Semua orang ingin mendekatkan dirinya kepada Tuhan, untuk mohon perlindungan. Perasaan diri dekat dengan Tuhan dapat menyebabkan seseorang merasa tenang dan damai, karena ia yakin bahwa Tuhan akan melindungi dirinya dari malapetaka. Ibarat seorang anak akan merasa dirinya aman dan damai jika ia berada di pangkuan orang tuanya, karena ia merasa dilindungi.
Di samping itu orang yang senantiasa merasa dirinya dekat dengan Tuhan akan memberi pengaruh kesucian pada dirinya, karena Tuhan bersifat Mahasuci. Seperti halnya sebatang besi yang didekatkan dengan besi magnit maka besi itupun akan menjadi magnit pula.
Ada banyak cara orang mendekatkan dirinya pada Tuhan. Salah satu caranya adalah dengan jalan melakukan "sembahyang". Sembahyang adalah salah satu perwujudan dari rasa bhakti manusia kepada Tuhan. Bhakti adalah penyerahan diri sebulat-bulatnya kepada Tuhan dengan tulus ikhlas tanpa ikatan. Sri Krishna pernah bersabda kepada Arjuna sebagai berikut:
Maka dari itu, silakan pusatkanlah pikiranmu kepadaKu, berbhakti kepadaKu, sembahlah Aku, sujudlah padaKu. Setelah melakukan disiplin pada dirimu sendiri dan Aku sebagai tujuan engkau akan datang (mendekat) padaKu
(Bhagawad Gita IX. 34). Yang dimaksud dengan "Aku" di sini adalah Ia Yang Maha Kuasa dan yang dimaksud dengan "Kamu" adalah umatnya.
Dengan demikian ini berarti bahwa dengan bhakti pada Tuhan seseorang akan dapat menyatu padaNya yang mengakibatkan kebahagiaan. Selanjutnya pada bagian lain Sri Krishna pun bersabda sebagai berikut:
"Dengan jalan bhakti ia mengetahui Aku, siapa dan bagaimana Aku sebenarnya dan setelah mengetahui Aku sebenarnya ia seketika menunggal dengan Aku". (Bhagawad Gita XVII. 55).
Jadi di sini jelaslah bahwa dengan jalan "bhakti" itu sendiri seseorang akan dapat mendekatkan dirinya atau manunggal dengan Brahman (Tuhan). Salah satu wujud dari pengamalan bhakti itu adalah sembahyang itu sendiri.
Dalam sembahyang terkandung dua hal penting. Pertama: Pernyataan bahwa penyembah yakin bahwa yang disembahnya itu ada, yaitu Ia Yang Maha Kuasa yang menguasai segala-galanya serta bersifat Maha Pengasih, Maha Bijaksana, dan sebagainya.
Kedua: pernyataan bahwa penyembah menyadari akan kelemahan dan keterbatasan dirinya. Dari kedua pernyataan penyembah terhadap yang disembahnya yang demikian itu melahirkan isi sembahyang itu pada dua hal yaitu: pertama berupa pujaan dan pujian untuk mengagungkan, menyanjung keagungan kemahakuasaan Tuhan dan kedua berupa permohonan-permohonan, seperti permohonan keselamatan, permohonan panjang umur, permohonan agar dibebaskan dari dosa-dosa dan sebagainya.
Hubungan antara pujaan dengan permohonan itu adalah berupa ucapan terima kasih dan konsentrasi. Dari pernyataan pertama akan menumbuhkan sikap tenang namun aktif dan kreaktif, tahan uji atau tidak cepat putus asa, dan jujur. Ia bersikap tenang namun aktif dan kreaktif karena ia menganggap bahwa setiap kerja yang dilakukannya adalah atas nama Tuhan sehingga ia mempersembahkan dan mempertanggungjawabkannya pada Yang Maha Kuasa.
Ia tidak melanggar kehendak Tuhan untuk memenuhi keinginannya. Ia tidak terikat pada hasil kerjanya karena bukan haknya. Hingga hidupnya tenang, karena kegelisahan dan kesusahan sering ditimbulkan oleh keterikatan orang pada harapan-harapannya.
Setiap derita yang dialaminya dianggapnya sebagai ujian dari cinta kasih Tuhan untuk mengukur kemampuan dirinya. Ia tetap saja merasa bersyukur pada setiap apa saja yang menimpa dirinya, baik yang menyusahkan apalagi yang menyenangkan hatinya. Ia akan terhindar dari sikap mental "mengeluh" dan putus asa.
Mengeluh dan putus asa hanyalah suatu penyangkalan terhadap rahmat Tuhan, akibat tidak tahu mengambil hikmahnya. Dengan demikian ia akan tahan uji menghadapi penderitaan hidupnya. Kejujuran akan dapat tumbuh dengan baik. Patut diingat hanya di hadapan Tuhanlah orang akan membuka pintu hatinya selebar-lebarnya.
Di mata orang lain mungkin saja orang akan dapat menyembunyikan perbuatannya, tetapi di mata Beliau orang tak dapat mengelakkan dirinya. Ia harus jujur, karena Tuhan bersemayam dalam lubuk hati manusia. Orang sering berusaha menyembunyikan kejahatan dan dosa-dosanya tapi sebaliknya ia berusaha mempropagandakan kebaikan yang ia lakukan, berbeda dengan penyembah.
Dengan kejujuran ini orang akan dapat membersihkan kekotoran hatinya dan hati yang bersih akan dapat menikmati hidup tenang dan bahagia. Dari pernyataan yang kedua di atas tadi akan dapat menumbuhkan sikap rendah hati, hormat, cinta kasih, sabar, suka bersahabat, dan sebagainya.
Pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan diri penyembah berarti menghapuskan sifat "egoistis" yaitu keangkuhan, seperti merasa diri lebih pandai, lebih kaya dan sebagainya. Sifat egoistis inilah sesungguhnya menggelapkan hati manusia. Dengan terhapusnya egoistis ini maka akan muncullah sifat mulia seperti: rendah hati, cinta kasih, sabar dan sebagainya.
Sembahyang yang baik akan dapat membangun pribadi yang berbudi pekerti luhur.