Showing posts with label kutipan Pedanda Gunung. Show all posts
Showing posts with label kutipan Pedanda Gunung. Show all posts

Ini Ramalan Ida Almarhum (Pedanda Made Gunung) Tentang Apa yang Terjadi Saat Ini

 

Ini Ramalan Ida Almarhum (Pedanda Made Gunung) Tentang Apa yang Terjadi Saat Ini
Sugra Ratu 🙏🏿 dumogi Bali state ngemolihan keragayuan 

Saat ini saya pikir masyarakat Bali butuh panduan/ Dharma Wecana untuk ketenangan Hati, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dimana kita sedikit menjauh dari culture (budaya)  kita. Dimana upacara, odalan dan upakara-upakara Bali seakan lenyap oleh situasi korona ini. 

Mengingat kebelakang sosok Ida Pedanda Made Gunung ( Alm) yang selalu memberikan Dharma Wecana yang membuat kita damai...

Dan akhir-akhir ini saya senang sekali mencari-cari video Dharma Wecana (Almarhum) sugra, Ratu Ida Pedanda Made Gunung, kangen suasana Dharma Wecana yang sangat menyejukkan dan penuh nuansa kedamaian. 

Saat ini mungkin masyarakat Bali tengah galau dengan situasi virus korona, berita yang membuat resah, politik bahkan sekarang Sulinggih muda yang lagi viral. Maka, dari itu... Teringat dengan Dharma Wecana Ratu Ida Pedanda Made Gunung, saya pribadi sangat kangen dengan video-video Dharma Wecana Ida... Sampai-sampai saya putar terus video-video Ida, hal hasik ketemu dengan salah satu video Dharma Wecana Ida tentang pulau Bali. 

Dalam video ini, Ida sangat terlihat sedih dengan suasana Bali. Coba tonton dulu video Ida dibawah ini; 

Ternyata yg menjadi kekhawatitan beliau almarhum ida pedanda gede made gunung kini menjadi realita, dumogi sami rahayu jagat lan seisinya🙏🏾

Posted by Putu Kompyang AR Kori on Sunday, February 28, 2021

Seberapa megahnya hotel dan restoran di Bali jika nggak ada tamu yang datang, bagaimana?! 

Ida juga takut Bali kembali ke tahun 1963 dimana Bali begitu miskin kembali makan nasi cacah... 

Semoga Pandemi cepat berlalu 🙏🏿 Cepat Pulih Baliku.

Numitis Jadi Lintah. Dosa Selingkuh Menurut Hindu Bali Tak Ada Tirta Penglukatan (Alm Ida Pedanda Made Gunung)

 

Numitis Jadi Lintah. Dosa Selingkuh Menurut Hindu Bali Tak Ada Tirta Penglukatan (Alm Ida Pedanda Made Gunung)
Banyak video dari alm Ida Pedanda Gunung yang membuat kita berpikir untuk berbenah menjadi baik, dan banyak pula orang-orang yang tak berubah malah semakin tua semakin kacau, terutama dalam rumah tangga dimana semakin berumur kelakuan mereka semakin menjadi-jadi. 

Ini sengaja saya tulis kembali tentang Dosa Memitra/selingkuh menurut Hindu Bali, yang saya kutip dari Dharma Wecana Alm Ida Pedanda Gunung. Bagi yang membaca tulisan ini dan melakukan hal yang tidak baik untuk orang lain segeralah berbenah dan berubah, jika Anda memang mengerti dan beragama Hindu. Atau mau memilih saat renhkarnasi di kehidupan nanti ingin jadi lintah? Atau karma buruk yang datang menimpa! Percayalah Karma itu ada, walau tak datang hari ini. 

Dosa selingkuh Menurut Hindu Bali 

Siapapun Anda yang terjerumus dalam dunia gelap perselingkuhan dan melukai hati orang lain... Ingat, jika sampai akhir ayat tak ada perubahan dan berbenah dalam perbaikan moral, dalam kehidupan nanti siap-siaplah renhkarnasi menjadi makhluk rendah (lintah). Sangat sulit untuk menjelma kembali menjadi manusia. 

