Benarkah Anak Usuan 2 Punya Sifat Nakal? Inilah 5 Fakta Tentang Usuan di Kepala


Setiap orang memiliki Usuan/puser dikepalanya. Biasanya usuan ini menjadi sorotan saat masih anak-anak.

Khususnya bagi anak-anak yang memiliki Usuan dua di kepalanya. Banyak orang yang menyakini bahwa anak yang memiliki Usuan dua cenderung bersifat nakal.
Apakah anggapan tersebut benar?

Berikut adalah fakta tentang bagian kepala yang dikenal dengan cowlicks atau hair whorls dalam bahasa Inggris tersebut atau kerap disebut pusar rambut atau pusar kepala:

1. Telah muncul sejak lahir

Dilansir oleh ranker.com, Usuan ini sudah dimiliki manusia sejak ia lahir.
Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1972 menunjukkan, 94 persen bayi yang baru lahir di AS sudah memiliki pusar rambut.

Untuk anak yang memiliki rambut panjang, cowlicks sulit untuk diketahui dimana letaknya.

Umumnya, usuan ini sulit dihilangkan, hanya bisa hilang dengan waxing, elektrolisis dan bedah plastik.

2. Jumlah usuan menentukan karakter seseorang

Tak dipungkiri, jumlah hair whorls ditengarai bisa menentukan seperti apa sifat seseorang.

Jika si kecil punya pusar rambut hanya satu, maka ia akan memiliki kepribadian yang kuat dan tumbuh menjadi sosok baik ketika dewasa.

3. Jika seseorang memiliki dua buah pusar rambut, berarti...

Anak yang memiliki dua buah usuan  jumlahnya sedikit.

Mereka dikenal pintar dan andal dalam melakukan segala sesuatunya.

Selain itu, anak dengan dua cowlicks dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang berbeda.

Nah, orangtua sering salah kaprah dengan menganggap jika anaknya memiliki dua pusar kepala akan jadi anak nakal.

4. Ada juga orang yang mempunyai tiga hair whorls atau lebih

Walaupun, orang dengan tiga usuan amat jarang ditemui.

Kalaupun ada, berarti orang itu adalah pribadi ulet dan berkemauan keras.
Bagaimana jika lebih dari tiga? Ternyata bisa saja mengindikasikan sesuatu yang buruk pada anak.

Kemungkinan terdapat perkembangan otak yang tidak normal.

5. Bentuk pusar kepala juga beragam jenisnya

Ada orang yang memiliki bentuk pusar kepala searah, dan berlawanan arah dengan jarum jam.

Dr Amar J S Klar, Kepala Bagian Genetika dan Laboratorium Biologi Kroosom di National Cancer Institute di Maryland menyebutkan, terdapat hal unik mengenai bentuk pusar rambut.

Orang yang pusar rambutnya mengikuti arah jarum jam akan menggunakan tangan kanan dalam aktivitas harian.

Berbeda dengan yang memilki usuan berlawanan arah jarum jam, maka buah hati Anda akan kidal.

Makna Pelinggih Taksu di Merajan


Pelinggih Taksu merupakan salah satu pelinggih yang ada di Sanggah Pemerajan . Sanggah Pemerajan dapat diartikan sebagai tempat suci bagi suatu keluarga tertentu. Secara umum kebanyakan orang menyebutnya dengan lebih singkat seperti Sanggah atau Merajan.

Pelinggih Taksu berbentuk Gedong, tetapi ada dua macam, yang pertama yaitu Gedong bertiang empat (saka pat) beruang dua (Rong dua). Dan yang kedua Gedong juga hanya memiliki tiang pendek (saka pandak) didepannya, ruangnya satu (Rong Tunggal), namun saka pandak itu sudah memberikan arti dua ruangan (Rong dua).

Pengertian Taksu

Mengenai kata Taksu, masyarakat Hindu sebagian besar masih belum memahami akan pengertian dan persepsinya. Tidak sedikit yang berpendapat kalau di anggota keluarga tidak ada yang menjadi penari, pedalangan, dukun dan sebagainya, dianggap tidak perlu memiliki pelinggih Taksu. Menurut sumber ajaran Agama Hindu sesungguhnya tidak demikian, melainkan taksu tersebut bersifat Universal dan merupakan kekuatan profesi masing-masing umat. Setiap manusia memiliki profesionality (wiguna). Menurut ajaran Hindu guna (profesi) tersebut ada sepuluh yaitu:


  1. Guna Rsi Profesi profesi sebagai pendeta
  2. Guna Wibawa profesi sebagai pegawai, pejabat.
  3. Guna Tukang profesi sebagai pertukangan
  4. Guna Sangging profesi sebagai sangging (tukang Patung)
  5. Guna Pragina profesi sebagai penari, penyanyi, pemusik.
  6. Guna Balian profesi sebagai pengarang (pujangga), penulis, wartawan.
  7. Guna Sastra profesi sebagai pedagang, pengusaha.
  8. Guna Sonteng profesi sebagai pemangku, pemuka agama.
  9. Guna Dagang profesi sebagai pedagang, pengusaha.
  10. Guna Tani profesi sebagai petani.


