih kurang empat hari dan purwani yaitu sehari sebelum purnama atau sehari sebelum tilem.
Khusus untuk kaum brahmana, agar tetap terjaga kesuciannya dilarang menggauli istri pada bulan purnama (poornima) dan pada hari pertama, kedelapan dan keempat belas setelah bulan mati ( tilem/amavasya).
Demikian dalam Weda Smrti IV. 128. Rtu kalabhigamisyat swadaraniratah sada, parwawarjam wrajeccainam tad wrato rati kamyaya (Manawa Dharmasastra III.45) artinya: hendaknya suami menggauli istrinya dalam waktu-waktu tertentu dan merasa selalu puas dengan istrinya seorang, ia juga boleh dengan maksud menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk mengadakan hubungan kelamin pada hari apasaja kecuali parwani. Rtu swabhawikah strinam ratrayah sodasa smrtah, caturbhiritaraih sardhanam ahobhih adwigarhitaih (Manawa Dharmasastra III.46) artinya:
enam belas hari dan malam setiap bulannya termasuk empat hari yang berbeda-beda dari yang lainnya dan yang tercela orang yang budiman dinamakan waktu-waktu yang wajar bagi wanita.
Nasamadyasca tasrastu ninditai kadasi ca ya, trayodasi ca sesastu prasasta dasa ratrayah (Manawa Dharmasastra III.47) artinya:
tetapi diantara hari-hari itu sampai hari ke empat, hari ke 11, hari ke 13, dinyatakan terlarang dan hari-hari lainnya dianjurkan.
seorang brahmana dan juga snataka hendaknya tetap suci pada saat-saat sebagai pada waktu malam pertama terang bulan, pada malam bulan purnama dan sehari sebelum purnama, walaupun saatnya baik untuk bersenggama.
Didalam Veda ada dinyatakan
…O suami yang bodoh, yang penuh kejantanan, saya melarang engkau melakukan senggama pada waktu subuh dan waktu matahari memancarkan sinarnya”.
Bersenggama hanya dibenarkan pada malam hari.
Mengacu pada Bhagavata Purana 3.14.23 yang mengisahkan kehamilan Dhiti, hubungan badan yang paling ideal dapat dilakukan 3 jam setelah matahari tenggelam atau 3 jam sebelum matahari terbit dan hindari waktu-waktu saat tengah malam.
Karena dikatakan waktu-waktu yang tidak tepat seperti sandya dan tengah malam adalah waktu dimana mahluk-mahluk dan roh-roh jahat sedang berkeliaran dan saling berebut untuk mendapatkan kesempatan terlahir kembali.
Veda menegaskan bahwa proses masuknya atman (jiva) kedalam kandungan terjadi pada saat pembuahan sel telur oleh sperma, sehingga jika terjadi pada saat yang tidak tepat seperti ini dikhawatirkan yang akan menjelma adalah jiva-jiva yang berasal dari mahluk-mahluk yang bertabiat jahat.
Disamping faktor waktu, faktor lokasi berhubungan badan juga sangatlah menentukan, sehingga dianjurkan untuk melakukan hubungan badan di tempat yang bersih, menyenangkan dan nyaman di rumah.
Hubungan badan sama sekali tidak boleh dilakukan di tempat-tempat suci seperti tempat ziarah suci (tirthas), pura, kuil atau mandir.
Juga tidak dibenarkan melakukan hubungan badan di tempat-tempat angker, seperti tempat pembakaran mayat/kuburan, ashrama seorang guru, di rumah seorang Vaisnava, dibawah pohon suci seperti beringin, mangga, nim, bodi dan lain-lainnya, di Gosala (kandang sapi), di hutan dan juga di dalam air (Subudhi, narayanasmrti, 2010).
Waktu-waktu sakral yang wajib dihindari bersenggama adalah purnama, bulan mati, prawani/sehari sebelum purnama dan bulan mati, hari-hari besar keagamaan atau hari suci, hari paruh gelap ke delapan.
Kitab Sarasamuccaya menegaskan
Hendaknya seorang suami dan istri yang menghendaki hidup langgeng dalam berumah tangga, menghindari untuk melakukan senggama pada bulan mati (tilem), paruh terang dan paruh gelap ke delapan (8), paruh terang
dan paruh gelap ke empat belas/14 (prawani) serta pada bulan purnama” (Sarasamuccaya 255).
Keterangan lontar Sarasamuccaya dipertegas dalam kita Siva Purana, bahwa:
seseorang tidak dibenarkan melakukan hubungan seksual pada saat hari Sivaratri (sehari sebelum bulan mati), dan juga dilarang melakukan pemujaan atau sembahyang kepada Tuhan usai melakukan hubungan seks sebelum mandi, dengan kata lain suami istri wajib hukumnya untuk menyucikan diri (mandi) jika hendak melakukan pemujaan kepada Tuhan setelah melakukan hubungan suami istri".
Dalam kitab Siva Purana terdapat kisah sebagai berikut (hanya ditulis poinnya saja): Rsi Suta berkata:
Ada sebuah peristiwa pada saat Sivaratri ketika semua sedang melakukan puasa, Sudarsana melakukan hubungan seksual dengan istrinya dan kemudian melakukan pemujaan.
