Banten Segehan Purnama, Tilem, Kajang Kliwon Upakara Bali


Banten Segehan Purnama, Tilem, Kajang Kliwon Upakara Bali

Dengan rasa yang tulus dan iklas masyarakat Hindu di Bali hampir setiap hari mempersembahkan BANTEN yang merupakan alat atau sarana persembahan untuk memuja dan mendekatkan diri kepada IDA SANG HYANG WIDHI WASA/TUHAN, sang pencipta. Yang merupakan wujud rasa cinta kasih dan bakti kehadapan bliau karena telah dilimpahkan Waranugraha.

Secara dasar BANTEN dalam Agama Hindu juga merupakan bahasa Agama. Ajaran suci VEDA sabda suci yang disampaikan kepada umat manusia dalam berbagai bahasa Shansekerta, ada juga penyampaiannya dengan bahasa lisan. Bahasa lisan ini sesuai dengan tulisannya. Kalau di Jawa disampaikan dengan Bahasa Jawa Kuno dan di Bali dengan Bahasa Bali. Disamping itu Veda juga disampaikan dengan Bahasa Mona.

'Mona' yang berarti Diam namun, banyak mengandung arti tentang kebenaran Veda dan Bahasa Mona itu adalah Banten. Dalam “Lontar Yajña PrakrtI” disebutkan: “Sahananing bebanten pinaka eraganta tuwi, pinaka warna rupaning Ida Bhatara, pinaka anda bhuana” artinya: Semua jenis banten (upakara) adalah merupakan simbol diri kita, lambang kemahakuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung (alam semesta). Dalam “Lontar Tegesing Sarwa Banten”, dinyatakan: “Banten mapiteges pakahyunan, nga; pakahyunane sane jangkep galang” Artinya: Banten itu adalah buah pemikiran artinya pemikiran yang lengkap dan bersih. Bila dihayati secara mendalam, banten merupakan wujud dari pemikiran yang lengkap yang didasari dengan hati yang tulus dan suci.

Mewujudkan banten yang akan dapat disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan unik mengandung simbol, diawali dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci. Bentuk banten itu mempunyai makna dan nilai yang tinggi mengandung simbolis filosofis yang mendalam. Banten itu kemudian dipakai untuk menyampaikan rasa cinta, bhakti dan kasih.

Segehan

Segehan biasanya dilakukan untuk upacara bhuta yadnya yang sederhana, yaitu pada saat hari kliwon, kajeng kliwon, purnama, tilem, rerahinan alit di sanggah, pagerwesi, Saraswati. Biasanya segehan ini dihaturkan kepada Bhuta bucari, Kala Bhucari, dan Durga Bhucari di lingkungan rumah. Segehan Kepel Alasnya dipakai sebuah taledan (tangkih) dari daun pisang, diatasnya diisi dua kepel nasi puith, ikannya bawang jae dan garam. Diatasnya ditaruh atau dilengkapi dengan canang genten (canang biasa). 

Jumlah nasi disesuaikan dngan keinginan begitu pula warnanya disesuaikan dngan maksud dan tujuan yang disuguhkan, Bisa warna putih kuning atau menjadi empat warna seperti hitam , merah, putih dan kuning. Segehan Cacahan Alasnya dipakai taledan ( daun pisang ) , diatasnya diisi 6-7 tangkih, lima buah diisi nasi putih , satu diisi bijaratus ( lima jenis biji-bijian : jagung, jagung nasi, jawa, godem dan jali ), dan satu tangkih diisi beras sedikit, base tampel benang putih, dan uang kepeng. Sebagai lauk pauknya adalah bawang, jae dan garam. Kemudian dilengkapi dengan sebuah canang genten.

Nasi dari segehan ini dapat pula diwarnai sesuai keperluan. Segehan Agung Sebagai alasnya dipakai sebuah tempeh yang cukup besar, diatasnya diisi 11 atau 33 tangkih, masing masing diisi dengan nasi putih serta lauknya bawang , jae dan garam. Kemudian dilengkapi dengan sebuah daksina atau alat perlengkapan daksina itu ditaruh begitu saja ditempat tersebut tidak dialasi dengan bakul dan kelapanya tidak dikupas sampai bersih.

Segehan ini dilengkapi dengan sebuah canang payasan dan 11 atau 33 canang genten/biasa ditambah dengan jinah sandangan. Untuk menghaturkan banten ini disertai dengan penyambleh ayam kecil/ itik/ babi yang belum dikebiri ( kucit butuan ) yang masih hidup.

Waktu menghaturkan segala perlengkapan yang ada pada daksina itu dikeluarkan sedangkan telur dan kelapanya dipecahkan diikuti dengan pemotongan / penyambleh dan akhirnya tetabuhan. Segehan Agung dipergunakan untuk upacara yang agak besar atau kadang dipergunakan untuk upacara mendak Ida Bhatara, upacara pengukuran tempat bangunan atau palinggih, ataupun peletakan batu pertama pada saat membuat bangunan suci.

BANTEN PEJATI

Video Membuat Pejati



Pejati berasal bahasa Bali, dari kata “jati” mendapat awalan “pa-”. Jati berarti sungguh-sungguh, benar-benar. Awalanpa- membentuk kata sifat jati menjadi kata benda pajati, yang menegaskan makna melaksanakan sebuah pekerjaan yang sungguh-sungguh. Jadi, Banten Pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana untuk menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan manifestasiNya, akan melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan. Banten pejati merupakan banten pokok yang senantiasa dipergunakan dalam Pañca Yajña. Banten Pejati sering juga disebut “Banten Peras Daksina”. Ketika pertama kali masuk dan sembahyang di sebuah tempat suci, begitu pula jika seseorang memohon jasa Pemangku atau Pedanda, “meluasang” kepada seorang balian/seliran, atau untuk melengkapi upakara, banten pejati sering dibuat. Oleh karena itu, pejati dipandang sebagai banten yang utama, maka di setiap set banten apa saja, selalu ada pejati dan pejati dapat dihaturkan di mana saja, dan untuk keperluan apa saja.

UNSUR DAN MAKNA FILOSOFI

Adapun unsur-unsur banten pejati, yaitu:


  1. DaksinaBanten Peras,
  2. Banten Ajuman Rayunan/Sodaan
  3. Ketupat Kelanan
  4. Penyeneng/Tehenan/Pabuat
  5. Pesucian
  6. Segehan alit Sarana yang Lain


Daun/Plawa; lambang kesejukan.
Bunga; lambang cetusan perasaan
Bija; lambang benih-benih kesucian.
Air; lambang pawitra, amertha
Api; lambang saksi dan pendetanya Yajna.