Dalam ajaran Tantrayana, taksu itu bisa diartikan sama dengan “sakti” atau “Wisesa”. Dan yang dimaksud dengan sakti itu adalah simbul dari pada “bala” atau kekuatan. Dalam sisi lain sakti juga disamakan dengan energi atau “kala”.

Dalam Tatwa, daya atau sakti itu tergolong Maya Tatwa. Energi dalam bahasa sanskrit disebut prana, yang adalah bentuk ciptaan pertama dari Brahman. Dengan mempergunakan prana barulah muncul ciptaan berikutnya yaitu panca mahabhuta. Dengan digerakkan oleh prana kemudian terciptalah alam semesta beserta isinya. Tuhan dalam Nirguna Brahma / Paramasiva dalam Siva Tatwa, memanfaatkan energi atau sakti itu, sehingga ia menjadi Maha Kuasa, memiliki Cadu Sakti dengan Asta Aiswarya-Nya. Dalam keadaan seperti itu Ia adalah Maha Pencipta, Pemelihara dan Pelebur. Dalam Wraspati Tatwa disebut Sadasiva dan dalam pustaka Weda disebut Saguna Brahma.

Sakti atau energi maya dari Tuhan itu dipuja dalam bentuk pelinggih yang disebut Taksu. Sedangkan Tuhan dalam wujudnya sebagai Sang Hyang Tri Purusa dan Sang Hyang Tri Atma dipuja dalam pelinggih kamulan. Dalam upacara nyekah, selain sekah sebagai perwujudan atma yang telah disucikan , kita juga mengenal adanya sangge. Sangge adalah perwujudan atau simbul dari Dewi Mayasih. Beliau mewakili unsur Maya Tatwa (pradana / sakti). Yang juga dalam upacara nyekah bersama-sama Atma ikut disucikan.

Dalam ajaran Kanda Pat, dikenal adanya nyama papat / saudara empat yang ikut lahir saat manusia dilahirkan. Setelah melalui proses penyucian, saudara empat itu menjadi Ratu Wayan Tangkeb Langit, Ratu Ngurah Teba, Ratu Gede Jelawung dan Ratu Nyoman Sakti Pengadangan. Kempatnya itulah disebut sebagai dewanya taksu. Tidak lain adalah saudara kita lahir yang nantinya menemani manusia dalam kehidupannya.

Fungsi Taksu

Taksu berfungsi untuk memohon kesidhian atau keberhasilan untuk semua jenis profesi baik sebagai seniman, petani, pedagang, pemimpin masyarakat dll.  Yang dipuja ialah Dewi Saraswati, sakti (kekuatan) Dewa Brahma dengan Bhiseka Hyang Taksu yang memberikan daya magis agar semua pekerjaan berhasil baik.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang tepat atau kurang jelas, mohon dikoreksi bersama. Suksma…

Turus Lumbung, Kayu Sakti, Hindu Itu Fleksibel Tidak Memaksa

Turus Lumbung, Kayu Sakti, Hindu Itu Fleksibel Tidak Memaksa
Ilustrasi photo via sapoiha.com

Turus Lumbung adalah Sanggah Kemulan darurat,karena satu dan lain hal belum mampu membuat yang permanen. Turus lumbung dibuat dari batang (turus) kayu dap-dap banyak umat yang menggunakan pepohonan ini yang dipercayai sebagai taru sakti. Selain kayu dap-dap juga ada bambu, serta atapnya dari daun lalang. Di bagian bawah dekat ke tanah di setiap batang dap-dap agar diikatkan kwangen dengan jinah 11 keteng.


Makna Sanggah Turus Lumbung

Turus lumbung mengandung arti kias “melindungi dan menghidupi pemujanya”. Turus dapdap merupakan tameng atau perisai, yakni alat untuk melindungi diri , dan lumbung, yakni tempat untuk menyimpan padi untuk penghidupan. Bangunan ini sifatnya sementara yang nantinya akan diganti dengan bangunan yang agak permanen menurut kemampuan penghuninya. Batas waktu penggunaannya adalah 6 (enam) bulan, namun bila lewat 6 bulan belum juga bisa membangun yang permanen maka kwangennya agar diganti dengan yang baru.