Dan dalam Dharma Wecana Ida Pedanda Gunung, Ida juga menjelaskan tidak ada satupun mantra dari lontar yang beliau baca tentang melebur dosa selingkuh dari 125 lontar yang ada. 

Jadi, mau berubah atau tetap ingin menyakiti hati orang lain dan numitis jadi lintah? Apapun itu, Anda yang menentukan... Karma - Dharma Anda sendiri. 

Prinsip Nak Melu Keto, Agama Hindu Tidak Pernah Memiskinkan Umatnya ( Ida Pedanda Made Gunung)

Prinsip Nak Melu Keto, Agama Hindu Tidak Pernah Memiskinkan Umatnya ( Ida Pedanda Made Gunung)
Sugra Ratu Bhatara 🙏🏿

 Ida Ratu Pedanda Made Gunung memang sudah Lebar (tidak ada/meninggal) namun spirit almarhum masih sangat melekat pada masyarakat Hindu terutama Hindu Bali. 

Dharma Wecana Ida sangat masyarakat rindukan, dimana masyarakat Bali kangen dengan wejangan tentang spiritual, salah satu tentang beragama Hindu yang sarat dengan bisnis Banten dan mahalnya upakara/upacara keagamaan. 

Hindu itu fleksibel, gengsi yang membuat segalanya serba wah... Simak tutur Ida dibawah ini! 

Kalau aji (ayah) meninggal nanti, tolong jangan buatkan upacara yang besar. Tanpa bade. Layon aji cukup diusung anak-anak menuju perabuan, pebasmian (tempat kremasi)." — Almrhum. Ida Pedanda Made Gunung.

Menurut Ida Pedanda Made Gunung, agama Hindu tidak pernah memiskinkan umatnya. Atas dasar itulah, beliau mengingatkan agar setiap umat tidak terpaku melaksanakan upacara keagamaan yang berdasarkan prinsip nak mule keto (memang begitu). "Umat kita di Bali tidak hentinya melaksanakan upacara keagamaan dan bahkan makin lama kian besar, namun sayangnya berbagai sendi kehidupan masyarakat justru menunjukkan keadaan kian merosot dan terjadi degradasi moral," katanya.

Sikap ini dipertahankan sampai akhir hayat beliau. "Kalau aji (ayah) meninggal nanti, tolong jangan buatkan upacara yang besar. Tanpa bade. Layon aji cukup diusung anak-anak menuju perabuan, pebasmian (tempat kremasi)." begitu wasiat Ida Pedanda Made Gunung kepada keluarganya.

तद्विद्धि प्रणिपातेन परिप्रश्न‍ेन सेवया ।

उपदेक्ष्यन्ति ते ज्ञानं ज्ञानिनस्तत्त्वदर्शिनः ॥ ३४ ॥

tad viddhi praṇipātena

paripraśnena sevayā

upadekṣyanti te jñānaṁ

jñāninas tattva-darśinaḥ

"Cobalah mempelajari kebenaran dengan cara mendekati seorang guru kerohanian. Bertanya kepada beliau dengan tunduk hati dan mengabdikan diri kepada beliau. Orang yang sudah insaf akan dirinya dapat memberikan pengetahuan kepadamu karena mereka sudah melihat kebenaran itu." (Bhagavad-gītā. 4.34)

Ternyata Apa yang Menjadi Kekhawatiran Almarhum Ida Ratu Pedanda Made Gunung Kini Menjadi Nyata

Ternyata Apa yang Menjadi Kekhawatiran Almarhum Ida Ratu Pedanda Made Gunung Kini Menjadi Nyata

Akhir-akhir ini saya senang sekali mencari-cari video Dharma Wecana (Almarhum) sugra, Ratu Ida Pedanda Made Gunung, kangen suasana Dharma Wecana yang sangat menyejukkan dan penuh nuansa kedamaian. 

Saat ini mungkin masyarakat Bali tengah galau dengan berita agama, raja, politik bahkan sekarang Sulinggih muda yang lagi viral. Maka, dari itu... Teringat dengan Dharma Wecana Ratu Ida Pedanda Made Gunung, saya pribadi sangat kangen dengan video-video Dharma Wecana Ida... Sampai-sampai saya putar terus video-video Ida, hal hasik ketemu dengan salah satu video Dharma Wecana Ida tentang pulau Bali. 

