Pura Dalem Puri; Sedikit Cerita Tentang Sorga dan Neraka Hindu Bali

Letak Pura Dalem Puri ini kurang lebih satu kilometer di barat Pura Penataran Agung Besakih. Di pura ini divisualisasikan keberadaan sorga dan neraka sesuai dengan konsep ajaran Hindu Siwa Sidhanta.

Di areal Pura Dalem Puri di samping ada pelinggih atau bangunan suci tempat memuja Tuhan sebagai Batari Uma Dewi ada juga areal yang letaknya di luar pembatas pura yang disebut Tegal Penangsaran simbol Neraka Loka. Pura Dalemnya yang ada di jeroan atau dalam tembok pembatas pura simbol Sorga.

Neraka. Roh orang yang dalam kehidupannya di dunia ini lebih banyak berbuat sharma daripada adharma akan diterima di Pura Dalem Puri. Sedangkan roh orang yang selama hidupnya di dunia lebih banyak adharmanya akan masuk neraka yang disimbolkan atau divisualisasikan dengan Tegal Penangsaran. Roh atau Atman yang berada di Tegal Penangsaran dapat berpindah ke areal di dalam Pura Dalem Puri apabila keturunannya melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk menebus dosa-dosa leluhur, keturunan dan diri sendiri haruslah dengan perbuatan dharma yang berguna bagi semua pihak.

Pura Dalem Puri ini adalah hulunya Pura Dalem Kahyangan Tiga di setiap desa pakraman di Bali. Kalau melangsungkan upacara Nuntun Dewa Pitara ke pura pemujaan keluarga yang disebut Merajan itu sesungguhnya tidak mutlak harus ke Pura Dalem Puri. Hal itu dapat dilakukan di Pura Dalem di Kahyangan Tiga di desa pakraman. Tetapi tidak salah juga kalau memang ada yang Nuntun Dewa Pitara-nya ke Pura Dalem Puri di Besakih.

Dewa Pitara yang distanakan di Merajan Kamulan itu dapat disembah sebagai Batara Hyang Guru oleh pratisentana-nya. Kata ”Batara” dalam bahasa Sansekerta artinya pelindung. Kata ”Batara” ini telah mewarga ke dalam bahasa Jawa Kuno dan bahasa Bali. Sedangkan kata ”Hyang” dalam bahasa Jawa Kuna artinya suci. Jadinya roh yang telah suci itulah yang dapat disembah sebagai Batara Hyang Guru.

Etika Menanam Ari-ari - Ini Makna dan Artinya, Kita Wajib Tahu!

Etika Menanam Ari-ari - Ini Makna dan Artinya, Kita Wajib Tahu!

Dalam tatwa Kanda Pat disebutkan bahwa Ari-ari adalah salah satu dari 4 saudara gaib manusia, atau disebut Catur Sanak dalam ajaran Bali, yaitu air ketuban, darah, selaput ari, dan ari-ari. Merekalah yang menemani manusia dari lahir hingga akhir hayat. Saat bayi lahir maka ada upacara khusus yang harus dilakukan untuk menanam ari-ari si bayi.

Saat menanam pun memiliki etika, kalau bayi laki-laki ditanam dibagian kanan pintu rumah dari kita menghadap ke halaman rumah, sedangkan bagi bayi perempun dibagian kiri. Kemudian diatasnya ditanami pohon pandan dan batang kantawali, sebatang buluh guna memasukkan air nantinya ke ari-ari tersebut kemudian diletakkan sebuah batu kali. Diatas batu diletakkan sebuah lampu Bali dan dibiarkan tetap menyala sampai bayi kepus pusar, kemudian ditutup dengan sangkar ayam. Dibagian hulu dari ari-ari ditancapkan sanggah tutuan.

Makna dan tujuan yang terkandung pada upacara saat bayi baru lahir yaitu :

  • Sang Anta Preta, sebutan dari air ketuban sebagai personifikasi saudara tertua dari sang bayi sebagai pengantar bayi lahir ke dunia. 
  • Sang Kala, sebutan darah yang saat melahirkan yang membantu bayi keluar. Sang Bhuta, sebutan untuk selaput ari yang membungkus tubuh bayi, sebagai penetralisir suhu udara sebelum maupun saat lahir. 
  • Sang Dengen sebutan untuk ari-ari yang ikut lahir sebagai sumber kehidupan bayi dalam kandungan.

Batu Kali

Bermakna sebagai permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi agar sang bayi dianugrahi panjang umur.

Tanaman Pandan

Menyimbolkan buaya putih sebagai penjaga bayi terhadap gangguan ilmu hitam.

Lampu Bali

lampu ini berbahan bakar minyak kelapa (nyuh surya) yang dicampur dengan minyak lampu wayang. Melambangkan Sanghyang Surya Candra, simbol penerang kehidupan sang bayi.

Sangkar Ayam

Lambang kekuatan maya Sang Hyang Widhi dan sebagai Cakra Wala (batas pandang alam semesta) yang menjadi pelindung bayi.

Sanggah Tutuan

Merupakan simbul dari stananya Sang Hyang Maha Yoni sebagai Dewa pengasuh sang bayi.

Itulah etika Menanam Ari-ari dan maknanya, semoga sang anak menjadi anak yang sudarhma, astungkara.

Ulang Tahun Boleh, Otonan Wajib. Waktu Otonan, Banten Otonan, Doa Meotonan, Lengkap!!!

Ulang Tahun Boleh, Otonan Wajib. Waktu Otonan, Banten Otonan, Doa   Meotonan, Lengkap!!!

Apakah Anda sering merayakan Ulang tahun dibandingkan Otonan? Atau jarang meotonan, hanya ulang tahun saja?! Tapi yang jelas  Otonan dan ulang tahun beda ulang tahun 1 tahun sekali dan Otonan 6 bulan sekali. Sebagai orang Hindu wajib ya meotonan, walaupun sarananya kecil. 

Bagaimanakah tata cara yang benar saat ‘meotonan? Pertanyaan seperti itu sering muncul dari orang tua terutama sang ibu yang akan mengotonin anaknya. Seperti, apa saja bantennya, bagaimana langkah-langkahnya, dan apa saja bantennya? Silakan simak dibawah ini!

Waktu yang baik melaksanakan Otonan jam 6,7,8, malam. Persiapan penggunaan Banten sebenarnya fleksibel, namun beberapa masyarakat menggunakan banten seperti tumpeng lima dan tumpeng telu.Pada banten tumpeng lima berisi banten :
  • Pengambean
  •  Dapetan 
  •  Peras 
  •  Pejati
  •  Sesayut
  •  Segehan 
Sarana-sarana lain seperti, Bija, Dupa, Toya Anyar, Tirta Pelukatan, dan Tirta Hyang Guru.

Tahapan-tahapan Sebelum memulai, sang ibu wajib ngayab (menghaturkan) banten kehadapan Sang Hyang Atma. sebagai pertanda bahwa inilah hari dimana beliau manumadi (menjelma). Dilanjutkan menghaturkan Segehan ring sor ( bawah ) bale atau tempat anaknya me’oton’.