Setelah penghuninya agak mampu, barulah mereka membuat bangunan untuk mengganti turus lumbung itu. Bangunan pelinggih ini dibuat dari kayu dan bambu serta memakai satu ruangan (rong tunggal) yang digunakan untuk tempat sajian. Bangunan rong tunggal inilah yang disebut kemulan atau sanggah kemulan.Peninggalan-peninggalan bangunan ini dijumpai di desa­-desa Bali Kuno, seperti di Julah, Sembiran, Lateng, Dausa, dan tempat kuno lainnya

Seiring berkembangnya jaman dari masa ke masa bangunan rong tunggal berkembang menjadi dua ruangan (me-rong kalih). Lantas berkembang lagi menjadi tiga ruangan (rong telu), untuk menghormati atau memuja para leluhur yang telah disucikan. Perkembangan Rong Tunggal hingga akhirnya menjadi rong telu disesuaikan dengan konsep Tri Murti yaitu Dewa Bhrama (Pencipta),  Dewa Wisnu (Pemelihara,) dan Dewa Siwa (Pelebur). Sehingga Rong Telu selain untuk memuja  leluhur juga untuk memuja Sang Hyang Tri Murti.

Membuat Sanggah Kemulan memang memerlukan biaya yang tidak sedikit akan tetapi jika dana belum mencukupi bisa membuat Turus Lumbung. Jadi dapat disimpulkan dalam tradisi agama Hindu khususnya di Bali. Tidaklah sebuah tradisi yang membuat miskin umatnya. Karena agama Hindu sangatlah fleksibel, yang selalu menyarankan umatnya untuk melakukan Yadnya tidak melebihi kemampuannya. Karena dalam Yadnya tidak mengutamakan kemewahan tapi ketulusan hati.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…

Joged Bumbung Tari Tradisional Bali yang Kini Disalahgunakan


Bali memiliki reputasi sebagai daerah yang menjunjung budaya begitu tinggi. Oleh karena itu, seni dan budaya di Bali berkembang pesat. Di sini, Anda bisa menjumpai hasil karya seni dan budaya dalam berbagai bentuk, termasuk di antaranya adalah tari. Bahkan, tak sedikit karya tari tradisional Bali yang mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.

Salah satu tarian tradisional yang memiliki status sebagai warisan budaya dunia adalah joged bumbung. Hanya saja, ada fenomena miris yang perlu menjadi perhatian serius terkait keberadaaan tari tradisional ini. Fenomena tersebut adalah adanya sebagian oknum masyarakat yang kerap mempertunjukkan tarian ini dalam cara (mohon maaf) yang mesum dan erotis.

Kebiasaan untuk mengajak pengunjung untuk menari bersama merupakan hal yang lumrah di kalangan penari bumbung. Hanya saja, secara pakem, ajakan tersebut hanya berupa godaan saja. Kalaupun ada pengunjung yang berpartisipasi, tarian tetap dilakukan dengan gerakan sopan. Namun, kondisi ini jauh berbeda pada praktik dari para penari mesum.

Para oknum penari bumbung yang tidak bertanggung jawab, sering menggunakan gerakan yang mesum. Tak jarang, gerakan yang dipertontonkan merupakan gerakan seperti orang (mohon maaf) tengah bersenggama. Hal ini tentu saja cukup memprihatinkan. Apalagi, tak sedikit anak-anak yang turut berpartisipasi melihat pertunjukan tari tradisional ini.

Oleh karena itu, Pemerintah Bali sempat memiliki inisiatif untuk melarang pelaksanaan pertunjukan tari bumbung. Namun, upaya tersebut ternyata masih belum cukup. Tak jarang, tarian tradisional yang disalahgunakan menjadi tari mesum ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sontak, hal ini membuat citra tari tradisional ini memburuk.

Asal-usul Joged Bumbung Khas Bali

Dalam pakem aslinya, tari bumbung merupakan jenis tari tradisional yang positif. Keberadaannya bisa ditelusuri sejak thun 1940-an, dan dimanfaatkan sebagai tari pergaulan. Saat itu, tari ini menjadi sarana hiburan untuk para petani yang lelah setelah bekerja seharian di sawah. Dalam praktiknya, penari memang kerap mengajak para petani yang tengah menonton untuk berpartisipasi.

Penari yang biasa mempertunjukan tari bumbung adalah seorang wanita, yang memperlihatkan gerakan lincah serta dinamis. Dalam praktiknya, tari bumbung kerap disertai dengan iringan musik yang berasal dari gamelan serta perangkat musik dari bambu. Tidak ada cerita secara khusus yang menjadi corak dari pertunjukan tari ini. Hanya saja, secara umum tari Bali mengedepankan etika dalam setiap pementasannya.

Oleh karena itu, saat ini masyarakat Bali terus berusaha untuk mengembalikan joged bumbung dalam pakem aslinya. Hal ini penting, untuk bisa menghilangkan kesan sebagai tarian p0rn0 yang sudah berkembang di masyarakat luas. Apalagi, tarian ini memang sengaja diciptakan bukan untuk unsur mesum, tetapi murni sebagai hiburan.