Daksina terdiri atas:

Video nanding Daksina


  • bakul/serembeng, simbol arda candra
  • kelapa dengan sambuk maperucut, simbol brahma dan nada
  • bedogan, simbol swastik
  • kojong pesel-peselan, simbol ardanareswari
  • kojong gegantusan, simbul akasa/ pertiwi
  • telur bebek simbol windu dan satyam
  • tampelan, simbol trimurti
  • irisan pisang, simbol dharma
  • irisan tebu, simbol smara-ratih
  • benang putih, simbol siwa
  • Ketupat Kelanan adalah lambang dari Sad Ripu yang telah dapat dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga kebajikan senantiasa meliputi kehidupan manusia.
Dengan terkendalinya Sad Ripu maka keseimbangan hidup akan menyelimuti manusia. Banten Pejati dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu


Daksina kepada Sanghyang Brahma
Peras kepada Sanghyang Isvara
Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu
Ajuman kepada Sanghyang Mahadeva
CARA MEMBUAT Banten Pejati ini terdiri dari 4 macam tetandingan yaitu :

DAKSINA terdiri dari wakul daksina yang dibuat memakai janur/slepan yang di dalamnya dimasukkan tapak dara beras, dan kelapa yg sudah dihilangkan sabutnya, lalu diatas kelapa diisi 7 kojong yg terbuat dari janur/slepan, yg masing-2 kojong diisi telor itik, base tampelan, irisan pisang tebu, tingkih, pangi, gegantusan, pesel-peselan lalu di atasnya diisi benang putih dan terakhir letakkan canang burat wangi di atasnya.

PERAS : memakai alas taledan lalu di atasnya diisi kulit peras yg diisi beras+ benang+base tampelan, lalu di atas kulit peras diletakkan 2 buah tumpeng nasi putih, raka-raka (jaja dan buah-buahan) selengkapnya, ditambah kojong rangkadan yang terbuat dari janur/slepan yang berisi kacang saur, gerang/terong goreng, garam, bawang goreng, timun, lalu di atasnya diisi canang dan sampiyan peras.

SODAAN/AJUMAN RAYUNAN : memakai tamas dari janur/slepan yang di dalamnya diisi 2 buah nasi penek, raka-raka secukupnya, ditambah dengan dua buah clemik berisi rerasmen seperti kacang saur, teri, gerang dan lain-lain. Lalu di atasnya diisi canang dan sampiyan Plaus/sampiyan Soda.

TIPAT KELAN : memakai tamas sama seperti Sodaan, cuma di dalamnya diisi ketupat nasi sebanyak 6 biji, lalu dilengkapi dengan 2 buah clemik yang berisi rerasmen. Di atasnya diisi canang dan sampiyan Plaus/Soda. Utk melengkapi Pejati perlu juga dibuatkan Pesucian yang terbuat dari ceper bungkulan yang di dalamnya dijahitkan 5 buah clemik, yang masing-masing berisi boreh miik, irisan pandan wangi yang dicampur minyak rambut, irisan daun bunga sepatu, sekeping begina metunu, seiris buah jeruk nipis dan 1 buah takir untuk tirta, reringgitan suwah serit dan base tampel. Untuk pelengkapnya juga perlu dibuatkan segehan putih kuning dua tanding bila pejati untuk dibawa ke Pura/Tempat suci.

Untuk melengkapi banten Pejati juga perlu dibuatkan Penyeneng yang dibuat dari 3 potong janur lalu kita bentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai tiga bentuk kojong yang disatukan dan berdiri tegak, di mana masing-masing kojong diisi dengan beras, tepung tawar (beras+daun dapdap+kunir ditumbuk) dan irisan bunga cepaka dan jepun dicampur boreh miik, jagan lupa diisi benang putih.   

DASAR LONTAR 

Penjelasan Bahan Banten Pejati Menurut Lontar Tegesing Sarwa Banten; Mengenai rerasmen: “Kacang, nga; ngamedalang pengrasa tunggal, komak, nga; sane kakalih sampun masikian“. Artinya: Kacang-kacangan menyebabkan perasaan itu menjadi menyatu, kacang komak yang berbelah dua itu sudah menyatu. “Ulam, nga; iwak nga; hebe nga; rawos sane becik rinengo”. 

Artinya: Ulam atau ikan yang dipakai sarana rerasmen itu sebagai lambang bicara yang baik untuk didengarkan. Mengenai buah-buahan: “Sarwa wija, nga; sakalwiring gawe, nga; sane tatiga ngamedalang pangrasa hayu, ngalangin ring kahuripan“. 

Artinya: Segala jenis buah-buahan merupakan hasil segala perbuatan, yaitu perbuatan yang tiga macam itu (Tri Kaya Parisudha), menyebabkan perasaan menjadi baik dan dapat memberikan penerangan pada kehidupan. Mengenai Kue/Jajan: “Gina, nga; wruh, uli abang putih, nga; lyang apadang, nga; patut ning rama rena. Dodol, nga; pangan, pangening citta satya, Wajik, nga; rasaning sastra, Bantal, nga; phalaning hana nora, satuh, nga; tempani, tiru-tiruan“.

 Artinya: Gina adalah lambang mengetahui, Uli merah dan Uli putih adalah lambang kegembiraan yang terang, bhakti terhadap guru rupaka (ayah-ibu), Dodol adalah lambang pikiran menjadi setia, wajik adalah lambang kesenangan mempelajari sastra, Bantal adalah lambang dari hasil yang sungguh-sungguh dan tidak, dan Satuh adalah lambang patut yang ditirukan. Mengenai bahan porosan: “Sedah who, nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning matut halyus hasanak, makadang mitra, kasih kumasih“. 

Artinya: Sirih dan pinang itu lambang dari yang membuatnya kesejahteraan/kerahayuan, berawal dari dasar pemikirannya yang baik, cocok dengan keadaannya, bersaudara dalam keluarga, bertetangga dan berkawan. Demikian kupasan banten Pejati baik (upakara) maupun kajian filosofisnya, sehingga dengan pemahaman ini dapat menumbuhkan kesadaran, keyakinan, dan kemantapan umat Hindu dalam membuat dan menghaturkan Banten Pejati dan melaksanakan ajaran agama Hindu yang penuh dengan simbol-simbol, sehingga dapat mengikis dogma “Anak Mula Keto” di masa yang akan datang. 

Tambahan : DAKSINA Ada yang namanya daksina linggih merupakan daksina sebagai simbol “pelinggihan Ida Bhatara” tidak memakai tegteg, peras, dan ajuman. Juga telor diganti dengan tingkih. Kemudian wakul serembengnya dibungkus kain putih kuning. Dengan demikian maka daksina (baik daksina alit, pekala-kalaan dan krepa) adalah simbol Sanghyang Widhi, stana Sanghyang Widhi, sarana inti yadnya, persembahan terima kasih, dan pesaksi. SESANTUN Adalah sesayut pengambian terdiri dari:

pengambian, simbol permohonan kehadiran Ista Dewata.
dapetan, simbol anugrah Sanghyang Widhi.
peras, lihat di atas.
sodaan, simbol persembahan/bhakti.