Memohon kepada Sang Hyang Butha Kala agar prosesi berjalan lancar, terbebas dari mara bahaya. Selanjutnya ritual otonan dapat dimulai. Pertama adalah mesapuh-sapuh, yaitu mengusap telapak kanan anak dengan Buu, dimulai dari tangan kanan kemudian tangan kiri, diiringi dengan sesontengan ‘Ne cening, jani cening mesapuh-sapuh, apang ilang dakin liman ceninge, apang kedas cening ngisiang urip’ dilanjutkan mengusap dengan toya anyar.

Mesapuh-sapuh bertujuan untuk menghilangkan mala atau leteh pada badan kasar yang bersangkutan. Dilanjutkan dengan masegau atau matepung tawar, yaitu mengusap kedua tangan yang bersangkutan dengan don dapdap. ‘Niki cening, jani cening masegau, suba leh liman ceninge melah-melah ngembel rahayu’.

Selanjutnya yang bersangkutan diberi tirta pelukatan. Maknanya adalah, menyucikan, menetralisir kembali Sang Hyang Atma. Agar jiwa yang bersangkutan senantiasa suci, melah (baik), ngembel (dalam genggaman) dan rahayu (keselamatan).

Dilanjutkan dengan Matetebus. Ambil dua helai benang, pertama diletakan di atas kepala sisanya dililit dipergelangan tangan kanan yang bersangkutan, diiringi sesontengan.

‘’Nah cening-cening ne magelang benang, apang ma uwat kawat ma balung besi.

Setelah itu yang bersangkutan diberi tirta Hyang Guru. Ini memiliki makna agar yang bersangkutan memperoleh kesehatan dan keselamatan lahir batin, selalu diberi perlindungan oleh sang pencipta. Yang terakhir adalah Ngayab Sesayut diputar 3 kali searah jarum jam diiringi sesontengan ‘’Ne cening ngilehang sampan, ngilehang perahu, batu mokocok, tungked bungbungan, teked dipasisi napetang perahu bencah” . Sebagai pengenteg bayu, bermakna untuk memohonkan agar yang bersangkutan tetap pendirian serta berkepribadian stabil (tidak labil) didalam menjalani kehidupannya.
Dari meotonan filosofi yang dapat diperoleh antara lain, diawali Masesapuh, yakni pembersihan badan kasar dari segala leteh atau mala.

Kemudian Matepung tawar/Masegau, sebagai sarana untuk menyucikan kembali jiwa atau Sang Hyang Atma, lalu menghubungkan serta menguatkan kembali badan kasar dengan Sang Hyang Atma melalui benang tebus, dan diakhiri dengan mestabilkan pikiran (Ngayab sesayut pengenteg bayu).


Ada sedikit varian prosesi Otonan di beberapa daerah, Nah Bagaikamana Proses Otonan di Tempat Kamu?

Campah! Ini Tempat Mebanten Saiban dan Doa-Maknanya! Bukan Sesuka Hati dan Sembarang Tempat

Campah! Ini Tempat Mebanten Saiban dan Doa-Maknanya! Bukan Sesuka Hati dan Sembarang Tempat
Rahajeng seneng/selamat pagi Semeton-saudara Hindu Dharma dimanapun Kalian berada, masak apa hari ini? Hehe... Sampun membuat Banten saiban? Menjadi seorang Umat yang patuh dalam menjalankan Upakara akan selalu mendapat lindungan dan keselamatan, Kerahayuan.

Mungkin ada Umat yang belum tahu menaruh Banten Saiban dan mungkin jaga hanya menaruhnya sesuka hati atau di sembarang tempat?! Jangan campah... Mari perbaiki mulai sekarang... Dan mungkin belum tau doa mesaiban? Maka dari itu izinkan blog payanadewa.com ini membagikan hal yang berguna untuk kerahayuan jagat.

Nah, jika sudah kami lanjutan tempat dan doa mesaiban mulai dari:

Di Dapur
a. Tempat Beras
  •  Doa : Om Sri Dewya Namah Swaha
  •  Arti     :  Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai penguasa Amertha, hamba bersujud pada-Mu.
b.    Kompor / Tungku
  • Doa  :   Om Sang Hyang Tri Agni Ya Namah Swaha
  • Arti  : Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Agni, sebagai penguasa penerang dalam kegelapan, sebagai sumber energi bagi kehidupan, hamba bersujud pada-Mu.
c. Tempat Air
  • Doa  : Om Gangga Dewya Namah Swaha
  • Arti : Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Dewi Gangga, hamba bersujud pada-Mu.
d. Pelangkiran
  • Doa : Om Dewa Datta Ya Namah Swaha
  • Arti :  Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Purusa Predana, sebagai sumber dari kehidupan, hamba bersujud pada-Mu.
2.  Di Sumur
  • Doa  : Om Ung Wisnu Ya Namah Swaha
  • Arti  :  Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Wisnu, penguasa Air kehidupan, hamba bersujud pada-Mu.
3.  Lubang Saluran Air Limbah
  • Doa  :  Ih Sang Kala Sumungsang Ya Namah
  • Arti  :  Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Kala Sumungsang, hambaa bersujud pada-Mu.
4. Di Merajan

a.    Kemulan
  • Doa : Om Ang, Ung, Mang Paduka Guru Ya Namah Swaha
  • Arti  :  Ya Tuhan, dalam wujud Wijaksara Ang-Ung-Mang atau Tri Guru, hamba bersujud pada-Mu.
b.    Taksu
  • Doa  : Om Ang, Ung, Mang Paduka Guru Ya Namah Swaha
  • Arti : Ya Tuhan, dalam wujud Wijaksara Ang-Ung-Mang atau Tri Guru, hamba bersujud pada-Mu.
c.   Sri Sedana
  • Doa : Om Kuwera Dewa Ya Namah Swaha
  • Arti  : Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Sang Hyang Kuwera, sebagai penguasa kekayaan, hamba bersujud pada-Mu.
d.  Tugu Capah
  • Doa :Om Sang Hyang Durga Maya Ya Namah
  • Arti : Ya Tuhan, dalam wujud Durgamaya sebagai saktinya Siwa, penguasa atau dari Butha Kala, hamba bersujud kepada-Mu.
e.    Penglurah
  • Doa : Om Anglurah Agung Bhagawan Penyarikan Ya Namah Swaha
  • Arti :  Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Anglurah sebagai perantara bagi Sang Anembah dengan Sang Kasembah, hamba bersujud kepada-Mu.
5.  Tugu Penunggun Karang
  • Doa :  Om Ang, Ung, Mang Paduka Guru Ya Namah Swaha
  • Arti :  Ya Tuhan, dalam wujud Wijaksara Ang-Ung-Mang atau Tri Guru, hamba bersujud pada-Mu.
6.  Pengijeng
  • Doa : Om Sang Hyang Indra Blaka Ya Namah Swaha
  • Arti  : Ya Tuhan, dalam wujud sebagai penguasa alam, hamba bersujud pada-Mu.
7.   Pengadang-adang
  • Doa : Om Sang Maha Kala, Nandikala Boktya Namah
  • Arti : Ya Tuhan, Nandi Kala sebagai penjaga pintu masuk, hamba menghaturkan persembahan semoga berkenan.
8. Pintu Masuk
  • Doa :  Om Sang Hana Dora Kala Ya Namah
  • Arti : Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Dorakala, hamba bersujud kepada-Mu.
9. Tempat Ari-Ari
  • Doa : Ih, Anta, Preta, Bhuta, Kala Dengen, Ya Namah
  • Arti : Ya Anta, Preta. Butha, Kala Dengen hamba bersujud pada-Mu.
Berikut adalah Mantra tambahan untuk keluarga yang memiliki Pelinggih yang lengkap.

