Penggunaan Senteng dalam sembahyang Hindu Bali foto edit via Instagram @prithadkarunika |
Senteng (slempot ataupun selendang) adalah secarik kain yang mengikat dan menutupi pungsed atau pinggang sebagai kelengkapan busana adat Bali pada saat melakukan sembahyang, memasuki tempat suci dan upacara yadnya lainnya. Disebutkan asal usul lahirnya budaya ini berasal dari para leluhur yang merupakan asal muasal kita sebagai manusia yang semenjak masih janin dalam kandungan Ibu, manusia sudah terhubung dengan-Nya (ibu) yaitu melalui tali pusar (ari-ari).
Tali pusar, penghubung kehidupan dalam kandungan antara sang janin dengan sang ibu. Dalam penerapan keagamaan sehari-hari ‘mungkin’ ari-ari (tali pusar) ini disimbolkan menjadi selempot (senteng), karena selalu melekat menutupi tali pusar umat Hindu di Bali dalam setiap menghadap-Nya.
Selain sebagai pengikat panca budhi indria dan panca karma indria, senteng juga sebagai simbol mengekang sepuluh lobang yang ada dalam tubuh pada saat seseorang berkehendak melakukan puja dan puji terhadap Tuhan.
Pada putri menggunakan selendang atau senteng diikat menggunakan simpul hidup di kiri yang berarti sebagai sakti dan mabraya. Putri memakai selendang di luar, tidak tertutupi oleh baju, agar selalu siap membenahi putra kalau melenceng dari ajaran Dharma. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan baju (kebaya) dengan lengan panjang hingga pergelangan tangan.
Untuk pria setelah pemakaian kamen dan saputan, dilanjutkan dengan menggunakan selendang kecil (umpal) yang bermakna kita sudah mengendalikan hal-hal yang buruk. Ikatan umpal berada di sisi kanan, yang artinya dharma memegang kendali. Pada saat inilah tubuh manusia sudah terbagi dua, yaitu Bhuta Angga dan Manusa Angga. Penggunaan umpal diikat menggunakan simpul hidup di sebelah kanan sebagai simbol pengendalian emosi dan manyama.
No comments:
Post a Comment
Bagaimana Menurut Anda Tulisan Ini, Membantu atau Tidak? Tuliskan Masukan Anda di Kolom Komentar, dibawah!