Dengan begitu, citra Bali yang terkenal dengan kekayaan budayanya tidak tercoreng oleh tindakan orang-orang tak bertanggung jawab. Tidak ingin nama Indonesia buruk di mata internasional, kan?

Resepsi Nikah, Apakah Diharuskan? Simak Jawabannya Menurut Hindu



Upacara perkawinan dalam Ajaran Agama Hindu disebut ‘Vivaha Samskara’ semakin mengalami pergeseran. Nilai religius dari upacara perkawinan semakin berkurang, terutama pada bagian acara mengundang kerabat, sahabat, teman dekat, bahkan pejabat, yang lebih dikenal resepsi nikah.


Sering kali kita melihat kenyataan bahwa dalam resepsi nikah yang dipikirkan adalah penggalian dana, meskipun tidak semua orang seperti itu, akan tetapi pasti ada yang berpikiran demikian. Dengan kata lain mengundang seseorang dalam acara resepsi nikah untuk mendapatkan uang yang terselip dalam amplop, resepsi dijadikan ajang bisnis untuk mendapatkan keuntungan.


Hal ini tentu sudah menyimpang dan bertentangan dengan dharma karena dalam ajaran agama justru saat upacara pernikahan diwajibkan untuk bersedekah, berdana punia.


Sebenarnya apa hakekat acara resepsi nikah atau ‘mengundang’ ketika upacara perkawinan? Menurut pendapatku berdasarkan ajaran agama, ada dua tujuan utama alasan di balik acara mengundang seseorang ketika melaksanakan upacara perkawinan atau pernikahan, terutama resepsi nikah.

Melepas masa lajang untuk menikah merupakan babak baru dalam kehidupan berumah tangga. Dari sudut pandang niskala (secara gaib), menikah merupakan sebuah proses kelahiran, dimana kita lahir melalui upacara pernikahan atau wiwaha samskara. Oleh karena itulah adakalanya ucapan menikah itu, ‘Selamat menempuh hidup baru’.


Jangan anggap remeh kelahiran melalui upacara, kelahiran seperti ini lebih agung dari kelahiran secara biologis sebab lahir melalui mantra puja. Oleh karena itu, seseorang yang sudah menikah jangan coba-coba merasa bukan sebagai anak dari orang tua baru, yaitu ibu dan bapak mertua. Demikian sebaliknya seorang mertua jangan menganggap menantu sebagai bukan anak, meski mereka tidak lahir secara biologis.


Kelahiran baru inilah yang perlu diumumkan kepada masyarakat atau bahasa sederhananya kedua mempelai diumumkan kepada masyarakat bahwa mereka sudah menikah, agar masyarakat mengetahuinya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti misalnya agar tidak ada lagi orang lain yang menggodanya layaknya seseorang yang masih lajang.


Alasan yang lebih sakral, resepsi nikah tujuannya adalah untuk bersedekah (berdana punia), terutama membagi-bagikan makanan. Menurut kitab Siva Purana, membagi-bagikan makanan dinyatakan sebagai sedekah yang paling utama.


Dengan melakukan sedekah pada saat melaksanakan Yajna maka pahala yajna akan berlimpah, pahalanya berlipat-lipat, tentu jika dilandasi hati yang tulus. Barangkali itusebabnya tamu undangan yang datang membawa oleh-oleh berupa amplop dimasukan ke dalam kotak dana punia atau kotak sumbangan, bukan dimasukan ke dalam kotak penggalian dana.


Menurut ajaran Agama Hindu, seseorang yang melaksanakan Yajna tanpa bersedekah dianggap melakukan perbuatan dosa, melakukan sesuatu yang sia-sia, Yajna seperti itu tidak ada pahalanya. Itu sebabnya ketika mengundang seseorang saat resepsi nikah menjadi hal yang sangat penting untuk menjamu undangan dengan makanan. Menurut ajaran Hindu, tamu itu dewa. Jangan remehkan tamu yang datang ke rumah meski mereka berasal dari orang hina, orang jahat, lebih-lebih mereka datang ketika melaksanakan upacara Yajna.


Dulu, tamu undangan bahkan diwajibkan membawa makanan ke rumahnya, akan tetapi tradisi ini mulai hilang, namun masih diterapkan oleh masyarakat yang masih memegang teguh tradisi leluhur. Ketika selesai melaksanakan upacara Yajna, sisa-sisa persembahan seperti buah-buahan, nasi, ketupat, sengaja dibawakan ke rumah warga, terutama tetangga dan kerabat. Tradisi ini disebut ‘ngejot’. Tradisi yang sudah seharusnya dilestarikan, mengingat tradisi ngejot sangat bermakna. Selain membawa pahala Yajna, juga sebagai ajang silahturahmi.


