- Upacara atau upakara
- Hari suci atau piodalan
- Rangkaian upacara
- Pelaksanaanya di tempat suci (pura)
- Adanya Tapakan Kerauhan
- Dilaksanakan umat (pengempon pura)
- Adanya prosesi sakralisasi dan lain sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut kekuatan suci yang masuk dalam tubuh Tapakan/Pengadegan Kerauhan adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya. Akan tetapi jika tanpa adanya faktor-faktor diatas terjadi kerauhan pada seseorang maka itu lebih tepat dikatakan kerasukan. Dan perlu dipertanyakan apa yang merasuki orang tersebut.
Jenis-Jenis Kerauhan
Jenis-jenis Kerauhan dalam ritual upacara secara umum dapat dikategorikan menjadi 4 yaitu sebagai berikut:
- Merangkak (tubuh menyentuh tanah) Kerauhan dengan gerakan merangkak, yang merasuki tubuh Tapakan/Pengadegan Kerauhan adalah ancangan (kendaraan suci) Ida Bhattara/Bhattari.
- Ngurek (menusuk diri dengan senjata tajam) Kerauhan dengan gerakan Ngurek yang merasuki adalah pepatih Ida Bhattara/Bhattari.
- Menari-Nari, Kerauhan dengan gerakan menari-nari yang merasuki adalah widyadara/widyadari
- Diam Kerauhan dengan tanpa gerakan (diam) yang merasuki adalah Ida Bhattara/Bhattari
Waktu-Waktu Kerauhan
Waktu Kerauhan dalam ritual agama Hindu di Bali dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu waktu umum dan khusus. Secara umum waktu Kerauhan dapat dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu :
- Nedunang Ida Bhattara Nedunang Ida Bhattara berarti menghadirkan Ida Bhattara yang berstana di sebuah Pura. Biasanya Upacara Nedunang ini tidak sembarangan dilakukan, tentunya ada beberapa persyaratan yang dilaksanakan yaitu adanya upacara, adanya orang suci yang menghadirkan Beliau, adanya sarana upacara sebagai persembahan.
- Nglungang Ida Bhattara Upacara ini berlangsung setelah Upacara Nedunang Ida Bhattara. Jadi ketika Ida Bhattara telah hadir diundang ke dunia, maka Beliau diiring ke pesucian atau ke beji oleh pengempon pura. Dengan Ida Bhattara distanakan di sebuah jempana yang dibuat khusus dengan kayu pilihan untuk diiring kepesucian. Prosesi Nglungang ini diikuti oleh para pengempon pura, penabuh gamelan dan beberapa Tapakan Kerauhan.
- Ngwaliang Ida Bhattara Pada prosesiNgwaliang/Mapamit Ida Bhattara/Bhattari dari Pura Beji. prosesi ini dilaksanakan apabila Ida Bhattara/Bhattari telah menyucikan Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit dengan diakhiri persembahyangan bersama, maka Ida Bhattara/Bhattari akan kembali ke parhyangan masing-masing. Prosesi ini pastinya diawali dengan suara genta, gemalan dan jempana dipundut serta berbagai atribut kelengkapan beriringan membentuk barisan berjajar dua. Tentunya kembali secara spontan Tapakan Kerauhanmulai menunjukkan fenomena Kerauhan dengan perilaku menujuparhyangan masing-masing. Setelah tiba di parhyangandilaksanakan Upacara Pemendakan dan Tapakan Kerauhan pun seperti biasa menunjukkan kekuatan suci Ida Bhattara yang telah merasuki dirinya dan disadarkan dengan diperciki tirtha (air suci) dari Pura tersebut.
Sedangkan waktu khusus dapat juga dibagi menjadi 3 yaitu pada waktu kurangnya sarana upacara, pada waktu puncak upacara dan ketika beliau memberikan nasehat atau bawos.
Sejata Dalam Kerauhan
Senjata yang telah dipersiapkan bukanlah untuk menakuti umat, melainkan memiliki simbol yaitu sebagai penghancur segala kekotoran atau yang sifatnya negatif. Dalam agama Hindu paradewa juga disimbolkan membawa senjata yang disebutAyudhadevata. Ayudha berarti “yang dibawa waktu perang”. Senjata para dewa itu pada umumnya dibedakan dalam 3 jenis, yaitu:
- Praharana: Senjata yang dipakai memukul seperti tombak dan pedang.
- Panimukta: Senjata yang ditembakan atau dilemparkan seperti cakram.
- Yantramukta: Senjata yang dilemparkan menggunakan tenaga atau alat tertentu seperti panah dengan bantuan busur.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pada tradisi kerauhan dalam ritual upacara agama Hindu adalah ketika kerauhan yang merasuki bukanlah roh jahat atapun setan. Melainkan roh yang suci atau baik yang akan memberikan petunjuk bagaimana melaksanakan ritual, sehingga melalui Kerauhan itu masyarakat dapat mengetahui apakah ritualnya itu lengkap, sempurna, atau kurang. Dan Kerauhan yang selalu terjadi pada setiap upacara khususnya Upacara Dewa Yadnya ditafsirkan sebagai unsur yang mengesahkan proses pelaksanaan ritual.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika ada penjelasan yang kurang lengkap ataupun kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…