Ada aturan baru yang di keluarkan oleh Bapak Gubernur Bali (Wayan Koster) tentang menggunakan seragam dengan bahan kain Endek setiap hari Selasa, setiap minggunya. Aturan ini mendapat perhatian baik dan buruk dari masyarakat Bali. Buruknya, mungkin aturan ini keluar di saat krisis ekonomi karena covid-19 dan baiknya adalah untuk para industri kain endek. Namun disini saya tidak membahas itu, tapi tentang filosofi dan sejarah kain Endek sendiri. Mau tau? Silakan baca sampai habis ya!
Endek adalah kain tenun ikat khas Bali. Jenis kain ini memiliki beberapa keunikan. Kain ini memiliki berbagai motif unik dari yang sakral hingga yang mencerminkan nuansa alam.
Kain Endek mulai berkembang sejak tahun 1975, yaitu pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung.
Kain Endek kemudian berkembang di sekitar daerah Klungkung, salah satunya adalah di Desa Sulang.
Baca juga sejarah baju barong
Setelah Indonesia merdeka, kain Endek semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1985-1995 kain Endek berkembang pesat karena adanya dukungan dari pemerintah. Pada masa ini, proses produksi kain Endek sudah menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).
Kemudian pada tahun 1996-2012, kain Endek sempat mengalami penurunan akibat dari banyaknya persaingan. Penurunan ini juga disebabkan karena bahan baku yang sulit didapat.
Namun, pada tahun 2011 kain endek mulai berkembang kembali karena murahnya bahan baku dan mulai diminati sebagai bahan membuat seragam. Bahkan di Bali, sudah ada pemilihan Duta Endek untuk melestarikan kain ini.
Proses pewarnaan motif pada benang dalam pembuatan kain Endek Bali.
Kain Endek Bali diketahui sebagai kain yang dibuat dengan metode ikatan ganda atau dobel ikat. Endek Bali biasanya memiliki beragam motif bertemakan flora, fauna, dan pemandangan atau landscape.
Yang membuat kain ini menjadi istimewa, umumnya kain Endek Bali diwarnai dengan warna-warna alami dari tumbuhan. Hal ini menjadi ciri khas tersendiri dari kain tenun ini.
“Karena ini hasil tenunan, jadi nyaris tidak ada duanya, tidak ada yang sama,” ujar Guru Besar Bidang Pariwisata Universitas Udayana (Unud), Prof I Gede Pitana kepada Kompas.com.
Berbeda dengan kain batik yang memiliki aturan penggunaannya, seperti batik motif parang yang hanya boleh digunakan oleh kalangan istana saja, kain Endek Bali bisa digunakan oleh masyarakat umum. Hanya saja, pada zaman dahulu, karena pembuatannya yang tak mudah, kain ini dibanderol dengan harga yang cukup mahal.
“Maka dulu dia merupakan kain elit, jadi hanya mereka yang punya kemampuan secara finansial yang mampu membeli, bukan karena larangan (adat),” ujar Pitana lagi.
Kini, kain Endek menjadi salah satu kain khas Bali yang wajib digunakan di sekolah maupun di perusahaan saat hari Jumat.
“Jadi saat nasional diminta memakai batik, nah di Bali menggunakan Endek dengan berbagai motif,” kata Pitana.
Kain Endek memiliki motif yang beragam. Di setiap daerah di pulau Bali, kain Endek memiliki motif dan ciri khasnya sendiri. Seperti Karangasem yang memiliki motif Endek Sidemen.
Adapula daerah Tenganan yang memiliki warna cokelat tanah. Untuk kawasan pulau Nusa Penida, warna yang digunakan adalah warna-warna cerah.
“Hijau cerah dengan motif yang disebut dengan Rangrang, bentuknya seperti segitiga-segitiga (bertumpuk),” jelas Pitana.
Terkait motif, Pitana mengatakan, Endek bisa saja digunakan untuk pakaian, atasan, bawahan, atau tas, asalkan motifnya bukanlah motif yang dianggap suci. Misalnya, motif Dewa atau huruf-huruf suci.
Sebab, beberapa motif kain Endek dianggap sakral, seperti motif Patra dan Encak Saji. Motif ini hanya digunakan untuk kegiatan-kegiatan di pura atau kegiatan keagamaan lainnya. “Tentu saja motif yang seperti itu tidak etis jika digunakan untuk di tempat-tempat yang tidak baik,” ujarnya. Namun, motif-motif ini sangat jarang ditemukan. Pengrajin biasanya membuatnya karena ada pesanan khusus untuk dipajang atau untuk tempat suci.
Motif kain Endek semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Saat ini, Endek juga mulai dipadupadankan dengan kain jenis lainnya untuk menghasilkan busana yang indah.
Nah, itu dia sejarah dan filosofi dari kain Endek Bali, wastra Indonesia yang belakangan dipakai dalam koleksi Christian Dior. Betapa membanggakan kekayaan Indonesia yang satu ini! (DH/PA/DV)