Panglurah Telenging Segara:
  • Doa : Ih, Ah Ing Panglurah Telengin Segara ya namah swaha.
  • Arti  : Ya Tuhan, dalam wujud Penglurah Telenging Segara, hamba memuja Mu.
  • Tugu Penyarikan:
  • Doa  : Ih, Ah Ing Panglurah Agung ya namah swaha.
  • Arti   : Ya Tuhan, dalam wujud Panglurah Agung, hamba memuja Mu.
Gedong Hyang:
  • Doa :  Om Ung Prajapatya namah, Om Mang Mataya namah, Om Tang Prapita ya namah, Om Ing Paramataya ya namah.
  • Arti : Ya Tuhan, dalam wujud Mu sebagai Prajapati, Mataya, Prapita, Paramataya, hamba bersujud dihadapan Mu.
Pelinggih Menjangan Saluwang:
  • Doa  : Om Ah Sukla Dewi Maha Laksmi Sri Giri Pati Sukla Pawitrani swaha.
  • Arti  : Ya Tuhan, dalam wujud Dewi Maha Laksmi Sri Giri Pati, hamba menghaturkan sembah sujud kehadapan Mu.
Gedong Agung:
  • Doa  : Om Giripati ya namah swaha
  • Arti  : Ya Tuhan, dalam wujud Giripati, hamba bersujud dihadapan Mu.
Gedong Sari:
  • Doa : Om Sri Laksmi Dewi ya namah swaha.
  • Arti : Ya Tuhan, dalam wujud Dewi Sri Laksmi, hamba bersujud dihadapan Mu.
Itulah Tempat Mebanten Saiban atau Ngejot, Beserta Doanya, semoga Bermanfaat...

Om Santih, Santih, Santih Om

Genah/Tempat Pengijeng Karang Yang Benar. Ini Deritanya Jika Salah Tempat!

Genah/Tempat Pengijeng Karang Yang Benar. Ini Deritanya Jika Salah Tempat!
Berbeda daerah berbeda lagi adat dan budayanya, dan juga mungkin karena pekarangan rumah yang sempit dan mungkin juga di tambah dengan petunjuk yang keliru. Namun, jika sudah salah menempatkan pengijeng karang kesakitan yang akan didapat.

Pelinggih Pengijeng Karang atau juga disebut dengan Penunggun Karang yang merupakan salah satu bangunan suci, dan Stana Ratu Made Kalang Kajeng. Beliau berada dibawah perintah Dewa Mahadewa, dan sebisa mungkin Pelinggih Pengijeng Karang berada di posisi Kaja Kauh (barat laut) dalam pekarangan rumah.

Kesalahan Meletakan/Melinggihkan Pengijeng Karang, Maka Kesakitan yang Akan Didapat Antara Lain Sebagai Berikut; 

  1. Jika Penunggun Karang berada didalam merajan/sanggah kemulan, akibatnya akan Medah selisih paham, dan penghuni rumah akan sering bertengkar, mudah sakit kepala, tidak betah di rumah, gampang dimasuki orang yang mempunyai niat tidak baik.
  2. Penunggun Karang Berada diposisi Kaja Kangin, penghuni rumah mudah selisih paham, sering diganggu oleh manusia sakti, kios boros.
  3. Penunggun Karang yang posisinya menghadap ke barat, menyebabkan penghuni rumah sering sakit kepala bagian belakang, sering mendapat serangan magic/ilmu hitam.
  4. Penunggun Karang yang tidak memiliki penyengker (sengker tembok), menyebabkan penghuni rumah kios boros, inguh.
  5. Penunggun Karang Tabrak Lebih, menyebabkan penghuni rumah sering sakit pinggang dan punggung.

Pelinggih Pengijeng Karang tidak perlu mewah. Jika posisinya memang benar dan mengetahui siapa yang berstana dan mengerti cara berdoa sebagai Umat yang benar, maka pasti akan mendapatkan panugrahan dari beliau. 

Ingat, para Umat Hindu Tuhan bukanlah preman yang bisa disogok dengan upakara besar, dan Tuhan bukan pula artis yang senang dipuji-puji.

Jika kesalahan menempatkan Penunggun Karang maka kesakitan lah yang akan didapat, dan jika benar menempatkannya maka akan kebahagiaan lah yang akan didapat. 

Semoga tulisan sederhana ini membuat kita lebih dekat dengannya. Rahayu, Rahajeng jagatgita.

Makna dan Tempat Untuk Nunas Tirta Penembak (Budaya Bali) Patut Kita Ketahui

Makna dan Tempat Untuk Nunas Tirta Penembak (Budaya Bali) Patut Kita Ketahui

Tirta penembak atau pemanah adalah air campuhan yang hening diperoleh pada tengah malam yang diambil pertama dari hilir ke hulu di sebuah sungai atau sumber air yang nantinya digunakan saat memandikan sawa dalam upacara pengabenan. Jenis dan makna tirta pengabenan ini mengandung makna membersihkan jasad orang yang meninggal dunia dari kotoran-kotoran lahir dan batin.

Dalam sebuah kisah gugurnya Rsi Bhisma, diceritakan bahwa awalnya air untuk membersihkan badan diminta kepada Duryudana, diberikan menggunakan tempayan emas, tapi ditolak, sebagai simbul penolakan segala gemerlap duniawi.

Namun Arjuna menggunakan dua panah dipanahkan keatas kemudian panah pertama jatuh diatas kepala Resi Bisma, dan panah yang satunya lagi jatuh di kaki. 

Oleh karena itu pembersihan harus dimulai dari kepala. 

Dari sini diambil filosofi Toya Penembak yang diambil dari Campuhan pada tengah malam tanpa lampu (gelap) dan diambil oleh sanak keluarga. 

Maknanya sebagai sarana pemrelina mantuk maring Sangkan Paran (Ah … Ang) dan untuk menetralisir awidyanya sang lampus. 

Toya Penembak: pe = pemutus; nembak = pembuka jalan. 

Tirta Penembak: untuk memutuskan agar terbentuk jalan ke Sunya Mertha. Semoga bermanfaat.



Umat Hindu Wajib Tahu Makna Janur di Setiap Upakara Yadnya, Simak Yuk

Umat Hindu Wajib Tahu Makna Janur di Setiap Upakara Yadnya, Simak Yuk

Umat se-dharma, dalam setiap kegiatan keagamaan umat Hindu tidak pernah lepas dari penggunaan Janur sebagai sarana pokoknya terutama dalam majejahitan  membuat sarana banten / upakara yadnya oleh sang sarati banten.