Dalam video ini, Ida sangat terlihat sedih dengan suasana Bali. Coba tonton dulu video Ida dibawah ini; 

Ternyata yg menjadi kekhawatitan beliau almarhum ida pedanda gede made gunung kini menjadi realita, dumogi sami rahayu jagat lan seisinya🙏🏾

Posted by Putu Kompyang AR Kori on Sunday, February 28, 2021

Seberapa megahnya hotel dan restoran di Bali jika nggak ada tamu yang datang, bagaimana?! 

Ida juga takut Bali kembali ke tahun 1963 dimana Bali begitu miskin kembali makan nasi cacah... 

Semoga Pandemi cepat berlalu 🙏🏿 Cepat Pulih Baliku.

Salah Kaprah Menaruh Patung Gana - Ganesha di Aling-aling Pintu Gerbang, Jika Tidak Ingin Merasakan Kepanesan (Dikutip Dari Dharma Wecana Ida Pedanda Made Gunung)

Salah Kaprah Menaruh Patung Gana - Ganesha di Aling-aling Pintu Gerbang, Jika Tidak Ingin Merasakan Kepanesan (Dikutip Dari Dharma Wecana Ida Pedanda Made Gunung
Mari berbenah, tidak ada kata terlambat

Om Swastiyastu

Sebelum saya menulis lebih panjang, artikel ini adalah hasil dari kutipan Dharma Wecana almarhum, 'sugra' Ratu Ida Pedanda Made Gunung tentang kesalahan meletakan Patung Gana - Ganesha  di aling-aling atau pintu rumah, yang menyebabkan penguhuni rumah kepanesan (menimpa hal buruk). Artikel ini juga disertakan video Dharma Wecana Ida, silakan tonton nanti dibawah.

Mengenai Dewa Gana - Ganesha, Ida adalah Bhatara dan Anak Dewa Siwa, Ida bukan penjaga maupun security/satpam. Salah besar jika saudara Hindu yang meletakan Ida di aling-aling pintu gerbang. 

Menurut Ida Pedanda Made Gunung, Upakara/Banten untuk memuja Bhatara Gana - Ganesha di aling-aling pintu gerbang tidak ada, karena bukan disana tempatnya! Dan Ida juga menjelaskan, jika ada kematian, maka jenasah keluar dari rumah di gotong oleh masyarakat akan melewati patung Gana di bawahnya, itu yang akan menjadi kepanesan bagi penghuni rumah. 

Patung Gana -Ganesha Seharusnya dan Banten Upakara (Pemujaan Dewa Ganesha) 

Untuk menaruh patung Gana -Ganesha sebaiknya di tempat suci, seperti Merajan untuk upacaranya yang paling sederhana adalah canang sari, yang pastinya harus di ulapin dulu/ plaspas. 

Itulah cara memuja Dewa Gana - Ganesha agar kita tidak merasakan kepanesan (hal buruk yang menimpa kita dan keluarga) untuk lebih lanjut silakan tonton video Dharma Wecana Ida dibawah ini! 

Video di kutip dari Dharma Wecana Ida di Stasiun Bali Tv. Sebenarnya masih panjang...  yang menceritakan tentang ada saudara kita dari Gianyar sudah menaruh patung Gana -Ganesha di aling-aling rumahnya, yang menyebabkan keluarga dari bapak tersebut kepanesan, istrinya sakit terus menerus dan di rawat di rumah sakit, anaknya jatuh terus, setelah di peluaskan (ditanyakan ke orang pintar) bahwa patung Gana - Ganesha itu yang menyebabkan kepanesan keluarga Bapak, jawaban itupun selalu ada di setiap meluasan. 

Setelah sekian lama, Bapak itu Tangkil kehadapan Ida Pedanda Made Gunung, Ida pun menyuruh Bapak itu untuk memindahkan patung Gana - Ganesha ke Merajan di upacarakan dan memuja Ida Bhatara Gana di Merajan. Hal hasil keluarga Bapak tersebut kembali sehat. 