Mengapa Laki-Laki Indonesia Kebanyakan Berani Menikah, Walaupun Penghasilan Minim?

Walaupun penghasilan masih jauh dari siap untuk berumah tangga dan tinggal masih menumpang di rumah orangtua, tetapi banyak laki-laki Indonesia yang sudah berani untuk menikah. 

Mengapa Laki-Laki Indonesia Kebanyakan Berani Menikah, Walaupun Penghasilan Minim?


Padahal logikanya, menikah berarti siap untuk bertanggung jawab atas biaya hidup diri sendiri plus wanita yang akan menjadi pendamping hidup. Tapi kenyataannya, laki-laki Indonesia berani menikah, dengan pertimbangan bahwa justru dengan beristri, pengeluaran bisa lebih hemat. Karena kamar cukup satu berdua.

Kalau biasanya sarapan pagi di kantin kantor, kini sudah ada istri yang mempersiapkan di rumah. Mencuci dan menggosok pakaian yang biasa dibayar ke laundry, kini ada istri yang membantu mencuci dan menggosok, tanpa perlu digaji.

Pulang kerja, biasanya mampir dulu di warung untuk beli makanan untuk santap malam, tapi sejak beristri, bisa langsung pulang dan di meja makan sudah tersedia makanan hangat.

Bahkan keperluan mandi, seperti handuk dan sabun, sudah disediakan istri tercinta. Prinsipnya kehadiran seorang wanita dalam rumah, bukan menambah beban, malahan mendapatkan "Pelayan" yang siap melayani "All In" dan tanpa dibayar.

Dari mulai menyapu rumah, mengepel kamar mandi, ke pasar, masak dan mencuci piring, semua dilakukan dengan sukarela. Sementara menunggu suami pulang kerja, istri mengisi bak mandi, karena belum mampu bayar air ledeng, maka air perlu ditimba dari sumur dan disaring agar layak pakai. Begitu suami pulang, rumah sudah rapi.

Suami adalah Kepala Rumah Tangga

Bila tiba saat makan malam, maka suami tinggal melangkah dan duduk untuk bersantap. Bila sudah ada bayi di rumah dan bayi menangis di tengah malam, suami tidak boleh diganggu, karena besok mau ke kantor.

Maka istri dengan ikhlas akan bangun, menyusui ataupun meninabobokan bayinya, agar suami jangan sampai terganggu tidurnya. Begitu tingginya seorang laki-laki Indonesia, mendapatkan kehormatan dalam sebuah rumah tangga.

Hari Libur, Suami Tidur

Bila hari Minggu atau libur tiba, suami tidur sampai siang dan tidak boleh diganggu. Bahkan bila sudah ada anak-anak maka istri akan mengatakan pada anak-anak "Stt jangan berisik, bapakmu lagi tidur. Ayuh main di luar sana." Alangkah beruntungnya laki-laki Indonesia!

Di Perancis Pria Ikut Cuci Piring, Menyapu, dan Jaga Anak

Di Perancis adalah hal sangat biasa dan wajar bahwa suami ikut mencuci piring, menyapu, menjaga anak dan mengepel lantai atau membantu istri di dapur karena itu, amat jarang ada laki-laki Indonesia yang beristrikan orang asing (Bule), karena pengertian suami istri itu beda total.

Kalau di Indonesia, seorang suami, begitu dihargai, sehingga dalam segala hal begitu diistimewakan. Bahkan keluarga tidak berani makan malam, sebelum suami makan. Bagi seorang istri, seorang suami adalah segala-galanya. Suami boleh marah kapan saja, sedangkan bila istri yang marah, ntar berdosa terhadap suami.

Renungan di Pagi Hari

Semoga tulisan ini mampu menginspirasi kaum laki-laki, agar lebih menghargai peran istri. Karena istri bukanlah pembantu all in seumur hidup, melainkan pendamping hidup Anda.

Makna Canang Sari Dalam Kehidupan Bermasyarakat di Bali



Om, Swastiastu...

Canang Sari ini merupakan upakāra (perlengkapan) keagamaan umat Hindu di Bali untuk persembahan setiap harinya. Persembahan canang sari ini dapat ditemui di berbagai Pura, tempat sembahyang mulai dari yang paling kecil seperti di rumah-rumah, di jalan-jalan, dan di Pura sebagai bagian dari sebuah persembahan yang lebih besar lagi. Dikutip dari berbagai sumber yang menyebutkan bahwa canang sari merupakan ciptaan dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di Pura Besakih.

Contoh canang sari sederhana


Canang sari ini dalam persembahyangan penganut Agama Hindu di Bali merupakan kuantitas terkecil yang berarti (kanista=inti). Kenapa disebut terkecil namun inti, karena dalam setiap banten atau yadnya apa pun selalu berisi Canang Sari. Canang yakni berasal dari kata “Can” yang berarti indah, sedangkan “Nang” berarti tujuan atau maksud (dalam bahasa Kawi/Jawa Kuno), Sari ini berarti inti atau sumber. Dari sebab itu, Canang Sari ini sangat bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala.
Unsur-unsur yang terdapat dari canang sari pun mempunyai makna dan simbolisme yaitu sebagai berikut:

1. Ceper

Ceper Merupakan sebuah alas dari canang yang memiliki bentuk segi empat dan melambangkan angga-sarira (badan). Semua dari setiap sisi ceper ini  melambangkan pembentuk angga-sarira, yaitu Panca Maha Bhuta, Panca Tan Mantra, Panca Buddhindriya, dan Panca Karmendriya. Canang yang dialasi ceper merupakan simbol Ardha Candra, sedangkan yang dialasi oleh tamas kecil merupakan simbol dari Windhu.

2. Beras (Wija/Pija)

Yang merupakan sebuah lambang Sang Hyang Ātma atau yang membuat badan mejadi hidup, melambangkan benih di awal kehidupan yang bersumber dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Ātma.

3. Porosan

Porosan biasanya terbuat dari daun sirih, kapur, dan jambe (gambir) yang melambangkan Tri-Premana, yang terdiri dari Bayu (perbuatan), Sabda (perkataan), dan Idep (pikiran).Ketiganya membuat tubuh yang bernyawa dapat melakukan aktivitas. Porosan yang melambangkan Trimurti, yaitu Siwa (kapur), Wisnu (sirih), dan Brahma (gambir). Dan juga, Porosan ini juga mempunyai makna bahwa setiap umat harus mempunyai rasa dan hati (poros) penuh cinta dan welas asih serta rasa syukur yang mendalam kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.