Janur sesuai warnanya berwarna kuning melambangkan kemakmuran dan kesemarakan serta  mengandung Vibrasi dan kesucian, serta berbagai macam bentuk tetuasan melambangkan kelanggengan dan kesungguhan hati sang Yajamana, di samping itu membuang bagian tepi dari janur sebagai perlambang  membuang keangkuhan, keserakahan dan kesombongan dalam meyadnya.

Oleh karena itu, sebagai umat Hindu sudah menjadi kewajiban setiap pelaksanaan upacara yadnya menggunakan janur dari daun Kelapa, mengingat kelapa mengandung makna filosopi yang sangat dalam bagi umat Hindu di mana  buah kelapa yang menunjukan kematangan ternyata di dalamnya mengandung air yang selalu dijaga kemurniannya dan memberikan kehidupan. Batang dari pohon kelapa mencerminkan kedewasaan sebagai  inspirasi ketika dewasa baru akan diberikan buah untuk di jaga sampai buahnya matang, dan ini juga sebagai cermin bagi umat  Hindu selalu menjalankan proses kehidupan sesuai dengan Tahapan tahapan hidup sesuai  Catur Asrama. (usana Bali)

Datang Bulan Boleh Kok Sembahyang, Simak Penjelasannya Disini

Datang Bulan Boleh Kok Sembahyang, Simak Penjelasannya Disini

Pertanyaan di atas acap kali terlontar dari para remaja putri Hindu, yang sudah akil balik alias sudah mengalami pancaroba dalam jasmaninya yaitu dalam bentuk menstruasi atau yang lasim disebut datang bulan. Artikel ini di kutip dari tulisan I Gede Sudarsana (Warta Hindu Dharma).

Pada kondisi ini para ABG (anak baru gede) biasa menyebut dirinya dengan ungkapan "duh ! lagi dapet nih", tersirat jelas dari ungkapan tersebut bernada keluhan, bahwa tidak dapat dipungkiri pada kondisi demikian sedikit tidaknya menganggu aktivitas mereka, sekurang-kurangnya mereka tidak beraktivitas sebebas pada kondisi normal.

Sebagaimana nilai-nilai etika yang berlaku pada umumnnya, bahwa segala sesuatu yang sudah terlepas atau keluar dari badan/jasmani manusia, maka sesuatu tersebut dipandang kotor, seperti misalnya rambut, jika masih melekat di kepala ia akan menjadi mahkota seseorang tetapi jika sudah terlepas dari kepala dan berada pada bukan tempatnya misalnya berada pada makanan maka itu dipandang kotor. Contoh lain, air liur/ludah/ jika masih di mulut tidak seorangpun memandang itu kotor, tapi jika sudah diludahkan/dikeluarkan dari mulut maka siapapun akan jijik olehnya dan memandang itu kotor.

Demikian pula orang yang mengalami datang bulan, dipandang kotor karena memang sejatinya ada darah kotor keluar dari salah satu organ tubuhnya, pada kondisi ini dalam bahasa agama Hindu orang tersebut disebut dalam keadaan cuntaka.

Karena paradigma inilah, kemudian sebagian kaum hawa berasumsi bahwa pada kondisi ini mereka tidak boleh sembahyang (Tri Sandhya) karena menganggap dirinya kotor sebab sedang dalam keadaan cuntaka, dan memandang dirinya tak layak untuk memuja/menghubungkan diri dengan yang maha suci Hyang Widhi. Terhadap fenomena tersebut di atas, lantas timbul pertanyaan, benarkah orang yang sedang datang bulan tidak boleh sembahyang?

Menurut theologi Hindu, Tuhan/Hyang Widhi itu bersifat "Wyapi wayapaka nirwikara", yang artinya Tuhan ada dimana-mana, namun tidak terpengaruh oleh yang ada. Hal senada pun dinyatakan dalam kitab Svetra Upanisad VI.II, menguraikan sebagai berikut:

Eko dam saroa bhutesu gudas

Sarva vyapi saiva bhintantar-atma

Karmadhyaksas sarva bhuta drivassas

Saksi ceta kevalo nirgunasca.

Artinya:

Tuhan yang tunggal bersemayam pada semua makhluk,

Menyusupi segala inti hidupnya semua mahluk,

Hakim semua perbuatan yang berada pada semua makhluk,

Saksi yang mengetahui, yang tunggal, bebas dari kualitas apapun.

Merujuk pada sumber kitab suci di atas, jelaslah bahwa Tuhan itu tidak akan terpengaruh oleh yang ada di dunia ini (termasuk ciptaan-Nya), Tuhan terbebas dari kualitas apapun. Jadi demikian bagaimanpun kondisi kita, suci ataupun cuntaka, datang bulan ataupun tidak, itu tidak akan berdampak apapun terhadap keberadaan Tuhan yang maha suci. Tuhan tidak akan terpengaruh oleh unsur-unsur duniawi. Jika demikian jelaslah terjawab bahwa bagaimanapun kondisi kita, aktivitas sembahyang (Tri Sandhya) itu tetap dapat dan wajib dilakukan, dan jika dalam keadaan cuntaka tentu dengan tidak mengunjungi tempat suci (Pura). Mengapa demikian?, Oleh karena justru pada saat cuntakalah kita lebih intensif bersembahyang/ mendekatkan diri pada Tuhan, sebab saat itu tentunya membutuhkan tuntunan dan pertolongan Tuhan agar kita bisa mengendalikan ketidaksetabilan tersebut.

Dalam agmama Hindu ada dua cara memuja Tuhan yaitu Niwerti Marga dan Prawerti Marga. Pada kondisi cuntaka seyogyanya aktivitas sembahyang (Tri Sandhya) dilakukan dengan cara Niwerti Marga adalah memuja Tuhan dengan jalan ke dalam diri, yaitu melakukan pemujaan dengan manasa japa, mengulang-ulang mantra suci dalam hati.

Pada konteks ini memuja Tuhan dengan jalan ke dalam diri, dapat diinterpretasikan yaitu memuja Tuhan dengan jalan tidak melakukan rutinitas kita keseharian, artinya tidak menuju ke tempat-tempat suci seperti : sanggah/ merajan, apalagi ke Pura umum. Aktivitas sembahyang (Tri Sandhya) dapat dilakukan dalam kamar sendiri jika di rumah dan di kelas jika di sekolah serta di kantor jika sedang bekerja.

Sedangkan pada kondisi normal atau tidak dalam keadaan cuntaka dapat melakukan kedua cara memuja Tuhan yaitu Niwerti Marga dan Prawerti Marga, yang dimaksud dengan Prawerti Marga adalah memuja Tuhan dengan maju keluar dari dirinya. Bergerak kedepan di luar diri itu berarti mengarahkan pemujaan kepada Tuhan dengan media bhuana agung/alam semesta raya di luar diri kita, ini berarti melakukan pemujaan dengan menggunakan media tempat suci yang sejatinya merupakan simbol alam semesta itu sendiri yang merupakan sthana dari Tuhan, yaitu dengan cara memuja Tuhan ke tempat-tempat suci, (pura).