Jadi, intinya Patung Gana - Ganesha bukan tempatnya di aling-aling Pintu Gerbang, namun di tempat suci di Merajan. 

Beliau Sudah Nggak Ada, Namun Terasa Ada! Inilah 4 Sibalus Pesan Kehidupan dari Ida

Beliau Sudah Nggak Ada, Namun Terasa Ada! Inilah 4 Sibalus Pesan Kehidupan dari Ida

Memang Ratu Bhatara (Almarhum) Ida Pedanda Gede Made Gunung sudah Lebar. Namun, Ida terasa masih ada bersama masyarakat Hindu, khususnya di Pulau Bali.

Dari wejangan-wejangan Dharma Wecana Ida tentang proses jalannya upakara Hindu dan kehidupan bermasyarakat yang membuat hati terasa damai dan tentram. Ini 4 Sibalus Pesan Ida bagi umat Sedharma dalam menjalani Hidup; 

4 Sibalus Hidup di Dunia Ini 

  1. Siapakah Diriku Ini
  2. Untuk Apa Aku Hidup Disini
  3. Setelah Disini Mau Kemana 
  4. Apa Saja yang Bisa ku Bawa Kesana

Selanjutnya Silakan Tonton Video Ida, sambil Mengenang Ida dan Dharma Wecana Ida yang penuh kedamaian ... 



4 Silabus Belajar Kehidupan dari Ida Pedanda Gede Made Gunung. (Alm)

4 Silabus Belajar Kehidupan dari Ida Pedanda Gede Made Gunung. (Alm)

Posted by KANG NUR on Sunday, January 10, 2021

Bangga Menjadi Hindu dan Bangga Menjadi Orang Bali

Bangga Menjadi Hindu dan Bangga Menjadi Orang Bali

ilustrasi photo via thehoneycombers.com


Ada perasaan kagum terhadap pulau kecil yang bernama Bali ini. Sebuah tempat yang sedemikian memikatnya sehingga jutaan orang dari mancanegara rela mengeluarkan banyak uang untuk bisa datang ke tempat ini. Kehidupan masyarakat Bali secara ekonomi jika dibandingkan dengan 20 tahun lalu sangatlah jauh berkembang. Jutaan dolar telah mengalir membasahi tanah Bali dan memberi penghidupan yang sangat baik kepada sebagian besar masyarakat Bali. Tak dapat dipungkiri memang bahwa pariwisata telah menjadi tumpuan hidup masyarakat.

Jika kita mau berfikir sejenak, kenapa Bali bisa seperti sekarang ini? Kenapa pulau Bali yang kecil ini bisa sedemikian terkenalnya? Semua itu tidak lain karena jasa para leluhur kita yang telah mampu menjaga dan memelihara ke–Hinduanya dan ke Balianya. Alam yang indah, adat dan tradisi yang unik, seni budaya yang memukau dan kultur masyarakat yang ramah merupakan bentukan para leluhur kita melalui konsep – konsep yang bernafaskan Hindu dan Bali.

Namun setelah Bali menjadi terkenal seperti sekarang ini, setelah taraf kehidupan ekonomi masyarakat Bali meningkat, justru yang terjadi adalah orang Bali yang terbuai dan hanyut dalam gelimangan materi. Mereka lupa akan jati dirinya sebagai orang Bali, mereka lupa akan asal darimana semua ini bermula. Contoh kecil saja, sekarang ini banyak sekali para ibu – ibu yang sudah mengikuti gaya busana model barat. Dalam tradisi dan keyakinan masyarakat Bali, jika ada orang yang ngaben maka tempat pembakaran (petulangan) atau lembu dibersihkan dahulu dengan ujung rambut. Namun apa jadinya jika sekarang para ibu – ibu lebih suka berambut buntut? Tradisi unik ini teramcam punah. Contoh yang lain adalah seni etika berbusana, dalam budaya bali ada yang disebut dengan pusuk lukluk, pusung tagel, pusung tegeh juga sudah mulai punah. Disinilah letak permasalahannya. Kita tidak sadar bahwa pondasi – pondasi  yang menunjang mencuatnya nama bali ke dunia internasional telah kita rusak dan musnahkan sendiri.