4. Jajan,Tebu & Pisang

Ketiga itu merupakan simbol dari Tedong Ongkara yang melambangkan kekuatan Upetti, Stiti, dan Pralinan dalam kehidupan di alam semesta.

5. Sampian Uras atau Duras

Ini melambangkan roda kehidupan dengan asta iswaryanya (“delapan karakteristik’) yang menyertai setiap kehidupan umat manusia.

6. Bunga

Bunga yang merupakan salah satu bagian yang membuat canang terlihat lebih menarik. Sebab, disetiap warna dan peletakan bunga pada canang mempunyai makna atau melambangkan sesuatu.

  • Bunga yang berwarna Putih disusun di Timur sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Iswara.
  • Bunga yang berwarna Merah disusun di Selatan sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Brahma.
  • Bunga berwarna Kuning disusun di Barat sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Mahadewa.
  • Bunga berwarna Biru atau Hijau disusun di Utara sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Wisnu.
  • Kembang Rampai disusun ditengah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Panca Dewata.


7.Kembang Rampai

Kembang Rampai memiliki makna sebagai lambang kebijaksanaan. Bermacam-macam bungai ada yang harum dan ada yang tidak berbau, melambangkan kehidupan manusia tidak selamanya senang atau susah. Sebab, dari itulah, dalam menata kehidupan, manusia hendaknya memiliki kebijaksanaan.

8. Lepa/ Boreh Miyik

Yang merupakan lambang sebagai sikap dan perilaku yang baik. Perilaku menentukan penilaian masyarakat terhadap baik atau buruknya seseorang.

Nah Itulah Makna Canang Sari Dalam Kehidupan Bermasyarakat di Bali. Mohon dishare apabila bermanfaat.
Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om

Penemuan Arca Kepala Garuda di Situs Sumberbeji Kesamben ngoro jombang



Arkeolog Temukan Empat Jaladwara dan Arca Kepala Garuda di Situs Sumberbeji

Balai Pelestarian Cagar Dan Budaya (BPCB) Jawa Timur, menemukan 4 arca Jaladwara dan satu arca Kepala Garuda dalam kegiatan eskavasi di situs pertirtaan Sumberbeji, Dusun Sumberbeji Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Jombang, Senin (16/9).  Dari seluruh benda yang ditemukan, BPCB menduga situs tersebut merupakan situs kelas para raja.

Empat jaladwara dan arca kepala garuda yang ditemukan BPCB berada di kotak F3, di area utara bangunan tengah petirtaan. Benda itu ditemukan dalam kegiatan proses eskavasi lanjutan tahap pertama yang dimulai sejak 8 September lalu.

Empat jaladwara yang ditemukan berbentuk Makara terdiri dari ukiran kepala naga, ukiran belalai gajah menjulang ke atas, hingga jaladwara dengan ukiran seorang putri. Sementara arca kepala garuda, ditemukan menempel di dinding batu bata situs dan dalam keadaan masih utuh.

Arkeolog BPCB Jatim, Wicaksono Dwi nugroho mengatakan, dari 7 benda yang ditemukan ada dua yang sangat special yakni arca kepala garuda dan clupak.  Arca garuda adalah patung yang sangat langka dan tak bisa ditemukan pada sembarang bangunan kuno.

Di jawa timur, hanya empat arca berbentuk garuda yang telah ditemukan, diantaranya di candi Kidal, Malang serta dua lagi yang kini telah disimpan di Museum Trowulan. “Ini sangat special karena kita temukan masih menempel dan 90 persen masih utuh. Jarang menemukan seperti ini. Ada juga clupak, batu cekung yang biasanya dipakai lampu penerangan di area situs dengan bahan bakar getah pinus dan minyak kelapa,” terang Wicaksono.

Kata Wicaksono, dari beberapa benda yang ditemukan seluruhnya tidak sama meski jarak temuan sangat berdekatan. Dari beberapa detail bentuk ornament kuat dugaan situs sumberbeji dibangun khusus selevel dengan kerajaan.
“Dari temuan itu hipotesis kita semakin kuat jika situs ini dibangun dilevel berbeda,” katanya.

Suasana proses eskavasi situs sumberbeji, ngoro, jombang

Selain menemukan arca jaladwara, eskavasi dengan melibatkan 15 pekerja dan 2 arkeolog di situs sumberbeji itu juga menemukan beberapa mata uang peninggalan massa dinasti Tang, serta beberapa pecahan gerabah berbahan dasar persolin. Wicaksono menduga, dari beberapa ornament situs sumberbeji merupakan peninggalan masa kerjaan pra majapahit.

“Sejauh ini masih kita duga dari majapahit abad 14. Tapi bisa saja ini dari masa pra majapahit karena proses eskavasi masih sekitar 25 persen,” Pungkasnya. (jb1/adm)

Indah banget

Makna dan Sejarah Kawitan di Bali




Kata Kawitan ini berasal dari bahasa sansekerta yaitu Wit yang artinya asal mula. Asal-usul manusia adalah Leluhur. Jadi, sesungguhnya setiap orang punya kawitan. Dan Kawitan merupakan pengingat asal atau ada pula yang mendefinisikan kawitan merupakan leluhur yang pertama kali datang di Bali atau lahir di Bali.

Dasar pemujaan Kawitan didasari oleh Atma Tattwa dan Purnabhawa. Yaitu, roh leluhur akan menjelma kembali menjadi manusia, bisa jadi anak-cucu kita, dalam kaitan ini pemujaan Kawitan adalah bagian dari Bhakti Marga, mewujudkan kasih sayang kepada leluhur dan keturunan kita. Ada juga yang mengartikan pemujaan Kawitan juga dapat didasari oleh Moksa, karena dalam upaya mensucikan roh leluhur, salah satu caranya dengan menyembah roh leluhur, mendoakan tercapainya Amoring Acintya.

Sejarah Kawitan

Di luar Pulau Bali kawitan itu ada tetapi tidak secara visual dalam bentuk merajan. Nah, konsep merajan kawitan ada mulai abad ke-11 yang diterapkan oleh Ida Mpu Kuturan di Bali sebagai benteng, karena bercermin dari pengalaman sejarah runtuhnya kerajaan Hindu di Jawa. Di Pulau Jawa kawitan tidak sedetail seperti di Bali, yang ada adalah dalam bentuk candi pemujaan kerajaan leluhur dan sebagainya yang lebih bersifat umum, yang ikatanya tidak sekuat konsep kawitan di Bali.

