Orang Bali khususnya yang beragama Hindu bila mengadakan sebuah upacara keagamaan pasti selalu mencari hari baik atau yang disebut dewasa ayu. Selain itu juga dalam memilih tempat tinggal yang hendaknya menggunakan konsep Tri Hita Karana agar tercipta suasana yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungannya [Asta kosala kosali].
Saya sudah baca dari isi lontar dari “Ira Bhagawan Wiswakarma” yang berbunyi tentang pekarangan atau tanah yang baik dan yang perlu dihindari untuk dibangun baik sebagai perumahan, perkantoran, sekolah, tempat suci dan lain-lain.
Untuk pekarangan yang baik menurut lontar tersebut antara lain :
- Manemu Labha
- lebih tinggi di Barat
- miring ke timur (dari arah pusat kota atau dari arah jalan raya).
Yang disebut “manemu labha” di mana sinar matahari tidak terhalang sejak pagi sampai sore, membawa keberuntungan dan umur panjang. Paribhoga Wredhi, tanah yang miring ke Utara, membawa kemakmuran yang melimpah bagi penghuninya.
Palemahan Asah, tidak ada keistimewaan artinya biasa-biasa saja, namun dengan syarat : sinar matahari, udara dan air tersedia cukup tidak terhalang apapun.
Palemahan Inang, ketika berada di atas tanah itu perasaan damai, tentram dan hening, walaupun lokasi itu tidak memenuhi persyaratan seperti nomor 1,2,3 di atas, disebut “dewa ngukuhi”, membawa ketentraman bathin dan kedamaian.
Palemahan Mambu, tanah berbau cabe / bumbu dapur ketika dicongkel sedalam 30 Cm, disebut “sihing kanti” sangat baik karena akan mempunyai banyak sahabat.
Untuk pekarangan yang harus dihindari atau dalam bahasa Bali sering disebut dengan “Karang Panes” biasanya ditandai dengan adanya kejadian/musibah yang menimpa anggota keluarga, misal:
- sering sakit
- marah-marah tidak karuan
- mengalami kebingungan (linglung)
- mudah bertengkar dan lain-lain.
10 Karang Panes atau Pekarangan yang Tidak Baik Untuk Dijadikan Tempat Tinggal, antara lain :
#1. Pertama Karang Karubuhan, pekarangan yang berhadap-hadapan atau berpapasan dengan perempatan atau pertigaan atau persimpangan jalan.
#2. Karang Sandanglawe, pekarangan yang pintu masuknya berpapasan dengan pekarangan milik orang lain.
#3. Karang Kuta Kabanda, pekarangan yang diapit oleh 2(dua) ruas jalan.
#4. Karang Sula Nyupi, pekarangan yang berpapasan dengan jalan raya atau numbak marga atau numbak rurung.
#5. Karang Gerah, pekarangan yang terletak dihulu Pura/Parahyangan.
#6. Karang Tenget, pekarangan bekas pekuburan, bekas pura atau bekas pertapaan.
#7. Ketujuh Karang Buta Salah Wetu, pekarangan dimana pernah terjadi kejadian aneh misal: kelahiran babi berkepala gajah, pohon kelapa bercabang, pisang berbuah melalui batangnya.
#8. Karang Boros Wong, pekarangan yang memiliki 2 (dua) pintu masuk sama tinggi dan sejajar.
#9. Karang Suduk Angga, pekarangan yang dibatasi oleh pagar hidup(tanaman) dimana akar-akarnya atau tunasnya masuk ke pekarangan orang lain.
#10. Karang Kalingkuhan, Pekarangan yang dikelilingi tanah atau rumah milik satu orang.
Contoh kasus untuk no 10 yaitu seperti pertanyaan yang dari berbagai masyarat seperti payanadewa, yaitu : Saya berkeinginan membeli sebidang tanah, lokasinya di seberang jalan rumah orang tua.
Kalau diurut, dari barat adalah rumah orang tua, kali, jalan dan lokasi yang dimaksud. Di seberang lokasi yang dimaksud, ada jalan/ gang menuju ke rumah kakek sekaligus jalan menuju ke sanggah. Jika dalam suatu kondisi terpaksa menampati atau membangun rumah yang termasuk “karang panes” disarankan membuat padma capah sebagai stana Sang Hyang Indrablaka/Indraplaka dan pada hari yang tergolong rerahinan (hari suci), si penghuni harus menghaturkan aci (sesaji) untuk memohon keselamatan dan agar terhindar dari pengaruh buruk pekarangan rumah tersebut.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat, mohon dikoreksi bersama. Suksma…
No comments:
Post a Comment
Bagaimana Menurut Anda Tulisan Ini, Membantu atau Tidak? Tuliskan Masukan Anda di Kolom Komentar, dibawah!