Orang-orang yang berpikiran mendapatkan keuntungan dari acara resepsi nikah, mereka tidak akan mendapatkan pahala atau keuntungan dari upacara Yajna, yang didapat hanya eforia kemeriahan yang tidak membawa kedamaian. Oleh karena itu jika mengundang kerabat, sahabat, pejabat, maka niatkanlah hati dan pikiran untuk membagi-bagikan makanan, bukan untuk mendapatkan uang dari mereka.


Meski pun mereka datang membawa amplop, yang terpenting orang yang melaksanakan resepsi nikah sama sekali tidak mengharapkan pada undangan bahwa mereka datang membawa amplop, melainkan mengharpkan kedatangan mereka untuk mendoakan kita agar dalam kehidupan baru memperoleh kesejahteraan dan kedamaian. Dengan cara itu, semoga upacara perkawinanan membawa berkah.

Cara Membuat Anak Laki-laki Hindu Bali



Tujuan setiap orang atau manusia adalah kebahagiaan. Keluarga yang bahagia adalah dambaan setiap orang. Seorang anak yang lahir adalah harta yang tidak ternilai harganya bagi setiap keluarga. Di dalam terbentuknya keluarga yang bahagia dan kekal adalah terciptanya seorang anak baik laki-laki maupun perempuan. Untuk mendambakan seorang anak yang suputra diperlukan persiapan yang sangat baik


Bayi dalam kandungan bisa terwujud berkat pertemuan antara kama petak dan kama bang yang juga disebut cukla wanita yang keluar dari purusa (laki-laki) dan pradana (wanita). Kama petak adalah unsure laki-laki yang juga disebut cukla yang disimbolkan dengan Sang Hyang Semara. Sedangkan kama bang adalah unsure perempuan yang juga disebut swanita, yang disimbolkan dengan Dewi Ratih. Kama petak dan kama bang yang disebut cukla swanita itu, lalu disimbolkan dengan Sang Hyang Semara Ratih. Menurut salinan lontar Smara Kriddha Laksana bahwa suami istri yang melakukan hubungan romantis, terlebih dahulu hendaknya mengucapkan mantra


"Om krong karetaya sampurana Dewa Manggala ya namah"


Dalam hubungan romantis suami dan istri agar memperoleh keturunan dan anak bijaksana, maka sebaiknya mengucapkan mantra terlebih dahulu seperti :


"Om rang Rudra ya namah, idep sire sadkrosa"


Kalau menginginkan anak yang selalu berhasil dalam hidupnya nanti, mantra yang diucapkan :


"Om jrung mrtyuncaya ya namah"


Selain itu suami istri harus melakukan pantangan yaitu dilarang membunuh makhluk hidup dan hati selalu cinta damai. Kalau ingin memiliki putra pintar, mantra yang diucapkan :


"Om crikomadewa ya namah", bratanya ialah suami istri melakukan seuatu hubungan romantis itu hendaknya saling asih.


Dari Pernyataan tersebut juga disebutkan cara memperoleh anak laki-laki, ada beberapa macam ketentuan adalah sebagai berikut :

suami menulis beberapa huruf pada ibu jari tangan kanan dan ibu jari kaki kanan yang bunyinya: "Apurusa bhawati". Kemudian melakukan hubungan romantis pada siang hari dan konsentrasikan pikiran ke Sang Hyang Kamajaya

Memakai sarana antara lain: embotan pandan “asti” (bagian pangkal dan muda serta warnanya putih yang didapat dengan jalan menarik daunnya pada bagian atas dari pohon pandan asti tersebut) dipakai rujak yang dilengkapi pula dengan arak, terasi merah. Rujak itu ditempatkan pada mangkuk sutra dan disertai mantra: “Om cupu-cupu mirah dewaning buwel, tengan maisi putra, petu maha pekik. Om sidhi mantramku.” Setelah itu rujak tadi dimakan bersama-sama dan selanjutnya berpuasa selama sehari.

Pada ibu jari tangan kanan si istri, hendaknya diberi suatu tulisan, seperti inilah rajahnya :

Selain tersebut diatas, waktu sangat menentukan untuk dilihat dalam hubungan romantis. Adapun hari-hari yang tidak diperbolehkan melakukan hubungan romantis adalah

Hari- hari suci

Hari purnama maupun tilem

Tanggal ke-14 (prawani), yang dimaksud adalah sehari sebelum purnama/tilem

Pada hari datang bulan wanita untuk masa empat hari

Weton suami atau istri

Menurut ahli agama, Gde Pudja, M.A, dalam artikelnya, hubungan romantis dengan tujuan memperoleh anak suputra, sangat baik dilakukan pada hari ke-14 dan 16 terhitung dari hari pertama menstruasi karena akan dilahirkan anak laki yang teguh imannya, mulia, hormat pada orang tua, bijaksana, pandai, jujur, suci dan menjadi pelindung manusia pada umumnya. Kalau dibandingkan secara ilmiah hari ke-14 dan ke-16 sangat cocok karena pada waktu itu adalah masa subur. Menurut informasi lainnya disebutkan bahwa adapun cara lain untuk memperoleh anak laki-laki adalah dengan berdoa/sembahyang meminta anugrah kehadapan Ida Bethara Hyang Guru yang berstana di kemulan Rong Tiga di Merajan masing-masing.