Mengenai konsep adanya banyak kawitan, ini bersumber dari kondisi sosial dan kedudukan leluhur kita di masyarakat pada jaman dahulu. Contoh, misalnya leluhur kita dahulu pernah menjadi raja, maka keturunannya akan memakai nama kawitan tersebut. Dan begitu pula jika seandainya leluhur kita dulu menjadi wiku, maka keturunannya akan memakai mana kawitan tersebut.

Sebab, hal ini bertujuan untuk mengingatkan kita, bahwa sesungguhnya kita punya kawitan para leluhur yang luar biasa, yang sakti, bijaksana, dharma dan berwibawa. Sehingga bisa kita jadikan pedoman dan panutan kedalam diri sendiri.

Makna Pura Kawitan

Pura Kawitan merupakan tempat pemujaan roh suci leluhur dari umat Hindu yang memiliki ikatan “wit” atau leluhur berdasarkan garis keturunannya. Maka dari itu Pura Kawitan bersifat spesifik atau khusus sebagai tempat pemujaan umat Hindu yang mempunyai ikatan darah sesuai dengan garis keturunannya. Berbagai contoh-contoh pura yang termasuk dalam kelompok Pura Kawitan antara lain: Sanggah/Merajan, Pura Ibu, Dadia, Pedharman, dan yang sejenisnya.

Lupa Akan Kawitan

Pasti semeton pernah mungkin sering merasa tidak tenang, tentram atau sakit-sakitan. Nah, itu mungkin bisa jadi kemungkinan karena melupakan kawitan / leluhur. Bukan berarti leluhur menyakiti / membuat tidak merasa nyaman, akan tetapi agar kita tidak melupakan para leluhur dan selalu berbhakti kepada leluhur. Sebab itu merupakan salah satu penerapan dari pelaksaan Panca Srada. Dalam pengertian Panca Sradha adalah lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu.

  1. Percaya dengan adanya Brahman (percaya akan adanya Sang Hyang Widhi)
  2.  Percaya dengan adanya atman (percaya akan adanya Sang Hyang Atman)
  3. Percaya dengan adanya karmaphala (percaya akan adanya hukum karma phala)
  4.  Percaya dengan adanya punarbhawa (percaya akan adanya kelahiran kembali)
  5. Percaya dengan adanya moksa (kepercayaan akan terjadinya persatuan Atman dengan Brahman bila Atman sudah suci)


Jika ada semeton yang masih dalam Pencarian Keyakinan Diri atau Pencarian Apakah Kawitannya, hendaknya sering-seringlah sembahyang dan Meditasi. Dan memohon petunjuk kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam keteguhan hati yang kuat serta kesabaran. Berharap sepenuh hati, dan niscaya akan diberikan jalan yang benar menuju ke Kawitan.


Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk semeton. Seandainya ada makna dan sejarah yang kurang lengkap atau kurang tepat. Silakan dikoreksi. Matur suksma….


Makna Dari Tari Rejang Renteng Sebenarnya

Makna Dari Tari Rejang Renteng Sebenarnya
Rejang Renteng, Foto by Agus Benk, At Pura Dalem Beng, Gianyar (Karya Lan Ngusaba Desa)

Beberapa tahun belakangan ini banyak kita lihat di Berbagai Pura/Tempat Suci selalu di selengarakan Tari Rejang Renteng. Tari Rejang Renteng merupakan sebuah tarian sakral yang secara khusus hanya ditarikan oleh perempuan Bali. Gerak dari tarian ini sangat sederhana namun indah dan elok.

Tari Rejang Renteng biasanya diselenggarakan di Pura pada waktu berlangsungnya suatu upacara adat seperti Odalan, Karya/Ngusaba Desa. Untuk jumlah para penari rejang ini harus selalu ganjil. Sedangkan hiasan yang dipergunakan sangat sederhana. Semua penari rejang memakai kain Bebali berupa anteng yang dikenakan di dada. Untuk saputnya memakai kain rembang dan kain cepuk serta kemben lumlum. Dan ditangannya memakai benang tukelan yang berisi uang kepeng satakan (pis bolong). Penari bergerak beriringan secara seragam. Para penari berderetan kebelakang dan dalam suatu untaian atau rangkaian yang disebut “renteng” dengan seutas benang yang pada umumnya berwarna putih.

Makna khusus dari Tari Rejang Renteng yaitu, jempana sebagai linggih Ida Bhatara dituntun dengan benang panjang yang diikatkan pada pinggang si penari. Penampilan dan model rambut dari penari rejang renteng ini juga memiliki beberapa makna diantaranya :

1. Sasakan Polos

Mengandung filosofl pikiran yang polos tulus iklas berbakti kepada Tuhan.

2. Sanggul (Pusung Tagel)

Sebagai tanda bahwa penarinya sudah menikah.

3. Bunga Jepun

Bunga jepun adalah bunga yang indah dengan bau yang harum dan sarinya yang tersembunyi, ini mengandung filosofi keindahan dan keharuman serta tidak pamer.

4. Subeng

Subeng sebagai hiasan telinga mengandung fllosofi mendengarkan ucapan atau suara yang indah dan suci, serta tidak terpengaruh oleh kata-kata yang kotor, sehingga mengganggu rasa kesucian saat menari sebagai persembahan kehadapan Tuhan Yang Maha Suci.

5. Baju/Kebaya Putih

Mengandung filosofl bahwa badan manusia itu sakral perlu dijaga dengan hal-hal yang indah dan suci.

6. Selendang Kuning Polos

Mempunyai makna bahwa perut sebagai wadah tumbuh kembangnya kebaikan dan kejahatan serta emosi, sehingga perlu diikat, yang disimbolkan dengan simpulan selendang.

7. Kain Cepuk Tenunan Warna Kuning

Mengandung filosofi bahwa seni memiliki kekuatan sebagai penangkal bahaya (penolak bala)
.

Itulah makna dari Tari Rejang Renteng semoga membantu Anda yang kurang tau. 

Kasih Sayang ibu dan Anak adalah Hubungan yang Paling Kuat di Dunia

Kasih Sayang ibu dan Anak adalah Hubungan yang Paling Kuat di Dunia

Kasih sayang ibu kepada anaknya memang terjalin sejak anak masih ada dalam kandungan. Tidak bisa untuk dibantah bahwa ikatan ibu dan anak tidak begitu istimewa. Sudah Banyak, para peneliti ilmiah telah membuktikannya.

Dari keterangan salah satu penelitian yang dipublikasikan di The Journal of Neuroscience, Kasih Sayang ibu dan anak merupakan hubungan yang paling kuat antara orangtua dan anaknya, melebihi hubungan ayah dengan anak.

Kasih Sayang ibu dan Anak adalah Hubungan yang Paling Kuat di Dunia

Mengapa penelitian ini dilakukan? Karena untuk bertujuan menemukan penyebab gangguan emosional seperti depresi yang sering diturunkan dari ibu ke anak. Para Ilmuwan pun melakukan pemindaian MRI pada 35 keluarga dengan riwayat kesehatan bagus.