Mengapa jika dalam keadaan cuntaka tidak boleh ke tempat suci?, hal ini disebabkan yaitu oleh karena orang yang cuntaka adalah orang yang dalam keadaan tidak seimbang dalam dirinya. Ketidak seimbangan diri itu dapat menimbulkan vibrasi buruk. Vibrasi buruk ini dapat merusak vibrasi orang lain yang sedang berada di tempat suci untuk mengupayakan memunculkan vibrasi suci dalam dirinya guna dapat menghubungkan diri dengan Tuhan yang maha suci, dan dikhawatirkan pula nantinya dapat berpengaruh vibrasi kesucian dari tempat suci yang dikunjungi oleh orang yang sedang dalam keadaan cuntaka tersebut.

Karena itu ke tempat-tempat suci pemujaan umum tidak dibolehkan guna menghindarkan vibrasi buruk tersebut mempengaruhi orang lain dan mempengaruhi vibrasi kesucian tempat suci, sebab kedua hal ini merupakan unsur duniawi sehingga masih dapat dipengaruhi, sedangkan Tuhan tidak akan pernah terpengaruh oleh apapun dan siapapun, Beliau tetap suci walau apapun yang terjadi.

Konsep; Tujuan Hidup Dalam Hindu... Mari Kita Renungkan Tujuan Hidup Kita Ini Untuk Apa!

Konsep; Tujuan Hidup Dalam Hindu... Mari Kita Renungkan Tujuan Hidup Kita Ini Untuk Apa!

Sesungguhnya setiap kelahiran, seorang manusia membawa perannya masing-masing. Manusia yang telah melakukan perenungan secara mendalam dengan pikiran yang jernih akan bertanya, apa sesungguhnya yang menjadi tujuan hidupnya. Ada dua macam tujuan hidup manusia yaitu tujuan duniawi dan tujuan spiritual. Tujuan duniawi berupa harta benda sebagai penopang kehidupan ini, sedangkan tujuan spiritual, yaitu keinginan untuk bersatu kepada yang hakekat dan asal yang sesungguhnya.

Dalam Hindu, tujuan hidup manusia dikemas dalam konsep Catur Purusartha, yaitu: Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Konsep Dharma merupakan ajaran kebenaran, sebagai pandangan hidup, tuntunan hidup manusia. Artha yaitu yang berupa materi sebagai penopang kehidupan. Kama merupakan keinginan dan Moksa yaitu bersatunya sang diri atau Jiwatman dengan Paramaatman. Jadi jelas dalam hidup manusia selalu memerlukan artha, kama dan moksa.

Namun, kecenderungan manusia yang lupa terhadap tujuannya karena pengaruh kenikmatan duniawi telah mengubah prilaku manusia untuk menyimpang dari ajaran kebenaran. Kenikmatan duniawi tiada berkesudahan ini mempengaruhi perilaku manusia sehingga jalan apapun terkadang dihalalkan. Sesuai dengan tujuan yang mesti dicapai manusia yaitu suatu penyatuan kepada yang tertinggi, maka ini dibarengi dengan tindakan yang searah dengan tujuan tersebut.

Tujuan tersebut mustahil akan tercapai jika arah dan jalan yang ditempuh itu salah. Maka hal pertama yang menjadi tugas manusia adalah menjalankan Dharma dan menjalankan etika serta ajaran-ajaran yang mulai dilupakan maka keseimbangan dunia akan terganggu. Manusia memiliki tanggungjawab untuk menjaga keseimbangan tersebut. Dengan pikiran yang dimiliki, manusia mampu membuat kehidupan ini menjadi baik maupun hancur. Untuk itulah, tugas dan kewajiban utama manusia adalah mengamalkan dan melaksanakan ajaran Dharma (kebajikan yang utama), dengan melaksanakan berbagai yadnya demi terjaganya keseimbangan alam semesta.

Nah, dalam mewujudkan yadnya itu, manusia mengenal apa yang dikenal dengan istilah ekonomi, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu e6eio (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan uiio (nomos) yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Secara lebih makro, konsep ekonomi tak bisa dipisahkan dengan barisan kata kesejahteraan dan kemakmuran. Dalam Kitab Sarasamuscaya, ekonomi itu sendiri adalah Artha, yang tentunya telah diketahui menjadi bagian dalam catur purusa artha bersama Dharma sebagai dasar, Kama sebagai motivasi, dan Moksa sebagai tujuan Akhir.

Sejak era Adam smith dalam menumbuhkan kata Kapitalisme sebagai keberlanjutan serta dekontruksi sosial atas mazhab Merkantilisme, maka hal terpenting dari ajaran Adam Smith, yaitu paham Kapital itu dengan perlakuan yang sesuai adalah akan memberikan pemerataan yang sesuai dari lapisan atas sampai pula ke lapisan terbawah. Jadi bahwa dengan pemerataan itu maka roda perekonomian dengan cara meningkatkan produksi di saat memiliki kapasitas produksi, kemudian akan berlanjut menuju kesejahteraan yang diusahakan secara merata baik diri sendiri, atau dengan berkelompok. Adam Smith juga mengajarkan moralitas dalam bentuk "kasih" yang dilaksanakan untuk menuju suatu perbaikan sampai pada kesejahteraan itu sendiri.

Kembali pada kata ekonomi sendiri, maka harus diingat prinsip ekonomi yang paling tua, yaitu 'keinginan manusia itu tida' terbatas, sementara sumber daya yang ada terbatas. Sepertinya hal itu sedikit kontradiksi jika dihadapkan pada dunia adalah sebuah persinggahan dan kemelekatan akan dunia menghambat 'santhi' atau menuju ke arah 'sunya' dalam kemoksaan. Lalu jika tanpa moralitas, maka apa yang terjadi adalah kelicikan, dan lobha (greed), yaitu sifat serakah atau keingin yang tidak terbatas.

Lobha artinya kerakusan. Artinya suatu sifat yang selalu menginginkan lebih melebihi kapasitas yang dimilikinya. Untuk mendapatkan kenikmatan dunia dengan merasa selalu kekurangan, walaupun ia sudah mendapatnya secara cukup. Seperti misal lobha dalam mendapatkan kekayaan seperti disebutkan dalam Sarasamuscaya 267, yang mengatakan:

Jatasya hi kule mukhye paravittesu grhdyatah lobhasca prajnamahanti prajna hanta hasa sriyam

(Yadyapin kulaja ikang wwang, yan engine ring pradrya-baharana, hilang kaprajnan ika dening kalobhanya, hilangning kaprajnanya, ya ta humilangken srinya, halep nya salwirning wibhawanya)

Artinya:

Biarpun orang berketurunan mulia, jika berkeinginan merampas kepunyaan orang lain;

Maka hilanglah kearifannya karena kelobhaanya; apabila telah hilang kearifannya itu itulah yang menghilangkan kemuliaannya dan seluruh kemegahannya.