Demikian artikel berikut ini, Apa yang di berikan oleh Ida Shang Hyang Widi Wasa harus kita patut syukuri, dengan kita berdoa dan bersembahyang pasti kita akan di berikan karunia seorang anak.

Inilah Alasan Hindu Tidak Mengenal Kata Haram


Inilah Alasan Hindu Tidak Mengenal Kata Haram, Karena Haram adalah istilah bahasa arab yang berarti 'terlarang'. Oleh karena itu mengacu ke sesuatu yang sakral yang aksesnya dilarang untuk orang-orang yang tidak dalam keadaan kemurnian atau yang tidak diinisiasi ke dalam pengetahuan suci tentang suatu kejahatan, tindakan berdosa yang di larang untuk dilakukan. Istilah ini juga menunjukan sesuatu yang disisihkan, setara dengan konsep saceri (lih suci) dalam Hukum dan agama Romawi.


Hindu tidak mengenal kata haram. Tetapi hindu memiliki aturan tentang apa yang dilarang dan diperbolehkan. Dalam kategori besar hal-hal yang diperbolehkan disebut dharma dan hal-hal yang dilarang disebut adharma. Dibawah kategori besar ini ada tindakan yang dikelompokan sebagai tri kaya parisuda (yang baik), tindakan-tindakan yang dilarang seperti sad ripu, sapta timira dll. Karena hindu bukanlah agama hukum, hal-hal atau tindakan-tindakan umumnya dikelompokan berdasarkan sifatnya, sesuai dengan konsep tri guna. Misalnya dalam pemberian (danam), ada pemberian yang bersifat sattva (diberikan kepada orang yang memerlukan hasil); rajas (diberikan karena pamrih terhadap hasil, kadang-kadang kalau pamrih tidak terpenuhi, pemberian itu ditarik kembali, dan tamas (diberikan kepada orang yang salah dan untuk tujuan yang salah). Kategori ini tidak berkaitan dengan benar atau salah, jasa atau dosa, tetapi pengaruhnya atas karakter si pemberi sendiri. Makanan juga dikelompokkan berdasarkan tri guna : makanan yang sattvik, rajasik dan tamasik. Ink tidak berkaitan dengan dosa atau bukan dosa, tetapi berkaitan dengan pengaruh dari makanan itu terhadap kesehatan badan, mental dan spiritual. Jadi pengelompokan ini lebih bersifat etis dan spiritual dari pada hukum.

Demikian artikel tentang hindu tidak mengenal kata haram ini saya buat, semoga bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca..suksma..

Duase Ayu Mulai Usaha

Dalam melakukan sesuatu yang bersifat khusus, biasanya orang Bali keraf berpatokan pada padewasan. Padewasan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari tatanan hidup orang Bali. Namun tak banyak yang bisa mencari padewasan paling tidak untuk dirinya sendiri. Sehingga lumrah meminta padewasan kepada orang yang dianggap sudah menguasainya. Di bawah ini akan diuraikan sedikit tentang Dewasa Ayu Untuk Memulai Aneka Usaha Dan Kegiatan.



Duase Ayu Mulai Usaha

Membuat Alat Penangkap Ikan : Kl.Jengking, Kl.Dangastra, Kl.Jengkang, Kl.Caplokan, Kl.Jangkut, Kl.Tiga Dungulan, Kl.Manguneb, Kl.Mina, Kl.Ngamut, Kl.Mapas, Kl.Rebutan, Kl.Susulan.

Membuat Sampan, Perahu, Kapal, Jaring. Corok Kodong, Dewa Ngelayang, Kl.Rebutan.

Membuat Aneka Barang Tajam dan Senjata. Kl.Timpang, Pemacekan, Kl.Pacekan, Aryang nemu Brahma, Kl.Aus, Kl.Bancaran, Kl.Beser, Kl.Caplokan, Kl.Jangkut, Kl.Dangastra, Kl.Gacokan, Kl.Keciran, Kl.Muncar, Kl.Muncrat, Kl.Rau, Kl.Kutila turun, Kl.Macan, Kl.Pati jengkang, Kl.Nanggung, Kl.Sapuhau, Kl.Sudukan, Kl.Wikalpa.