Dari hasil pemindaian tersebut menunjukkan hal menarik, bahwa ibu dan anak perempuannya memiliki anatomi yang serupa di bagian otak yang mengatur soal emosi.

Peneliti juga menyatakan, kasih sayang ibu dan anak perempuan lebih kuat dibandingkan ikatan antara ibu dan anak laki-laki, ayah dengan anak perempuan, maupun ikatan antara ayah dengan anak laki-laki.

Artinya, bahwa ibu dan anak perempuan cenderung lebih bisa memahami satu sama lain, juga mengaitkan emosi mereka, dibandingkan dengan orang lain.

Bagaimana cara otak membentuk ikatan ibu dan anak?

Tubuh ibu mengeluarkan hormon dopamin ketika dirinya berinteraksi dengan bayi.

Sewaktu bayi baru lahir, tubuh sang ibu memproduksi hormon dopamin yang ternyata menciptakan perasaan bahagia. Sebuah penelitian telah dilakukan untuk mengukur cara kerja otak ibu saat berinteraksi dengan bayinya.

Otak sang ibu selalu teringat saat dia melihat foto dan video kenangan ketika merawat bayinya. Halhasiln, otak ibu memproduksi lebih banyak dopamin saat melihat foto dan video kenangan tersebut.

Para peneliti tersebut sepakat bahwa dopamin sangat berperan besar dalam menguatkan ikatan ibu dan anak. Debab, hormon kebahagiaan ini yang memotivasi ibu agar bisa melakukan hal lebih banyak untuk anaknya, dan ini membuatnya merasa bahagia.

Kasih sayang ibu dengan anak semakin diperkuat saat ibu memberikan ASI pada bayi. Hormon oksitoksin yang diproduksi ibu saat menyusui, juga berperan menguatkan hubungan ibu dan anak. Tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang penting untuk membangun jalinan dan ikatan yang tak terputus hingga ke akhir hayat.


Semoga bermanfaat.


Jangan Hanya di Hari Ibu, Sayangilah Ibumu Selagi Ada


Halo sahabatku! Saya berharap Kamu selalu menyayangi ibumu, bukan hanya di hari Ibu saja, tetapi setiap hari! Memang Ibu adalah sosok yang tak henti-hentinya menyayangi anaknya, seharusnya seorang anak harus lebih dari itu. Bukan? Kamu sebagai seorang anak harus bisa menyayangi ibumu lebih dari ibumu menyayangi kamu. Kebayang nggak, ibumu mengandung kamu selama sembilan bulan di rahimnya, belum juga membesarkan kamu? Memang sangat benar kata pepatah ini “Kasih sayang ibu itu sepanjang masa.”

Seharusnya, sebagai seorang anak, kamu setidaknya bisa membahagiakan hati ibumu dan membuat ibu kamu bangga. Ibu merupakan orang nomor satu di dunia yang tidak boleh kamu kecewain hatinya. Nah, maka dari itu. Mulai hari ini berusaha untuk selalu membahagiakan hati ibumu, ya!.

Berbagai Kata-kata Untuk Ibu

  • Pernah nggak sih, kamu bilang “aku sayang sama ibu”? Tiba-tiba aja gitu. Pasti ibumu bingung deh kalau bilang kata-kata itu, tapi dalam hatinya ibu pasti senang kamu bilang kata-kata itu. Jika kamu tidak bisa menyampaikan kata-kata seperti itu ke ibumu. Doa, Kamu langsung aja bilang ke penciptanya, “Tuhan, aku sayang ibuku. Tolong jaga Ibuku.” Iya, seperti itu. Teruslah berdoa untuk ibumu, jangan pernah sampai tidak mendoakan ibumu. Ibumu saja selalu menyebut namamu disetiap doanya, itu pasti.


Berceritalah Kepada Ibu

Selepas dari pulang sekolah, pasti ibumu sering bertanya “Gimana sekolahnya, nak?” Saat ibumu tanya seperti itu, kamu jangan sampai menjawab dengan kata-kata singkat. Maka dari itu, berceritalah pada ibumu, apa aja yang kamu kerjakan di sekolah. Bagaimana hari-harimu dengan teman-temanmu, bagaimana pelajaranmu, ceritain aja semua. Ibumu pasti suka mendengar ceritanya.

Jangan Sampai Mengeluh Pada Ibu


Nah, untuk ini. Buat kamu pasti susah nih kalau diminta tolong oleh ibu. Kamu pasti pernahkan dimintai tolong oleh ibu beli sesuatu ke warung dan kamu mengeluarkan kata-kata “Ah!” Dan jangan sampai kamu bilang itu. Sedangkan, Ibu kamu saja tidak pernah bilang “Ah!” disaat merawat dan membesarkanmu. Sedangkan kamu diminta tolong gitu aja bilang “Ah! Dan bilang aku capek.” Untuk itu, jangan ya sampai bilang seperti itu, bilang aja “Siap, Bu! Laksanakan.”

Ingat ya, surga ada di telapak kaki ibu. Dan kamu harus berbakti pada ibumu dan tidak boleh mengecewakan ibumu itu. Sadar dan mulailah dengan langkah-langkah kecil ini untuk membahagiakan ibumu. Saya harap, jangan sampai kita menjadi seorang anak seperti kata pepatah “Kasih sayang ibu sepanjang masa, kasih sayang anak sepanjang galah.” nah kan, kasihan ibu.


Sahabat payanadewa.com, tau tidak? Ada Channel Youtune yang berjudul Belajar Membuat Banten Upakara Bali, itu biss dilihat di Youtube. Sebagai seorang anak Hindu kamu wajib belajar Bebantenan dan membantu Ibumu, cewek maupun cowok, sangai ibumu semasih ada.


Wanita Hebat, Tidak Berharap Dari Hasil Kerajaan Suami atau Warisan Mertua

Wanita Hebat, Tidak Berharap Dari Hasil Kerajaan Suami atau Warisan Mertua
Ilustrasi photo dari Ig Dw listya

Mengapa wanita perlu mandiri finansial?Wanita setelah menikah, menjdi orang lain di rumah kelahirannya sendiri, menjadi orang asing di rumah keluarga suami.
Di rumah orang tua yang melahirkan kehilangan HAK dan di rumah keluarga suami tidak benar-benar punya HAK. Sehingga, kemandirian, ketabahan sangat dituntut.

Wajah yang begitu cantik dan imut-imut seperti boneka barbie tidak ada gunanya lagi, karena suami, keluarga suami tidak butuh boneka mainan. Dongeng Cinderelapun hanya ada di dunia khayalan, dongeng yg tidak relevan lagi.

