Sebagaimana dimaklumi adanya suatu nama dapat diyakini mempunyai suatu latar belakang atau sejarah terhadap berdirinya suatu desa, sehingga nama tersebut dipakai. Namun, untuk mengungkap Sejarah Desa Lebih. Secara pasti belum bisa dipastikan, karena belum ada lontar yang bisa menjadi patokan dalam menyusun Sejarah Desa Lebih.
Tetapi Berdasarkan cerita yang diproses di masyarakat yang disampaikan oleh tokoh secara pertemuan dan dapat dipercaya sebagai sejarah desa kelahiran Desa Lebih Dapat diuraikan sebagai berikut;
|
Foto Sejarah Gianyar |
Asal Mula Nama Desa Lebih
Pada abad ke-13 Kerajaan Bedahulu diserang oleh pasukan Majapahit, dibawah pimpinan Patih Gajah Mada. Serangan dilakukan dari dua arah, yaitu dari arah Selatan yang dipimpin oleh Patih Gajah Mada dan di arah Utara dipimpin oleh Arya Damar. Dalam serangan ini Patih Pasung Grigis dapat dikalahkan oleh Arya Damar. Sedangkan Patih Kebo Iwa dikalahkan oleh Patih Gajah Mada dengan tipu muslihatnya. Maka dengan kalahnya Bedahulu secara resmi Bali dibawah kekuasaan Majapahit (tahun 2343 M).
Pada waktu Patih Gajah Mada bersama dengan pasukannya datang ke Bedahulu menaiki sebuah rangkung (perahu), konon perahu tersebut berlabuh di suatu pantai di dekat Blahbatuh, begitu seringnya beliau datang bersama anak buahnya, selalu menaiki rangkung, dan berlabuh ditempat yang sama. Maka lama-kelamaan konon tempat itu disebut Rangkung (dalam babad tidak ada ini, hanya cerita dari mulut ke mulut ). Setelah Bedahulu, Bali resmi menjadi jajahan Majapahit kurang lebih selama 7 tahun. Bali belum juga diperintah oleh raja dari Majapahit, namun pemerintahan diserahkan kepada Ki Agung Gelgel.
Dikisahkan setelah 7 tahun berlalu pada tahun 1350 M, Patih Gajah Mada mengirimkan seseorang Adipati ke Bali, yaitu Putra dari Brahmana Kepakisan yang paling bungsu (kecil) diangkat sebagai adipati di Bali bergelar Sri Maharaja Kepakisan, yang berkedudukan di Samprangan, dikenal dengan nama Dalem Ketut Ngelesir (tahun 1350). Setelah beberapa tahun memerintah, ternyata di Bali, terutama Bali asli (Bali Aga), tidak puas terhadap raja yang mengakibatkan timbulnya sedikit huru-hara, sebagai tanda ketidak puasan dari orang-orang Bali asli. Karena kedudukan raja goyah, maka pemuka-pemuka di Bali menghadap ke Majapahit untuk menyampaikan bahwa raja Sri Kresna Kepakisan akan kembali ke Majapahit.
Utusan ke Majapahit ini, dipimpin oleh Ki Patih Ulun Kepasekan,Pemacekan Padang Subadra. Diceritakan utusan ini sesampainya di Majapahit, menceritakan segala masalah yang terjadi di Bali dan keinginan raja untuk kembali ke Majapahit. Namun, Patih Gajah Mada menolak kepulangan Adipati Bali Sri Kresna Kepakisan, dengan alasan bahwa Bali tetap menjadi kekuasaan Majapahit dan Patih Gajah Mada memberikan sebilah keris dan seperangkat pakean beliau sebagai tanda bahwa PatihGajah Mada adalah yang memerintah di Bali. Keris tersebut bernama Durga Dungkul.
Dalam perjalanan pulang dari Majapahit, rombongan ini menaiki rangkung (perahu) dari Bubat melewati Jembrana, Puruncak, Sawah-sawah Bongkak, Tuban, Kekalahan, Kedonganan, Intaran, Sanur, dan terus menuju pesisir Rangkung/Lebih dan dengan berjalan kaki menuju ke Timur laut yaitu Samperangan (terdapat dalam babad Bali).
Disini kita menarik kesimpulan, rangkung (perahu) yang dibawa oleh pasukan Patih Gajah Mada boleh diartikan rangkung menjadi langkung/lebih.
Sejarah Desa Lebih dihubungkan dengan keberadaan tempat-tempat suci/pura-pura di wilayah Desa Lebih diceritakan sebagai berikut;
Pada waktu pemerintahan kedudukan di Samprangan raja-raja yang memerintah berturut-turut yaitu : Sri Maharaja Kepakisan, diganti oleh Ida I Dewa Tarukan, dikenal dengan sebutan Dalem Tarukan.