Dalam ajaran Susila Dharma itu menjelma menjadi Trikaya Parisudha, yakni Manacika, Wacika, dan Kayika. Manacika adalah pikiran, secara umum kita dituntut untuk bisa berpikir yang baik dan benar. Dalam kajian yang lebih luas berpikir yang baik dan benar adalah berpikir positif, berpikir bersih, berpikir jernih, berpikir obyektif, dan berpikir yang bermanfaat.

Wacika adalah perkataan. Secara umum kita dituntut untuk bisa berkata atau berwacana yang baik dan benar. Dalam penjabaran yang lebih luas, yang dimaksudkan berkata yang baik dan benar adalah mengandung makna yang baik dan mulia, menggunakan kata dan kalimat yang sopan, diucapkan secara baik dan jelas, menggunakan suara yang dapat didengar secara jelas dan enak, terbatas pada hal-hal yang perlu saja, tidak menimbulkan kesalah pahaman dan kemarahan orang lain.

Kayika adalah perbuatan. Secara umum kita dituntut untuk bisa berbuat atau melakukan aktifitas yang baik dan benar. Dalam kajian yang lebih luas yang dimaksud dengan berbuat yang baik dan benar seperti melakukan sesuatu untuk keperluan memenuhi kewajiban, memberi manfaat, memperoleh kebajikan, mencapai kesejahteraan dan untuk keselamatan, mengacu pada nilai nilai agama, budaya, hukum dan alat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan nilai nilai lainnya, kepentingan diri sendiri dan orang lain diletakkan secara proporsional, adil dan bermartabat, dilakukan secara tertib, teratur dan sopan, serta dapat mencapai tujuan, tanpa melanggar aturan dan tidak menimbulkan gangguan dan kerugian.

Dalam masyarakat Hindu juga dikenal konsep Tat Twam Asi, yang artinya "Dia adalah kamu, saya adalah kamu, dan semua makhluk adalah sama, sehingga bila kita menolong orang lain berarti juga menolong diri kita sendiri". Dari konsep tersebut mengandung makna dan hakekat ekonomi Hindu yang ada dalam kearifan lokal di Bali, seperti Menyame Braye (saling menolong atau membantu, misalnya dalam permodalan), De memirat Dana (tidak mengemplang utang atau mengemplang kewajiban atas pinjaman), Pang Pade Payu (saling menguntungkan dan saling memberdayakan).

Secara detail praktek ekonomi dalam Hindu, tidaklah banyak. Berbeda dengan ajaran Islam yang sangat rinci mengaturnya, baik dalam tataran filosophi, maupun dalam tataran praktek. Namun ada beberapa konsep yang tampaknya bisa diterapkan dalam situasi merajalelanya paham kapitalisme seperti sekarang ini, diantaranya adalah tentang konsep bunga uang, yaitu vrdhim atau wrddhi grhiyad. Makna dari istilah vrdhim/wrddhi grhiyad adalah bunga uang yang boleh diambil kalau uang itu sudah berkembang. Konsep bunga uang ini termuat dalam kitab Manawa Dharma-sastra VIII. 142. Konsep wrddhi grhiyad cukup masuk akal dan sangat bisa diterima.

Bunga yang ditetapkan oleh si pemberi pinjaman (kreditor) itu baru dapat diambil bila uang yang dipinjamkan telah menghasilkan atau menguntungkan bagi pihak peminjam (debitor). Dengan demikiam, berarti konsep bunga uang dalam Hindu dibenarkan sepanjang sebagai suatu usaha produktif yang sama-sama menguntungkan bagi kedua belah pihak. Pengenaan bunga tersebut mesti disesuaikan dengan perjanjian antara pemilik uang atau lembaga keuangan dan peminjam. Pemberian pinjaman uang bertujuan untuk mengembangkan kesejahteraan ekonomi maupun untuk pengembangan suatu usaha. Perjanjian itu tentunya didasarkan atas perhitungan yang sangat cermat dan rasional sehingga tidak merugikan, baik bagi pihak pemberi pinjaman maupun pihak peminjam. Saat ini, konsep wrddhi grhiyad ini memang belum ada diterapkan dalam operasional bank atau pun lembaga keuangan Hindu.

Demikian juga dalam konsep pemanfaatan keuntungan, dalam Hindu ditemukan pengaturannya dalam Sarasamuscaya 262. Dalam sloka 262 ini, diatur bagaimana hendaknya keuntungan itu digunakan dalam menjalani sebuah lakon kehidupan:

Nuhan kramanyan pinatelu, ikang sabhaga, sadhana rikasiddhaning dharma,

ikang kaping rwaning bhaga sadhanari kasiddhaning artha ika, wrddhyakena muwah,

mangkana kramanya pinatiga, denika sang mahyun, manggihakenang hayu"

Artinya:

Demikian duduknya makan dibagi tiga (hasil usaha itu), satu bagian guna mencapai dharma, bagian yang kedua adalah untuk memenuhi kama, dan yang ketiga diuntukkan bagi melakukan kegiatan usaha di dalam bidang artha, agar ekonomi berkembang kembali, oleh karena ingin beroleh kebahagiaan.

Itulah beberapa bagian kecil gagasan konsep Hindukonomi. Masih banyak yang belum terungkap dan bisa dipraktekkan dalam kondisi kekinian, seperti bentuk kelembagaan perekonomian, pengawasan, penjaminan dan berbagai tata aturan lainnya. Namun secara makro, konsep Hindukonomi seperti roda, pusat atau porosnya adalah ajaran Hindu itu sendiri, sedangkan bagian luar atau rodanya adalah ekonomi. Vedanta dapat menjadi pedoman dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran. Jika kita melakukan sesuatu yang terbaik untuk kebahagian orang lain maka kebahagian juga menjadi milik kita.

Kerja sebagai praktik karma yoga juga mencakup aspek ekonomi. Dalam berkerja pun kita mempunyai motif, namun dalam ajaran Hindu motif bekerja hanya untuk kekayaan, kedudukan, dan nama baik, akan tetapi untuk membantu pertumbuhan spiritual seseorang.  

Source: Wartam, Prof. I B Raka Suardana

Kenapa Upakara di Bali Menggunakan Pis Bolong? Simak Asal-Usulnya Pis Bolong Ini!

Kenapa Upakara di Bali Menggunakan Pis Bolong? Simak Asal-Usulnya Pis Bolong Ini!

Disebut 'Pis Bolong' dalam bahasa Bali atau 'Uang Kepeng' dalam bahasa Indonesia, koin Tiongkok ini adalah peninggalan hidup yang membuat upacara tidak lengkap tanpa kehadirannya.  Koin Cina kuno dengan lubang persegi di tengah dan karakter Cina di sisinya ada di mana-mana di Bali, jadi Anda pasti bertanya-tanya kenapa pis bolong ini selalu ada saat upakara Hindu di Bali, ya kan? Simak Asal-Usulnya dibawah ya 😀

 Sejak lama Bali dan China telah menjalin hubungan, salah satu alasan utamanya adalah mereka berdagang sejak abad ke-7.  Sebuah prasasti yang ditemukan di desa Sukawana menunjukkan bahwa pada abad ke-9 koin ini digunakan dalam ritual Hindu Bali.  Kehadiran Tionghoa berpengaruh besar pada seni dan budaya Bali, bahkan hubungan ini berujung pada pernikahan bersejarah antara Sri Maharaja Aji Jayapangus, raja Bali, dan Kang Cin We seorang putri Tionghoa pada 1200 Masehi.  Sejarah mengatakan bahwa Kang Cin Wei bertanya kepada raja bahwa koin Cina harus menjadi bagian dari ritual orang Bali.  Setelah itu, koin-koin tersebut mengintegrasikan ritus dan juga sistem moneter.