Pangeran tampan dan mapan tentu yang di cari adalah wanita cantik, berkelas dan selevel pula. Alih alih berangan di buatkan istana bak surga dan diberlakukan seperti permaisuri. Yang ada, kebanyakan pasangan baru mulai dari NOL bahkan MINUS. Itulah hidup wanita, dimana semua harapan terkadang tidak sesuai kenyataan, karena sejatinya hidup tak semulus jalan tol.

Karena wanita hebat itu setidaknya mempersiapkan dirinya dengan Ilmu dan Skill, untuk survive dan maju di jalan yang terjal. Wanita hebat, tidak berharap dari kerajaan suami atau warisan mertua.


Tapi, wanita hebat membangun kerajaan dan menjadi ratu di kerajaannya sendiri, dengan hasil kerja payahnya sendiri. Mari berjuang para wanita. Jadilah ISTRI bukan HOUSE MAID yg bangun pagi masak, nyuci, siapin sarapan, siapin pakaian, bersihin rumah, ngurus anak. Ironisnya masih DI TUDUH TIDAK KERJA. 

Makna Dan Pengaruh Pengijeng Atau Penuggun Karang di Pekarangan Rumah



Pernahkah Anda mendenger tentang Pengijeng atau Penunggun Karang Jadi Penentu Ilmu Hitam Bisa Masuk atau Tidak kepekarangan rumah?

Pengijeng atau Penunggun Karang atau juga disebut sebagai Palinggih Kaje Kauh, yang merupakan salah satu pelinggih suci    yang bertempat di paling pojok barat pekarangan rumah masyarakat Hindu Bali. Pelinggih Pengijeng karang ini berfungsi sebagai sedahan penjaga karang atau palemahan beserta penghuninya agar senantiasa berada dalam lindungannya, tentram, rahayu sekala niskala.

Pengijeng atauPenunggun Karang dalam Sastra Dresta disebut juga Sedahan Karang (di perumahan) untuk membedakan dengan Sedahan Sawah (di sawah) dan Sedahan Abian (di kebun/ tegalan/ abian).

Pembangunan Pengijeng/Penunggun Karang

Didalam lontar Kala Tattwa yang  menyebutkan bahwa Ida Bethara Kala bermanifestasi dalam bentuk Sedahan Karang/ Sawah/ Abian dengan tugas sebagai Pecalang, sama seperti manifestasi beliau di Sanggah Pamerajan atau Pura dengan sebutan Pangerurah, Pengapit Lawang, atau Patih.

Di alam madyapada, bumi tidak hanya dihuni oleh mahluk-mahluk yang kasat mata, tetapi juga oleh mahluk-mahluk yang tidak kasat mata, atau roh.

Roh-roh yang gentayangan misalnya roh jasad manusia yang lama tidak di-aben, atau mati tidak wajar misalnya tertimbun belabur agung (abad ke 18) akan mencari tempat tinggal dan saling berebutan.Untuk melindungi diri dari gangguan roh-roh gentayangan, manusia membangun Palinggih Sedahan.
Penempatan Penunggun Karang

Penunggun Karang dapat ditempatkan dimana saja asal pada posisi “teben” jika yang dianggap “hulu” adalah Sanggah Kemulan.

Karena fungsinya sebagai Pecalang, sebaiknya berada dekat pintu gerbang rumah. Jika tidak memungkinkan boleh didirikan di tempat lain asal memenuhi aspek kesucian.

Silakan Tonton Juga Cara Membuat Banten, 

Celuluk Cool Sliwar-Sliwer di Gianyar

Celuluk Cool Sliwar-Sliwer di Gianyar

Para netizen di Bali belakangan ini dihebohkan dengan beredarnya kendaraan (motor) nyentrik dengan pengendara yang memakai helm 'celuluk' dengan kacaamata hitam sliwar-sliwer di Gianyar.

Ternyata pengendara itu, seorang seniman lukis berasal dari Desa Mas Ubud, I Kadek Rudiantara alias Aboutd (40). Aboutd yang merupakan pelukis tanda tangan yang sudah menyambet MURI.

Dengan mengendarai motor super coolnya itu dan menggunakan helm 'celuluk' tersebut. Aboutd mengaku, selama ini terlebih saat Operasi Patuh Jaya 2019 ini, Aboutd lolos dari jeratan tilang. Walaupun pernah terkena tilang, itupun hanya karena melanggar lambu lalin dan bukan dikarenakan motor atau helmnya yang nyentrik itu.

Ternyata ide tersebut, (helm celuluk, red) muncul saat ia sedang jajan dekat sebuah artshop topeng. Dan dari salah satu topeng, yakni topeng celuluk itu, ia lantas mendapatkan ide menambah bulu pada motornya yang telah dimodifikasi motor “Aboetor”, yang super cool itu.

Untuk menjadi lebih mecing, ia lantas membeli topeng celuluk dan dijadikannya helm helm,” tutur Aboutd di salah satu wawancaranya dari wartawan lokal.
Mengakali jeratan UU Lalu lintas, iapun memanfaatkan Helm SNI yang kemudian ditempelkan topeng Celuluk tersebut.

“Tidak hanya sekedar tampil beda. Tapi juga nyaman pakaian dan yang pasti memenuhi standard SNI kok,” ujarnya.
Mengenai tanggapan masyarakat, sejauh ini Aboetd mengaku tidak mendapat keluahan apalagi menimbulkan ketakutan.
Justru sebaliknya, banyak yang minta foto selfie lantaran dianggap lucu dan unik.
Hal ini, baginya sudah memenuhi tujuannya, yakni memberikan kegembiraan pada semua orang.


“Memang Celuluk selama ini hanya kerap identik dengan seram dan banyol dalam pertunjukkan dramatari magis. Saya ingin giring kesan itu sehingga saya selalu pake ke mana pun saat berkendara,” tuturnya. Di berbagai sumber seperti kilasbali. 

Dosa Yang Nggak Akan Bisa Diampuni Yaitu Selingkuh Atau Memitra Menurut Hindu

 
Om Swastyastu...

Kali ini saya payanadewa.com menulis perkataan menurut Almarhum Ida Pedande Made Gunung tentang dosa yang nggak pernah akan di ampunkan menurut ajaran Agama Hindu.

Siapapun, jika sudah terjerumus dalam perselingkuhan sampai akhir hayatnya yang tidak ada perbaikan moral, dalam renkarnasinya ia akan menjelma menjadi makhluk rendah.

Sangat sulit akan menjelma menjadi manusia kembali. Kata Ida, ia sudah membaca lontar segala macam mantram pengelukatan dari 125 lontar mantram pengelukatan yang ada, tetapi tidak ada satupun yang ada mengenai tirta dan mantram pengelukatan untuk dosa selingkuh.