Contoh lain adalah sekarang ini masyarakat bali seolah olah sudah anti dengan bahasa ibu yaitu bahasa Bali dan juga tulisan serta sastra Bali. Sehingga anak – anak sekarang sangat sedikit yang bisa berbahasa Bali, apalagi tulisan Bali. Namun ironisnya para orang tua justru bangga dengan hal tersebut. Jika seorang anak berbicara seperti ini “ pa, adik minta uangnya pa, mau belanja?” maka orang tuanya akan bangga, seolah olah derajat hidup mereka telah meningkat dengan gaya bahasa tadi. Sebaliknya jika ada anak yang bicara “Nang, tyang ngidih pis anggo meblanja” justru dianggap kampungan. Padahal kaliamat “Nang, tyang ngidih pis anggo meblanja” itulah yang merupakan pondasi Bali sehingga pipis itu ada untuk dibelanjakan. Dan masih banyak contoh lagi yang menunjukkan bahwa orang bali telah mengalami degradasi moral dan kepribadian sebagai orang Bali.

Dengan latar belakang itulah, pedanda ingin kembali mengingatkan kita semua, pedanda ingin mengetuk hati masyarakat Bali agar kembali ingat akan jati diri kita. Kembali ingat sumber dari segala kehidupan ekonomi ini berasal. Jangan sampai warisan yang adiluhung ini hilang begitu saja karena kebodohan kita semua.  Pedanda ingin mengajak semua lapisan masyarakat Bali untuk bangga menjadi orang Hindu dan Bangga menjadi orang Bali

Kenapa harus bangga menjadi Hindu?




Hindu adalah agama Weda, dan Weda adalah sebuah wahyu, bukan produk budaya manusia. Ciri Weda adalah wahyu salah satunya adalah Weda itu mampu mengayomi, mengangkat dan  memaknai budaya lokal. Wahyu adalah sesuatu yang bisa diterapkan dimana saja dan bisa meresap dan menjalin satu kesatuan dengan budaya, geografis dan masyarakat lokal. Jadi bukan satu budaya untuk kepentingan pelaksanaan Agama itu. Merupakan anggapan yang sangat keliru jika misalnya dikatakan bahwa budaya Bali harus digunakan untuk pelaksanaan Agama Hindu di Indonesia. Agama Hindu bisa dilaksanakan dengan budaya Jawa, Kalimantan, Papua atau budaya mana saja. Walaupun dilaksanakan dengan budaya yang berbeda namun intinya tetap mengacu pada ajaran Weda. Disitulah letak keindahan Hindu. Hal lain adalah agama Hindu sangat menghargai umat manusia dan tidak mengintervensi atau mempengaruhi orang untuk masuk ke agama Hindu. Hal berikutnya yang membuat pedanda bangga adalah Agama Hindu adalah agama yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia untuk memasuki jaman sejarah. Buktinya adalah adanya Tujuh Yupa di kerajaan Kutai yang menjadi bukti sejarah bahwa pada masa itu bangsa Indonesia telah meninggalkan jaman pra-sejarah dengan mulai dikenalnya huruf. Agama Hindu juga pernah mengantarkan bangsa Indonesia kejaman keemasanya dengan berkibarnya Majapahit hingga ke wilayah Malaka. Itu adalah contoh kecil dari berjuta – juta hal mulia dan indah tentang Hindu yang pedanda jumpai di dalam Weda, sehingga pedanda sangat bangga menjadi orang Hindu

Kenapa harus bangga jadi orang Bali?




Bangga karena pulau yang kecil ini begitu luar biasa. Bangga karena pulau bali mempunya potensi yang sangat berlimpah. Bali memiliki bahasa sendiri, tulisan sendiri, budaya sendiri, kesenian yang kaya, sistem pemerintan tersendiri dari tingkat subak, banjar, desa pakraman hingga ke tingkat provinsi, aparat pemerintahan sendiri, dan itu sudah ada sejak beratus – ratus tahun yang lalu. Dan semua itulah yang membuat Bali menjadi terkenal seperti sekarang ini.