Baca juga: Jenis-jenis Pis Grobogan yang Langka dan Pis Bolong Jaring (Pis Kick Asli Jepang)

 Di Jawa dan Bali, koin telah menjadi “alat tukar ” perekonomian dengan setiap koin memiliki nilai yang sama.  Lubang di tengah memiliki tujuan kegunaan.  Orang Eropa yang datang pada abad ke-17 tidak mengubah penggunaan koin ini, tetapi mereka menggunakan mata uang mereka sendiri untuk berdagang.  Setelah kemerdekaan Indonesia, rupiah menjadi bentuk mata uang nasional.  Koin Cina tetap untuk transaksi sehari-hari.  Sampai tahun 1970 ketika kesadaran masyarakat mulai mereka menyerah menggunakan koin Cina dalam kehidupan ekonomi mereka tetapi tujuan mereka untuk ritual masih terus berlanjut sampai saat ini.

 Kehadiran koin dalam upakara Bali (ritual) sudah menjadi kebiasaan, namun stok koin sudah turun.  Untuk ritual tertentu seperti kremasi, koin asli sudah kebanyakan tidak digunakan kembali, karena susahnya dan langka. Peningkatan permintaan telah menyebabkan orang membuat yang palsu, duplikatnya sangat berbeda dari koin Cina asli.  Ukurannya lebih kecil, lebih tipis, dan prasasti Cina hampir hilang.  Anda dapat dengan mudah menemukan imitasi ini di pasar, harganya lebih murah dari aslinya.

 Namun, penggunaan salinan koin Tiongkok tidak disarankan.  Masalah ini mendapat perhatian pemerintah, Dinas Kebudayaan Bali telah membentuk Bali Heritage Trust.  Proyek percontohan pertama mereka adalah membuat koin Cina dalam versi Bali.  Proyek ini dimulai pada tahun 2004 lalu dan difasilitasi oleh Unesco.  Ini terjadi di desa Tojan di wilayah Klungkung Bali di mana sebuah pabrik memproduksi suku cadang untuk ritual tersebut.  Pabrik ini menciptakan 5 versi berbeda dari koin dan produk Tiongkok dalam 5 bahan berbeda yang dikenal sebagai Panca Datu atau 5 elemen kehidupan: besi, perak, tembaga, emas, perunggu.  Masing-masing bahan ini memiliki arti khusus.  Karakter Bali juga menunjukkan arti dan kekuatan khusus dan menggantikan karakter Tionghoa yang umumnya mencatat nama dinasti yang mengeluarkan.  Setiap sisi bujur sangkar mewakili kekuatan dari 4 titik mata angin dari kompas.  Di atas huruf-huruf pada koin adalah Padma, simbol kesucian dilambangkan.


 Proses pembuatan koin Bali ini menggunakan metode unik yaitu mengumpulkan sisa-sisa rumah tangga seperti keran pecah dll. Selain membersihkan lingkungan, mereka juga tidak mau bergantung pada bahan yang ditawarkan di pabrik.  Tapi bagaimana barang bekas bisa digunakan untuk upacara?  Semua bahan daur ulang ditempa menjadi satu dan dengan demikian menjadi hal baru.  Selain itu, upacara Penganugerahan (untuk meminta kesucian dan keberkahan suatu benda) dilakukan di Pura Besakih dan Pura Ulun Danu Batur.  Sifat unik dari koin Bali ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk menggunakannya dalam ritual mereka.  Selain itu, harganya lebih murah dan direkomendasikan untuk digunakan sebagai persembahan.

 Beberapa orang percaya bahwa koin Cina memiliki arti dan tujuan yang berbeda, mereka percaya bahwa mereka memiliki kekuatan ilahi, terutama yang memiliki simbol atau tulisan khusus.  Simbol-simbol ini dikatakan memiliki kekuatan yang terkait dengan legenda epik, tetapi ini hanyalah rumor belaka.  Koin adalah barang normal yang dapat berisi kekuatan saat diisi dengan ritual tertentu.  Ada pula patung yang terbuat dari koin, misalnya patung Bhatara Rambut Sedana yang dipuja sebagai dewa rejeki.  Jika ritual khusus dilakukan, patung tersebut dapat digunakan untuk pemujaan jika tidak maka tetap hanya patung yang sederhana.  Meskipun ada koin Bali, koin Cina tetap yang paling banyak digunakan.

Tidak Cukup Hanya Mencakupankan Tangan, Mari Pelajari Sesungguhnya Bhatara Hyang Guru Kita di Merajan

Tidak Cukup Hanya Mencakupankan Tangan, Mari Pelajari Sesungguhnya Bhatara Hyang Guru Kita di Merajan
Bukannya saya meragukan saudara, jika kita Hindu kita wajib mengetahui/mempelajari tentang Bhatara Hyang Guru kita di Merajan. Jadi, nggak hanya memohon doa dan keselamatan saja, tapi tidak tau asal-usul Bhatara Guru kita. 

Disini di blog payanadewa.com saya sekaligus menulis dan belajar tentang budaya Bali, salah satunya hari ini menulis Tentang Bhatara hyang Guru. Bhatara Guru juga disebut dengan Hyang Pramesti Guru yang merupakan guru sejati. Di kutip dari situs cakepane.com Bahwa Bhatara Surya memberi gelar kehormatan "Bhatara Guru" sebagai ucapan terimakasih, karena sudah menjadi anak/muridnya Dewa Siwa, gelar itu diberikan kepada Beliau karena "Dewa Siwa" merupakan guru daripada para Dewa. 

Sedangkan di dalam "Lontar Sundarigama" bahwa saat Hari Pagerwesi merupakan Hari Payogan Sanghyang Pramesti Guru, kita wajib berdoa dan memohon kepada beliau agar hidup kita ini direstui beliau agar sentosa dan kemajuan balam hidup, dll...

Sedangkan didalam "Tutur Gong Besi" (kelompok naskah yang memuat ajaran Siwaistik) Bhatara Guru adalah Dewa Siwa itu sendiri dengan sebutan Ida Bhatara Dalem.

Ida Bhatara Dalem adalah Bhatara Guru sebagai Sanghyang Paramawisesa, karena semua rasa baik, rasa sakit, rasa sehat, rasa lapar dan sebagainya adalah beliau sumbernya.

Beliau adalah asal dari kehidupan, beliau memelihara alam semesta ini dan beliaulah penguasa alam kematian yang tidak ada melebihi beliau sehingga beliau juga disebutkan dengan Sanghyang Pamutering Jagat.

