Mata uang kripto saat ini didominasi oleh Bitcoin. Namun di masa depan aset kripto dan blockain kemungkinan kita tak lagi berbicara mengenai hal tersebut namun bergeser pada stablecoin yang membuat adopsi luas pada pasar aset kripto. Ini merupakan pernyataan dari Sean Stein Smith, profesor City University of New York -Lehman Collage
Sebagai informasi, stablecoin adalah cryptocurrency yang didukung, ditambahkan atau didukung oleh aset yang mendasarinya. Stablecoin bisa dikaitkan dengan mata uang resmi seperti dolar AS, Euro atau Poundsterling untuk menstabilkan harga mata uang kripto. Salah satu contoh dari adaptasi ini adalah yang dilakukan Visa Inc. Perusahaan mengumumkan kebijakan yang membuat pengguna cryptocurrency mengaitkannya dengan dolar AS atau USDC yang merupakan mata uang kripto stablecoin.
Terdapat sejumlah alasan stablecoin mengambil kendali Bitcoin sebagai kekuatan pendorong implementasi dan adopsi kripto. Pertama adalah volatilitas yang rendah dengan stablecoin menjadi manfaat utama untuk terus menarik minat baik individual dan institusi. Stabilitas nilai tukar berguna bagi pemegangnya maupun mereka yang mencoba mengintegrasikan Bitcoin dan uang kripto lainnya dalam sistem keuangan yang lebih luas. Lantas bagaimana dengan Bitcoin? Menurut Sean Stein Smith uang kripto ini tidak akan menjadi alat pembayaran tetapi sebagai alat investasi yang memimpin dalam kapitalisasi pasar, dan pencipta kesadaran investor.
Kedua, kreativitas kripto, ada kasus menarik dari kripto dan blockchain. Stablecoin akan terlihat lebih seperti fondasi kreatif dari aplikasi keuangan terdesentralisasi (DeFi), dan token yang tidak dapat dipertukarkan (NFT) karena opsi volatilitas rendah. Ketiga, mari mengingat ide asli Bitcoin yang diciptakan untuk sistem pembayaran desentralisasi dan terdistribusi. Sayangnya cita-cita itu belum terjadi. Di sisi lain, saat ini bermunculan kripto alternatif yang dibuat dari stablecoin. Agar berfungsi efektif, kripto harus likuid, memiliki volatilitas rendah, dan terintergasi dengan lembaga yang mapan. Perkembangan ini bahkan tak pernah terbayangkan beberapa tahun lalu. Masa depan stablecoin di pasar kripto nampaknya sangat cerah nantinya.
Meski begitu, BI tidak memungkiri perkembangan teknologi dan aset masa depan kripto di Indonesia tidak bisa terelakkan. Oleh karena itu, BI terus mempelajari cryptocurrency (virtual currency) dan teknologi di belakangnya, yaitu blockchain. Ketua Umum Asosiasi Blockchain Indonesia Muhammad Deivito Dunggio atau yang akrab disapa Oham menjelaskan, teknologi blockchain yang merupakan teknologi pembentuk cryptocurrency memang sangat penting untuk pengembangan industri keuangan. Sebab di dalam blockhain terdapat teknologi distributed ledger yang bisa digunakan untuk mempermudah, mempermurah, mempercepat proses settelment yang biasanya dilakukan oleh RTGS pada perbankan.
Sejauh ini, beberapa negara sudah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan blockchain tersebut. Salah satunya adalah bank terbesar di dunia, yakni JP Morgan yang mulai mengembangkan aset kripto sendiri, yakni JPM Coin.Secara fungsi, menurut Oham cryto asset bisa menjadi salah satu media untuk bertransaksi. Dalam kajian BIS yang ditulis oleh Head of Secretariat Committee on Payments and Market Infrastructure BIS Morten Bech dan Professor and Vice Chair Department of Economics University of California Rodney Garratt disebutkan, bitcoin dan cryptocurrency lainnya saat ini memang tampaknya belum bisa menggantikan mata uang yang berdaulat. Namun bank sentral di beberapa dunia memang mengakui sedang mengkaji teknologi yang mendasari cryptocurrency, yakni blockchain atau distributed ledger technology (DLT) dan kemungkinan terciptanya central banks cryptocurrency (CBCC) atau digital currency.
Secara umum, CBCC ini berbeda dengan uang yang ada saat ini. Uang yang ada saat ini memiliki empat sifat utama, yakni penerbit (bank sentral atau lainnya), bentuk (elektronik atau fisik), aksesibilitas (universal atau terbatas), dan mekanisme transfer (terdesentralisasi atau tersentralisasi). Namun CBCC adalah bentuk uang elektronik dari bank sentral yang dapat ditukar dengan cara terdesentralisasi atau dikenal sebagai peer to peer atau transaksi terjadi langsung antara pembayar dengan penerima pembayaran tanpa memerlukan perantara pusat. Dalam pengembangannya, CBCC memungkinkan masyarakat untuk memiliki liabilitas di bank sentral secara digital.
Pengembangan CBCC ini, baik secara ritel ataupun wholesales sangat tergantung dari masing-masing bank sentral. Dalam membuat keputusan ini, bank sentral harus mempertimbangkan tidak hanya preferensi konsumen untuk privasi dan kemungkinan peningkatan efisiensi - dalam hal pembayaran, kliring dan penyelesaian - tetapi juga risiko yang mungkin ditimbulkannya untuk sistem keuangan dan ekonomi yang lebih luas, serta setiap implikasi untuk kebijakan moneter. Namun, untuk negara yang sudah sangat menurun peredaran uang tunainya, penerbitan CBCC ini menjadi penting. Swedia saat ini menjadi salah satu negara dengan tingkat adopsi teknologi informasi dan komunikasi tertinggi di dunia.