Dalem Tarukan turun tahta digantikan oleh adiknya Dalem Ketut Ngelesir dan pusat pemerintahan Samperangan, di pindahkan ke Gdlgel atas perakarsa Arya Kebon Tubuh. Dalem Ketut Ngelesir digantikan oleh Dalem Waturenggong tahun 1460-1550 M. Pada pemerintahan Dalem Waturenggong, datanglah pedanda sakti wawu rauh yang dikenal dengan sebutan Dang Hyang Nirartha, pada tahun 1489 M. Dalam perjalanan beliau untuk menyelamatkan Bali, beliau mengelilingi Bali, diantaranya Rambut Siwi, Tanah Lot, Uluwatu, Masceti (waktu itu belum bernama masceti) dan akhirnya beliau tiba di rangkung. Beliau beristirahat di suatu tempat yang tinggi yang sekarang adalah Pura Candi Agung yang waktu itu hanya berupa dataran tinggi, belau melanjutkan perjalanan ke timur laut dan tiba di Pura Sibi Agung (Dusun Kesian).
Dalem Waturenggong digantikan oleh putranya yaitu Dalem Anom Pemayun (tahun 1550-1580 M), dimana putranya yang ke lima belas yang bernama Ida Manggis Kuning merupakan cikal bakal raja Gianyar. Putra Dalem Segening, yaitu Dalem Dimade (tahun 1621-1651 M) menggantikan kedudukan ayahandanya di Gelgel. Pada waktu beliau memerintah terjadi pemberontakan oleh Ki Aji Dauh, tetapi dapat digagalkan. Kemudian terjadi lagi pemberontakan oleh I Gusti Agung Maruti dan berhasil mengalahkan Dalem Dimade. Yang menyebabkan Dalem Dimade menyingkir ke Guliang. I Gusti Agung Maruti memerintah Gelgel (tahun 1651-1677 M). Setelah itu I Gusti Agung Maruti memerintah selama 6 tahun, lalu dikalahkan oleh putra dari Dalem Dimade yaitu I Dewa Agung Jambe,maka I Gusti Agung Maruti menyingkir ke Jembrana. Dari Jembrana ke Kapal, lalu pindah lagi dan menetap di Alas Rangkan. Pada saat beliau merangkas hutan Rangkas, beliau melihat cahaya kuning di sebelah Tenggara yang sangat berkilat, lalu beliau mencari sumber cahaya tersebut, ternyata di cahaya tersebut ada perahyangan dan disebut Masceti (Ceti=Cahaya, Mas=kuning). Keturunan I Gusti Agung Maruti tinggal dengan tentram di Desa Rangkas (Keramas Sekarang) dan semakin lama kedudukannya semakin kuat.
Selanjutnya diceritakan raja Gianyar, I Dewa Manggis Kuning II mempunyai putra I Dewa Manggis III dan I Dewa Kepandean yang ditempatkan di Sura Angga (Srenggo Sekarang) yang mempunyai wilayah sampai sebelah Selatan Cekung (Medahan). Untuk memperkuat kedudukan Desa Beng, maka I Dewa Manggis Kuning III menugaskan saudaranya I Dewa Kepandean untuk membendung kemungkinan adanya serangan dari Keramas . Disamping itu dikirim pasukan ke Rangkung/Lebih, sehingga rangkung merupakan suatu benteng bagi Beng. Pasukan ini dipimpin oleh keturunan Ki Gelgel Meranggi Dana. Lama-kelamaan Lebih semakin kuat dan berkembang meliputi 7 Dusun/Banjar, yaitu Dusun Lebih Beten Kelod, Dusun Lebih Duur Kaja, Dusun Kesian, Dusun Seronggo Kelod, Dusun Serongga Tengah, Dusun Serongga Kaja, dan Cebaang. Kemudian mengingat luasnya wilayah dan besarnya jumlah penduduk maka pada tanggal 16 November 1991 Desa Lebih dimekarkan menjadi dua Desa, yaitu Desa Lebih dan Serongga. Desa Lebih terdiri dari Tiga Dusun, yaitu Dusun Lebih Beten Kelod, Dusun Lebih Duur Kaja, Dusun Kesian, sedangkan Desa Serongga terdiri dari Empat Dusun, yaitu Serongga Kelod, Serongga Tengah, Serongga Kaja, dan Cebaang (berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah TK I Bali, tanggal 16 November 1991). Demikian perkiraan timbulnya Desa Lebih. Bersumber dari informasi yang saya peroleh dari Bapak I Wayan Gde Pradnyana. S. Tp.Sebagai perbekel Desa Lebih beliau memberikan