Membuat Alat Bunyi-bunyian: Kl.Geger.

Menganyam: Kl.Kilang-kilung,Kl.Atat.

Bakar Bata, Genteng, Keramik dll : Semua dewasa Geni. (Geni Rawana,Brahma dll).

Pindah Tempat Tinggal : Buda Kliwon, Penanggal, Tulus dan Dadi.

Membuka Usaha da Sarananya : Purna Suka,Sedana yoga,Amerta gati,Amerta Yoga,Ayu Nulus, Dauh ayu, Kl.Cakra, Kl.Gotongan, Kl.Rebutan, Kl.Raja, Tulus, Dadi. Hindari: Tali wangke, Kl.Mangap, Kl.Dangastra, Kl.Pati jengkang, Kl.Luang, Kl.Ngruda, Kl.Pegat.

Pelantikan Pejabat,Pengurus: Kl.Raja, Kl.Wisesa, Kl.Panyeneng. Hindari : Sasih Kasanga, Kl.Pegat, Kl.Suwung, Panglong.

Mengesahkan Peraturan/Awig-awig : Dauh Ayu, Ayu nulus, Kl.Panyeneng.

Melakukan Pertemuan Penting: KL.Ketemu,Kl.Ngunya,Kl.Panyeneng. Hindari : Kl.Pacekan, Kl.Pegat, Kl.Macan, Kl.Rau, Kl.Sudukan, Kl.Suwung, Titi buwuk.

Berobat Ke Dukun : Beteng, Kajeng, Agni agung, Patra limutan. Hindari : Kl.Pati

Meracik Obat dan Membuat Zimat Tengen : Kajeng Kliwon Enyitan, Purwani, Purnama, Kl.Miled, Kl.Lutung Magelut, Kl.Rau.

Pasang Guna-guna : Kl.Jangkut, Kl.Ngruda, Kl.Pati, Kl.Manguneb, Kl.Mapas, Kl.Tumpang, Patra limutan, Kajeng Kliwon uwudan, Tilem.

Berlatih : Tari, Tabuh, Beladiri : Suba cara. Hindari : Ingkel wong, Kl.Jengking, Wuku berisi tanpa guru.

Belajar Mantram/Buka Sekolah : Hari Senin, Rabu, Kamis, Penanggal ping 1 (siki ), Tutur Mandi, Tutut Masih, Dirga yusa, Suba cara, Dewa Ngelayang, Kl.Olih, Kl.Isinan. Hindari : Wuku berisi tanpa guru, Kl.M ertyu, Patra.

Memisahkan Bayi Menyusu: Beteng,Was,Kl.Pegat.

Memindahkan Orang Sakit: Hindari: Kl.Sudukan.

Bersenggama : Hindari : Kl.Mertyu, Kl.Ngruda, Kl.Pati, Kl.Pegat, Kajeng Kliwon, Purnama, Tilem, Anggara Paing, Redite Wage, Soma umanis, Anggara wage, Buda Kliwon, Wraspati Paing, Sukra Pon, Saniscara Kliwon, Dagdig Karana, Nuju Weton Lanang/Istri, Pati pata, Pati paten.

Makna Tamiang, Endongan, Ter dan Sampian Gantung Pada Hari Raya Kuningan

Foto via gedetoya.blogspot.com

Hari Raya Kuningan yang dirayakan umat Hindu 10 hari setelah Hari Raya Galungan ditandai dengan ciri khas sejumlah sarana, seperti tamiang, endongan, ter atau pun sampian gantung. Sarana itu dipahami sebagai simbol-simbol yang identik dengan alat-alat perang. Apa makna di balik simbol alat-alat perang itu?

Sebelum membaca lebih lanjut silakan klik link ini  apakah ada dengan nama situs Anda? Jika tidak ada, berarti saya tidak dan apalagi sengaja menjiplak situs dari Anda.

Jika ada konten yang sama saya memohon maaf dengan sebesar besarnya.

Sarana paling khas dan paling simbolik dalam perayaan Kuningan tentu saja tamiang. Kata tamiang mengingatkan pada tameng, sebentuk alat perisai yang lazim digunakan dalam perang. Saat Kuningan, tamiang dipasang di pojok-pojok rumah dan di palingih-palinggih (bangunan suci).

Selain tamiang, ada juga sarana lain, yakni endongan. Menurut Kamus Bali-Indonesia (Dinas Pendidikan Dasa Provinsi Bali, 1991) kata endongan diartikan sebagai ‘tempat bekal dari tapis kelapa’.

Tamiang kerap dimaknai sebagai simbol perlindungan diri. Tamiang, jika melihat bentuknya yang bulat, juga sering dipahami sebagai lambang Dewata Nawa Sanga yang menjadi penguasa sembilan arah mata angin. Tamiang juga melambangkan perputaran roda alam atau cakraning panggilingan yang merujuk pada pemahaman tentang kehidupan yang diibaratkan sebagai perputaran roda.