Bercermin dari keadaan sekarang ini, arah pembangunan masrayakat bali baik pembangunan secara fisk, mental dan spiritual sudah kian jauh melenceng. Jika dulu ada himbauan dari gubernur agar semua bangunan mempunyai cirri khas bangunan Bali sudah sangat banyak di langgar. Yang ada justru pembangunan fisik Bali sudah tidak mencerminkan Bali itu sendiri. Jika kita baru keluar dari bandara Ngurah Rai atau baru turun dari pelabuhan gilimanuk, maka kita akan merasa bahwa kita tidak berada di Bali. Bali telah mulai kehilangan muka di tanah sendiri.

Orang Hindu harus bangga menjadi orang Hindu, jangan menjadi umat Hindu hanya sekedar tulisan di KTP. Orang Bali harus bangga menjadi orang bali, dengan cara mempertahankan budaya adat istiadat dan tanah Bali itu sendiri. Bangga menjadi orang Hindu tidak cukup sekedar hafal mantram Tri Sandhya, tapi bagaimana kita mewujud nyatakan ajaran Hindu dalam kehidupan sehari – hari. Walaupun kita hidup di jaman modern, tapi hendaknya kita tidak hanyut dan kehilangan jati diri. Sadarilah darimanana semua kehidupan masyarakat ini berasal. Mungkin kita bisa bercermin kepada negeri Jepang. Walaupun mereka Negara maju tapi masih sangat menghormati budaya lokal, seperti kaisar dan sumo. Dengan ini pedanda ingin menyentuh hati masyarakat Bali untuk tetap berjuang dan berusaha manjaga dan melestarikan jati diri kita, karena inilah kebanggan kita. Manusia dan bangsa yang utama adalah merekan yang memiliki jati diri

Pedanda juga sangat berharap agar orang Bali bangga menjadi orang Bali, orang jawa bangga menjadi orang Jawa, orang papua bangga menjadi orang papua dan semua daerah di Indonesia juga bangga telah memiliki Budaya mereka sendiri. Budaya – budaya itulah yang merupakan budaya nusantara yang sungguh adiluhung dan utama. Tidak perlu kiranya kita mambawa budaya – budaya luar untuk dipaksakan di Nusantara ini.

Dikutip dari tulisan Ida Pedanda Made Gunung, Sugra Ratu.

Tidak Pernah Otonan dan Mebayuh? Ini Dampaknya


Tidak Pernah Otonan dan Mebayuh? Ini Dampaknya

Dalam tradisi Hindu di Bali terdapat upacara Mebayuh Otonan. Mebayuh Otanan memiliki makna untuk menyeimbangkan dualitas dari pengaruh-pengaruh hari kelahiran seorang anak, karena kita menyadari setiap kelahiran membawa dualitasnya masing-masing.
Menurut buku wariga agung, Mebayuh bisa diketegorikan dalam dua klasifikasi ;

Mebayuh yang bersifat reguler atau berkelanjutan yang dilaksanakan setiap perubahan status, misalnya dari staus anak – anak menjadi remaja, dari status remaja menjadi dewasa (menikah), dari status dewasa menjadi orang tua, dan dari status menjadi orang tua menjadi kakek atau nenek.

Mebayuh yang dilaksanakan karena kondisi tertentu, misalnya kelainan jiwa, terkena kesakitan, sering menemui ala atau kecelakanaan dan hal – hal yang bersifat marabahaya lainnya.

Menurut sastra Lontar Jyotisha mebayuh atau metubah atau mebebangan untuk mengurangi keburukan dan menambah kebaikan maka upacara itu dilakukan pada saat otonan yang bersangkutan menurut perhitungan: wuku, sapta wara, dan panca wara.

Untuk pelaksaan otonan menurut Ida Pandita Mpu, kalau otonan disertai dengan mebayuh otonan dilaksanakan di Hyang Guru.Kalau otonan banten ayabannya boleh dikurangi pakai ayaban tumpeng li atau ayaban tumpeng pitu,kalau belum tanggal gigi banten sambutannya dan banten janganannya harus tetep ada.
Apakah dampaknya jika selama hindu tidak pernah melakukan Otonan Mebayuh?