Karena kemahakuasaan beliau sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur, beliau disebut dengan banyak nama, sesuai dengan fungsi dan tempat beliau berstana. Yaitu sebagai berikut:

  1. Di Pura Puseh, beliau dipuja sebagai Sanghyang Triyodasa Sakti
  2. Di Pura Desa, beliau dipuja sebagai Sanghyang Tri Upasedhana
  3. Di Pura Bale Agung, beliau dipuja sebagai Sanghyang Bhagawati
  4. Di perempatan jalan raya beliau dipuja sebagai Sanghyang Catur Bhuwana.
  5. Di pertigaan jalan raya beliau dipuja sebagai Sanghyang Sapu Jagat
  6. Di Kuburan atau Setra Agung beliau dipuja sebagai Bhatara Durga
  7. Di tunon / di pemuwunan (tempat pembakaran mayat) beliau dipuja sebagai Sanghyang Bherawi.
  8. Di Pura Pengulun Setra, beliau dipuja sebagai Sanghyang Mrajapati
  9. Di Laut, beliau dipuja sebagai Sangyang Mutering Bhuwana
  10. Di Langit, beliau dipuja sebagai Bhuwana Taskarapat
  11. Di Gunung Agung, beliau dipuja sebagai Sanghyang Giri Putri
  12. Di Gunung Lebah, beliau dipuja sebagai Dewi Danu
  13. Di Pancuran Air, beliau dipuja sebagai Sanghyang Gayatri
  14. Di Aliran sungai, beliau dipuja sebagai Betari Gangga
  15. Di Sawah, beliau dipuja sebagai Dewi Uma
  16. Di Jineng atau lumbung padi, beliau dipuja sebagai Dewi Uma
  17. Di Bejana (Tempat beras0, beliau dipuja sebagai Sanghyang Pawitra Saraswati.
  18. Di dalam priuk Nasi / makanan, beliau dipuja sebagai Sanghyang Tri Merta
  19. Di Kemulan, beliau dipuja sebagai Sang Hyang Atma, di ruang kanan Pelinggih Kamulan adalah bapa disebut Sang Hyang Paratma, di ruang kiri Kamulan adalah ibu disebut Sang Hyang Siwatma, di ruang tengah Kamulan raganta menjadi Brahmasebagai ibu dan bapa menjadi Sang Hyang Tuduh.
  20. Sanggah Kemulan adalah sebuah pelinggih dengan rong tiga sebagai wujud penyatuan Sanghyang Triatma dengan sumber dan asal-Nya.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk saudara Hindu. Jika ada penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…

Tujuan, Doa, dan Banten Untuk Pelangkiran di Kamar, Agar Rahayu - Rejeki Lancar

Tujuan, Doa, dan Banten Untuk Pelangkiran di Kamar, Agar Rahayu - Rejeki Lancar

Selain Merajan dan Tempat Suci lainnya, Pelangkiran juga merupakan tempat sarana untuk Umat Hindu memuja Hyang Widhi. Pelangkiran banyak di taruh di tempat-tempat usaha seperti pasar, diatas dagangan penjual Umat Hindu. Selain itu Pelangkiran juga banyak di tempatkan di atas tempat tidur, taukah Anda apa tujuan Pelangkiran?

Menurut beberapa situs yang saya baca, Pelangkiran berpengaruh besar untuk kebaikan, seperti contoh.. saat manusia tidur, Kanda Pat (Roh) keluar dari tubuh ada yang duduk di dada, di perut, di tangan dan sebagainya, sehingga menggangu tidur manusia maka dengan adanya Pelangkiran Setana Meraka ada tempat untuk dapat menunggu urip, begitu kurang lebih, yang saya kutip dari cakepane.com dan dengan adanya Pelangkiran tidur manusia jadi aman dari gangguan roh-roh jahat. Itu sedikit tujuan Pelangkiran di kamar, untuk doanya bisa lihat dibawah ini.

Doa Untuk Memuja Pelangkiran di kamar

Pelangkiran bisa dibuat dari kayu dan di tempel di dinding area timur atas kepala tempat tidur, sebagai simbul Kanda Pat. Untuk Doa pemujaan;

om Adaro Ma Sat Gamaya, Tamaso Ma Jyotir Gamaya Mrityor Mamritan Gamaya"

Yang berarti;

Oh Sang Hyang Widhi Wasa Tuntunlah Hamba dari Jalan yang Sesat ke Jalan yang Dharma, dari Kegelapan menuju Terang, Hindari Kami dari Kematian dan Menuju Hidup yang Sejati

Banten Pelangkiran di Kamar

Untuk Banten Pelangkiran di Kamar. Kanda Pat berwujud kan Daksina Lingga, yaitu Banten Daksina yang dibungkus dengan kasa (kain putih/kuning), kemudian dihaturkan Banten eteh-eteh seperti, Daksina, peras Ajuman, pejati.

Setiap hari Purna selalu diganti dengan bunga-bunga baru, dan dihaturkan Banten canang sari dan Saiban setiap hari.

Berdoa di Pelangkiran, Memuluskan Rejeki

Sebelum jalan kerja usahakan berdoa di hadapan Pelangkiran, meminta restu dari Kanda Pat kita untuk memberi kita jalan untuk meraih rejeki.

Jika pulang dari kerja jika bisa bawalah oleh-oleh atau gagapan seperti permen dll.

Seperti itulah Tujuan, Doa, Pelangkiran di Kamar semoga bermanfaat.

Ucapan Swastyastu Beserta Doa - Jika 'Osa' Ini Artinya

Ucapan Swastyastu Beserta Doa - Jika 'Osa' Ini Artinya

Om Swastyastu merupakan salam pembuka untuk Umat Sedharma (Hindu Nusantara). 

Mengucapkan Om Swastyastu sudah menjadi salam resmi dalam sidang-sidang Dewan Perwakilan Rakyat maupun pertemuan penting lainnya. Selain Salam Pembuka Om Swastyastu juga memiliki makna dan Doa. 

Selain Salam Pembuka, Ini Makna dan Berserta Doa dari Ucapan Om Swastyastu 

Panganjali: " Om Swastyastu" kata Om merupakan aksara suci untuk Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), sedangkan "Swastyastu" yang terdiri dari kata Sangsekerta: Su+Asti+Astu; 

  • Su artinya Baik
  • Asti artinya Adalah 
  • Astu artinya Mudah-mudahan 

Jadi  arti dari keseluruhan kata/ucapan" Om SwastyAstu" adalah "Semoga Anda Dalam Keadaan Baik atas Karunia Ida Sang Hyang Widhi". Beda lagi dengan kata "OSA", jadi jangan di singkat ya ini kata-kata suci. 

Arti Kata/Makna "OSA" 

Dalam bahasa sansekerta kata "Osa" juga memiliki arti. Namun terbalik, arti dan maknanya kalimat Osa adalah "hangus dan terbakar

Jadi, jangan sampai Anda mengucapkan salam hangus dan terbakar ya... 

Mari berbenah, dalam ucapan, semua kata sudah ada makna dan Doa... Rahayu.