informasi bahwa menurut cerita turun temurun dikatakan Desa Lebih sudah ada pada Zaman Bali Kuno, yaitu tepatnya pada zaman pemerintahan kerajaan Bedahulu. Namun, pada saat itu Desa Lebih masih bernama Langkung. Diceritakan pada zaman kerajaan Bali Kuno Patih Kebo Iwa pernah membawa sebuah batu besar di sungai Sangsang yang terletak di Desa Lebih yang dimana sekarang batu tersebut masih ada, pada batu tersebut terdapat suatu relief. Setelah kerajaan Bedahulu dikalahkan oleh Majapahit hingga pusat kerajaan dipindahkan ke daerah Samperangan (Desa Samplangan Sekarang), karena letaknya berdekatan dengan Desa Lebih sering kali dilalui oleh utusan-utusan dari kerajaan Gelgel dan hingga pada akhirnya kerajaan Gelgel runtuh dan muncul kerajaan-keeajaan kecil di Bali, yaitu kerajaan Badung, Buleleng, Karangasem, termasuk kerajaan Gianyar ini. Desa Langkung kemudian berubah nama menjadi Lebih yang mempunyai 7 banjar yaitu Banjar Lebih Beten Kelod, Banjar Lebih Duur Kaja, Banjar Kesian, Banjar Serongga Kelod, Banjar Serongga Tengah,Banjar Serongga Kaja, Banjar Cebaang.
Sejarah Berdirinya Masing-masing Dusun
Dusun Lebih Beten Kelod;
Nama Dusun/Banjar Lebih Beten Kelod itu diambil dari letak geografisnya yang berada/letaknya di bagian Selatan dan paling rendah atau bawah, yang nama kata Beten mempunyai arti bawah dan Kelod berarti Selatan.
Dusun Lebih Duur Kaja;
Dimana Dusun/Banjar Lebih Duur Kaja kareka secara geografisnya letak wilayah Lebih Duur Kaja, lebih tinggi dari Dusun Lebih Beten Kelod, yang mana Duur mempunyai arti atas dan Kaja berarti Utara.
Dusun Kesian;
Dusun/Banjar Kesian, awalnya berasal dari kata “Kasehan” artinya“Diganti” atau diperbaiki. Sebelumnya, Dusun Kesian disebut Batan Tingkih. Oleh karena suatu hal letak/lokasi Dusun ini dipindahkan ke arah Timur Laut (lokasi sekarang dan beri nama Dusun/Banjar Kasehan kemudian lama-lama menjadi Kesian) hingga sampai sekarang.
Data Penduduk;
Jumlah penduduk Desa Lebih setiap tahunnya meningkat dan luas wilayahnya tetap, sehingga kepadatan penduduknya terus meningkat dan akan menjadi besar bila tidak ditangani secara cepat dan tepat. Penduduk sangat berpengaruh penting dalam pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di segala bidang sehingga penduduk merupakan sumber daya manusia sebagai salah satu faktor penentu dalam pembangunan.
Jumlah Penduduk Laki-laki: 3276 jiwa dan Perempuan: 3406 jiwa. Jumlah KK:1494.
Agama;
Jumlah penduduk Desa Lebih pada umumnya sangat homogen sehingga adat istiadat yang dianutnya masih homogen. Begitupun dengan agama yang dianutnya pun sama yaitu agama Hindu.
Mata Pencaharian;
Desa Lebih adalah suatu desa agraris dan sedang berkembang sehingga mata pencaharian penduduk sangat dipengaruhi oleh keadaan suatu desa. Mata pencaharian penduduk dapat dibedakan sebagai berikut;
- petani : 601 orang
- Buruh : 1173 orang
- Pengrajin : 213 orang
- Jasa : 158 orang
- Pengusaha : 147 orang
- PNS : 389 orang
- ABRI : 52 orang
- Swasta : 318 orangNelayan : 174 orang
Pengumuman Lahan di daerah Desa Lebih , sekarang dipilah menjadi Desa pemukiman 33 ha, tanah sawah 149,3 ha, pertanian lahan kering 2 ha, perkebunan 9,50 ha, hutan 0 ha, dan perikanan 3 ha, serta penggunaan lainnya (fasilitas umum seperti, Pura, Setra, Jalan, Lapangan, dan sebagainya) seluas 8,2 ha.
Itulah Sejarah Desa Lebih kurang lebihnya mohon dimaklumi. Dan semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk Anda. Jika ada saran bisa komen di bawah. Trimakasih.