Tapi sebelum ia melakukan ibadah, ia tidak mandi. Untuk perbuatan ini Deva Siva marah dan berkata. (Siva Purana, Kotirudra Samhita XIII. 26) Dewa Siva bersabda:
Wahai orang yang tidak memiliki tata krama, kamu melakukan hubungan suami istri pada saat Sivaratri.
Tanpa mandi engkau melakukan pemujaan. Engkau sebenarnya dekat dengan ketikdakbijaksanaan.
Karena engkau telah melakukan ini secara sadar, jadilah orang yang lamban dan tidak sadar.
Anda adalah orang yang tak tersentuh bagi-Ku. Hindari menyentuh-Ku. (Siva Purana, Kotirudra Samhita XIII. 29-30)
Selain itu, dalam berbagai literatur Veda (seperti Siva Purana), demikian juga dalam tradisi, bersanggama juga dilarang pada saat istri sedang menstruasi (kotor kain), seorang istri yang sedang menstruasi tidak dibenarkan
untuk diajak seranjang, bahkan tidak dibenarkan diajak berbicara (hal ini terutama dilakukan oleh orang yang mempelajari spiritual).
Hal ini dijelaskan didalam lontar Agastya Parwa
Tempat brahmahatya yang terpenting pada siang hari adalah pada wanita juga.
Sesungguhnya ia berkurang setiap bulan, brahmahatya pada wanita keluar berbentuk darah itulah yang disebut kotor kain di masyarakat.
Oleh karena itu, orang yang hendak mencapai surga tidak boleh memegang perhiasannya dan makanan apalagi satu tempat tidur dengan wanita yang sedang kotor kain, karena sebenarnya ke luar brahmahatyanya
turut pula mendapat dosa yang diajak berbicara lebih-lebih pula kalau sampai disentuh.
Sungguh-sungguh itu larangan menurut Sang Hyang Agama.
Wanita yang tidak keluar brahmahatyanya disebut kuming di masyarakat.
Tidak diajak serta dalam pergaulan, tidak dibenarkan ikut dalam upacara kematian (tileman) pada Hyang Siwamandala, dan sebagainya, Yajna Sradha.
Dia harus berhenti sebagai pelayan pekerjaan-pekerjaan itu meskipun ikut menyentuh saji.
Maka itu anak yang belum kotor kain dan wanita tua yang tidak kotor kain lagi memegang saji Bhatara sampai saat ini (Agastya Parwa halaman 58).
Orang Bali WAJIB Ketahui hal ini
Note: Sudarsana putra brahmana Dadhici (sloka 20), istri Sudarsana bernama Dukula (sloka 21).
Sudarsana melakukan penebusan dosa dengan metode pemujaan Candi dan syair agung kepada dewi Parvati dengan ketaatan yang luar biasa (sloka 37).
Dewi Parvati berkenan, Sudarsana dijadikan anak angkat (sloka 39), Sudarsana diupacarai ritual penyucian dengan Ghee, diberikan tiga senar suci dengan simpul tunggal dan isntruksi tentang Sivagayatri terdiri dari enam
belas suku kata (sloka 42-43). Kemudian, Sudarsana melakukan pemujaan Samkalpapuja (sloka 44). Ini membuat dewa Siva berkenan (45). Akan tetapi, bila memang tidak ingin mewujudkan keluarga bahagia selamat sekala-niskala, dengan anak-anak yang suputra, maka semua aturan itu tidak berlaku.
Artinya, bersenggama semata-mata untuk kesenangan atau pemuasan nafsu belaka, itu boleh dilakukan kapan saja dimana saja.
Jadi, disamping pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh kesalahan menghitung hari, dalam menentukan hari perkawinan, maka gerak pikiran, sikap, gaya, maupun sifat-sifatsaat melakukan senggama, juga berpengaruh terhadap bayi.
Kwee Tek Hoay, dalam bukunya penghidupan di Sananya Kubur, menyebutkan bahwa, pada saat menanam bibit (bersenggama) harus betul-betul memperhatikan kebersihan gerak pikirannya, agar supaya roh-roh yang tidak baik jangan sampai
menjelma sebagai anaknya kelak.
Demikian dulu info mengenai hari baik dan buruk dalam melaksanakan “Asenggama / berhubungan intim” hendaknya di patuhi karena ini merupakan berdasarkan perhitungan Wariga – Dewasa.
Kaon : Sekedas mate putih,Sekuning mate putih,Serawah,Buik,Ijo poleng mate putih
ANGGARA KLIWON
Nganginang sareng Kelod , leb ayam saking Kaje
Raje : Serawah Kuning kuping putih,Serawah biru kuping putih
Kaon ; Brumbun , Wangkas , Brumbun Kedas
Pakeling titiang ring ida dane sane mederbe Ayam sampun naanin menang ,.Sampunang aduange Rahine “ umanis “ ,..semalihe yening nganggen Buku puniki cingakin kalender sane wenten ring jero soang” ,yening wenten rahine Pasah ketemu Tungleh / pasah tungleh puniki pengayam ayamane paling becik balikang / badingang
Inggih wantah Asapuniki atur atur tityang ring Pengayam - ayaman dumogi manut ring pikayun ida dane,..asiki piteket tityang mejudi ten je ngranayang Sugih,…niki wantah hiburan Anggen ngelimurang manah ……
“ Elingang yen ten mgae ten ngelah pis ten kenten,…nike logika,…” Payana Dewa