Dikutip dari Bhagawan Dwija di gedetoya.blogspot.com menyebutkan
Si anak bisa sakit-sakitan, hidupnya sial, tidak punya teman, suka bingung, gelisah, bahkan bisa meninggal. Semua upacara manusa yadnya adalah kewajiban ortu agar anaknya sehat sejahtera lahir-bathin.

Jika ingin mengetahui jenis mebayuh yang cocok, menurut Ida Pedanda Made Gunung  disarankan agar berkonsultasi langsung dengan pedanda atupun sulinggih yang lain. Disamping itu, agar tidak membingungkan dan tidak mengurangi keyakinan akan banten mebayuh tersebut, maka saat menanyakan mengenai banten mebayuh kepada pemangku atupun sulinggih, maka umat berhak menanyakan darimana sumber sastra/ lontarnya. Jika banten mebayuh tersebut sudah sesuai dengan salah satu sastra/lontar maka itu wajib diyakini kebenaranya.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat, mohon dikoreksi bersama. Suksma…


Dikutip dari beberapa sumber inputbali.com sejarahhindubali

Penjor Galungan Dalam Tafsiran


Selamat merayakan Hari Raya Suci Galungan kepada Umat Hindu sedarhma dimanapun Saudara berada, semoga di hari suci ini kita semua diberikan anughrah yang indah dan kedamaian hidup.

Di cerna dari : Ida Pedanda Gede Made Gunung (Almarhum) dan didalam tafsiran saya, semoga Damai

Penjor Galungan Dalam Tafsiran

Untuk judul seperti ini, memang sengaja saja buat seperti itu, sebab akhir-akhir ini Saudara umat Hindu khususnya di Bali, sedang semaraknya membikin penjor untuk galungan, bahkan biaya yang dikeluarkan tidak tanggung-tanggung, lumayan besar bagi ukuran saya sendiri, memang sih itu uang mereka tapi apakah sudah benar dalam menghaturkan persembahan, dan itupun dilakukan tulus ikhlas.

Nah, karena meriahnya dan antusiasnya para saudara kita ini, mengenai pembuatan penjor Galungan ini, saya sangat mengharapkan dapat dimaknai atau paling tidak ditafsir maknanya dikaitakan dengan peningkatan moralitas, untuk memenangkan Dharma.

Ditulisan ini saya akan mencoba menafsir makna penjor tersebut dikaitkan dengan peningkatan moralitas.

Dari swgi Penjor itu, yang paling menyolok adalah bambu yang digunakan sebagai sarana pokok pasti bentuknya melengkung (bengkong muncukne).

Memang itu yang paling menarik perhatian saya, sebab selama yang saya tau penjor itu selalu bambunya begitu.
Kemudian yang kedua di paling ujung dari tali pengikat ujung bambu itu pasti ada sebuah benda hasil kesenian (reringgitan) yang disebut Sampyan. Dari keduanya inilah saya menafsir sebagai berikut;

Manusia hidup harus menggantungkan cita-citanya mungkin lebih tinggi dari langit. Dan setelah cita-citanya itu tercapai jangan lupa dengan asal (yang dibawah).
Contohnya: Seseorang yang bercita-cita menjadi Kepala Desa, menjadi Anggota Dewan dll,itu sangat bagus sekali, namun setelah cita-citanya itu tercapai jangan lupa pada rakyat di bawah, sebab dia dapat mencapai cita-citanya itu karena dukungan (pilihan rakyat). Itulah sebabnya penjor itu selalu mengrunduk melihat kebawah.
Dari segi bahasa saya sendiri, saya menafsir makna penjor itu, seperti ini;

AKU SEKARANG JADI BEGINI (PERBEKEL ATAU ANGGOTA DEWAN MAUPUN LAINNYA) KARENA SAMPYAN.

KALAU TIDAK SAMPYAN MEMILIH SAYA MANA SAYA BISA ADA DISINI, MAKANYA SAYA MENGABDI UNTUK SAMPYAN.