Dari sebab itu, "bersiap-siaplah bagi yang doyan selingkuh untuk menyambut kehidupan mendatang sebagaia binatang yang kelas rendah, seperti, Lintah misalnya, tutur Ida".

Tidak Perlu Malu Mengaku Tidak Tahu

Tidak Perlu Malu Mengaku Tidak Tahu
Foto by @Kefin Fairley

Sejak tempo dulu, kesalahan yang paling sering dilakukan oleh orang yang ditokohkan dalam masyarakat ataupun orang yang menganggap dirinya: "Tokoh" penting dalam sebuah komunitas, tidak pernah mau mengaku: "Maaf, saya tidak tahu". Karena merasa dirinya dihormati oleh masyarakat sekitarnya, karena menganggap dirinya orang pintar tempat bertanya, sehingga merasa bahwa ia harus tahu, apapun yang ditanyakan oleh orang.

Akibatnya, lahirlah jawaban yang melantur bahkan berpotensi membodohi bahkan sampai melukai perasaan masyarakat. Saya masih ingat, ketika masih duduk di bangku SD, kakak saya yang paling tua, entah karena apa tiba-tiba muntah-muntah dan demam tinggi. Pada waktu itu, berobat ke dokter atau rumah sakit hanyalah untuk orang kaya, sedangkan ajik (ayah) saya hanyalah seorang kuli bangunan di Jembrana. Walaupun kakak kami sakit cukup parah, tapi ajik tetap berangkat bekerja membawa cangkul, pukul, sekop seperti biasa, karena hanya itulah satu-satunya penghasilan yang diharapkan dapat menutupi biaya dapur bagi kami anak-anak.

Segala usaha sudah dicoba. Antara lain, menempelkan daun mengkudu yang dihangatkan ke perut kakak kami dan pisang ditumbuk hingga lumat dan ditempelkan ke kepalanya sebagai pengganti kompres. Tapi sakitnya tetap berlanjut. Mau pinjam uang kepada siapa? Tetangga kami rata-rata hidupnya 11-12 dengan keluarga kami.

Maka dipanggillah orang pintar, (sebut saja dukun). Dukun datang dan kemudian mulutnya komat-kamit. Ketika komat-kamitnya berhenti sejenak, maka ibu saya bertanya: "Ajik, sakit apa anak saya?"
Ajik Dukun, menarik nafas panjang dan menjawab : "Ubun-ubun anak ini dihisap oleh "Bojog Selem" (semacam kera/monyet hitam). Kera/monyet hitam ini merupakan sosok jadi-jadian yang memiliki taring panjang seperti gajah namun berwajah kera.

Siapa yang sering singgah di rumah ini?" Tanya Ajik Dukun dan saya langsung menjawab: "Tukang Kacang Goreng langganan kami." Nah, itu dia Bojog Selem nya."

Berhenti Langganan Kacang Goreng

Sejak saat itu, anak-anak dilarang beli kacang goreng, Tentu saja saya ikut sedih. Tapi apa boleh buat, daripada dihisap oleh Bojog Selem. Walaupun sudah dijampi-jampi dan dikasih kunyit yang sudah diberi mantra, kakak saya akhirnya meninggal.
Selang sekitar sebulan kemudian, ketika saya sedang bermain sambil berlari-lari, tiba-tiba kaki saya tertancap paku. Saya coba mencabut, tapi tidak bisa. Saya duduk di tanah dan tak tampak seorangpun yang bisa diminta tolong.

Tiba-tiba entah dari mana datangnya, Tukang Kacang langganan kami dulu sudah berjongkok di samping saya. Keringat dingin keluar karena terbayang saya akan dihisap oleh Bojog Selem yang berwajah Tukang Kacang. Tapi Tukang Kacang tersebut dengan suara lembut membujuk saya dan membantu mencabut besi paku yang tertancap dalam di telapak kaki saya. Bahkan ia menyobek baju kaos dalamnya untuk membalut luka saya.

Saya jadi terheran heran, ternyata "Bojog Selem" ini sangat baik. Kemudian masih dengan suara ramah bertanya, mengapa saya menjerit menengoknya dan mengapa ia tidak boleh lagi datang kerumah kami? Maka saya jelaskan kepadanya bahwa menurut Ajik Dukun, dirinya adalah "Bojog Selem".

Wajahnya tampak sedih dan tampak air mata mengalir dari matanya. Kemudian, ia memegang tangan saya untuk diantarkan pulang kerumah. Tentu saja keluarga saya sangat kaget melihat saya dituntun oleh "Bojog Selem". Sebelum sempat keluarga saya salah sangka maka saya langsung berteriak: "Ajik ini orang baik, bukan Bojog Selem. Tadi kaki saya terinjak besi paku, Ajik inilah yang menolong saya."

Tukang Kacang Bercerita

"Maaf, ibu dan bapak, saya bukan seperti yang disangkakan. Saya senang pada anak-anak, bukan untuk mencelakakan mereka tapi karena saya rindu pada anak saya satu-satunya yang meninggal karena kecelakaan. Ketika menjual kacang goreng di sini sungguh saya sama sekali tidak mengambil keuntungan apapun. Semata-mata, hanya pelepas kangen pada anak-anak." Dan hingga di sini, Tukang Kacang ini tak kuasa menahan pecahnya tangis.

Kami semua terdiam dan sejak saat itu, Tukang Kacang ini kembali menjadi langganan tetap kami. Sering kali kalau ia datang dan memandang wajah saya, terus bergumam dalam bahasa Bali: "Kalau anak saya masih hidup, ia juga sudah sekolah..." Dan kemudian ia menggelengkan kepala dengan sangat sedih.

Sejak kejadian itu, kami seisi rumah tidak percaya lagi akan yang namanya Dukun atau Orang Pintar. Karena jawabannya: "Asmong". Kami sampai melukai hati Penjual Kacang goreng yang baik hati tersebut. Karena ternyata Penjual Kacang goreng yang dikatakan "Bojog Selem" tersebut hatinya jauh lebih mulia ketimbang Ajik Dukun.

Refleksi Diri

Kisah ini ditulis berdasarkan kejadian yang sudah lama sekali. Tapi masih membekas dalam di hati serta menjadi pelajaran berharga kalau ada yang bertanya sesuatu dan kita tidak tahu jawabannya, maka jawablah sejujurnya: "Maaf, saya tidak tahu."

Hal ini sama sekali tidak akan menurunkan derajat dan level kita di mata orang, malahan akan semakin dihargai. Ketimbang: "Asmong" atau "Asbun" yang dapat menimbulkan petaka bagi orang lain.
Karena di dunia ini, sepintar apapun seseorang bahkan seorang professor, tidak mungkin mengetahui segala sesuatu. Hanya Tuhan Yang Maha Tahu.