Nah, Itulah sebabnya bambu dipilih menjadi bahan penjor utama dan bambu bengkong kebawah, dan ujungnya ada sampyan. Kalau makna itu dapat diresapi dan juga dipraktikan untuk rakyat maka rakyat akan sangat merasa bahagia memiliki pemimpin yang mampu memenagkan dharma atas adharma di dalam hidupnya.

Demikianlah seklumit tafsir penjor Galungan dari saya, mungkin bagi yang lain beda lagi, tentunya berkaitan dengan peningkatan moral dalam istilah kemenaangan Dharma atas Adharma.
Sekian semoga para pemimpin kita dapat memaknai Penjor di dalam rangka berjuang memenangkan Dharma.

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM.

Makna Tumpek Landep dan Filosofinya


Makna Tumpek Landep dan Filosofinya
Ilustrasi photo via baliplus.com

Pulau Bali terkenal akan kekayaan Budaya dan tradisi dalam ajaran agama Hindu. Salah satu budaya dan tradisi tersebut adalah Tumpek Landep. Tumpek Landep adalah hari dimana umat Hindu Bali memuja Sang Hyang Siwa Pasupati yaitu dewaya taksu. Hari Tumpek Landep merupakan rentetan setelah hari raya saraswati. Dimana umat Hindu Bali melakukan puji shukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan yang maha esa) atas berkah yang diberikannya dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati.

Makna dari Tumpek Landep

Tumpek Landep jatuh setiap saniscafa/hari sabtu Kliwon Wuku Landep, dalam hitungan kalender Bali, hari raya ini selalu diratakan setiap 210 hari sekali. Kata Tumpek sendiri berasal dari kata “Metu” yang artinya bertemu dan “Mpek” artinya akhir, jadi Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, dimana Panca Wara diakhiri dengan kliwon sedangkan Sapta Wara diakhiri dengan Saniscara (Sabtu). Sedangkan Landep sendiri diartiktkan tajam atau runcing, maka dari itu, beberapa pusaka yang beraifat tajam dan runcing di upacarai seperti, pisau, keris dan lain-lain.

Senjata tajam dan runcing sudah meluas artiannya. Tak hanya pisau, keris, benda-benda seperti elektronik, kendaraan seperti mobil, motor juga ikut di upacarai. Namun, ada beberapa hal yang perlu diketahui dan tidak boleh disalah artikan, dalam konteks ini Tumpek Landep adalah memberi sesajen atau mengupacarai benda-benda berupa tajam dan runcing seperti arti dalam tumpek landep tersebut.

Filosofi Tumpek Landep

Landep yang berati tajam mempunyai filosofi bahwa tumpek landep merupakan tonggak penajaman, citta, budi, dan manah (pikiran). Dengan demikian umat akan selalu berpikiran yang tajam, jernih, dan landasan nilai-nilai agama. Dengan pemikiran yang tajam, jernih dan suci umat dapat membedakan mana yang bagus atau sebaliknya.

Tumpek Landep murupakan tonggak mulat sarira atau intropeksi diri untuk memperbaiki perbuatan untuk mencapai nilai-nilai suci dalam ajaran agama. Saat hari Tumpek Landep umat Hindu Bali hendaknya melakukan persembahyangan di sanggah/merajan serta ke Pura (tempat suci) untuk memohon kepada Sang Hyang Pasupati agar diberi kerajaman pikiran sehingga menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Pada hari raya Tumpek Landep juga dilakukan pembersihan dan penyucian senjata warisan leluhur.

Menurut Ida Pedanda Made Gunung dalam darma wecananya, sesungguhnya upacara terhadap motor, mobil dan elektronik lainnya lebih tepat dilaksanakan pada tumpek kuningan, sebagai ucapan shukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas anugrahnya, sarana dan perasrana agar mempermudah aktifitas umat, serta memohon agar kendaraan tersebut dapat berfunsi dengan baik dan tidak mencelakakan.

Kesimpulan

Menurut kami pada hari raya Tumpek Landep hal yang paling penting dan utama adalah mengasah pikiran cita, budi dan perulaku yang tajam, setidaknya kita dapat memerangi kebodohan, kegelapan, kesengsaraan untuk menjadi yang lebih baik.