Endongan biasanya dimaknai sebagai alat atau wadah untuk menempatkan perbekalan. Sarana lainnya, yakni ter dan sampian gantung. Ter adalah simbol panah (senjata) karena bentuknya memang menyerupai panah. Sementara sampian gantung sebagai simbol penolak bala.

Sarana upacara yang identik dengan alat-alat perang ini memang sarat makna. Namun, pertanyaan yang kerap mengemuka, mengapa hari raya Kuningan diwarnai dengan sarana upacara yang identik dengan alat-alat perang?

Bukan hanya hari Kuningan yang diwarnai dengan sarana yang merujuk pada perlengkapan perang. Hari Galungan yang dirayakan sepuluh hari sebelumnya juga sarat dengan simbol-simbol peperangan. Pemakanaan Galungan sebagai hari kemenangan atau hari kemenangan perang menegaskan hal itu. Pemasangan penjor juga merujuk pada simbol dipancangkannya panji-panji kemenangan.

Hari raya memang dimaksudkan untuk senantiasa mengingatkan manusia tentang hakikat jati dirinya sebagai manusia sekaligus memahami hakikat kehadirannya dalam hidup dan kehidupan.

Hidup pada hakiktanya memang sebuah peperangan. Sepanjang hidupnya, manusia tiada henti berhadapan sebuah peperangan panjang. Sejarah umat manusia pun, jika diselami, lebih dalam sejatinya adalah sejarah perang.

Bagi manusia Bali, perang dalam kehidupan berwujud perang fisik di bhuwana agung (alam makrokosmos) maupun perang batin di bhuwana alit (alamt mikrokosmos). Justru, perang batin yang berkecamuk dalam hati itulah perang terbesar, terhebat dan terdahsyat. Inilah perang yang tidak pernah berhenti dan bahkan lebih sering menghadirkan kekalahan bagi manusia.

Dalam konteks perang batin, manusia mesti membentengi diri dengan tamiang (tameng) yang tiada lain berupa pengendalian diri (indria). Kemampuan mengendalikan diri adalah cerminan kesadaran akan hakikat dan jati diri sang Diri (uning ‘tahu’ atau eling ‘sadar’). Mungkin itu sebabnya yang mendasari lahirnya nama hari raya Kuningan (kauningan). Pada hari Kuningan yang dipuja tiada lain Dewa Indra, manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai penguasa pengendalian dasa indria (sepuluh musuh dalam diri manusia). Saat hari Kuningan, manusia disadarkan untuk uning, eling dengan selalu mengendalikan indrianya.

Namun, untuk senantiasa memenangkan “peperangan” dalam hidup, manusia harus memiliki bekal yang cukup. Bekal itu disimbolkan dengan endongan. Isi endongan tiada lain semesta hidup. Bekal itu dilengkapi juga dengan ter (panah) sebagai senjata. Senjata utama manusia dalam hidup tiada lain ketajaman pikiran atau kualitas pikiran. Ketajaman pikiran ditopang oleh jnana (ilmu pengetahuan).

Ini Makna Om Swastiastu, Jangan di Singkat Jadi Osa, Lain Artinya

Ini Makna Om Swastiastu, Jangan di Singkat Jadi Osa, Lain Artinya

Dalam Agama Hindu mengajarkan ketika bertemu dengan sesama menyapa dengan mengucapkan “Om Swastiastu” diharapkan agar dapat membina hubungan yang harmonis dan mempererat rasa persaudaraan dalam pergaulan di masyarakat. Salam ”Om Swastyastu” itu tidak memilih waktu. Ia dapat diucapkan pagi, siang, sore dan malam.

Makna Om Swastiastu

“OM” artinya Tuhan, “SU” artinya baik, “ASTI” artinya ada dan “ASTU” artinya semoga, jadi keseluruhannya berarti SEMOGA SELAMAT ATAS RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Dengan demikian maka pada setiap kegiatan telah dilaksanakan saling doa mendoakan satu sama lain.

Biasanya dalam aksara Latin menggunakan “OM SWASTIASTU” jika dalam Aksara Bali “OM SWASTYASTU” karena jika dalam Aksara Bali jika ‘i’ ketemu ‘a’ maka ada nania yang akan menjadi ‘y’.

Setelah mengucapkan Om dilanjutkan dengan kata ”swasti”. Dalam bahasa Sansekerta kata swasti artinya selamat atau bahagia, sejahtera. Dari kata inilah muncul istilah swastika, simbol agama Hindu yang universal. Kata swastika itu bermakna sebagai keadaan yang bahagia atau keselamatan yang langgeng sebagai tujuan beragama Hindu. Lambang swastika itu sebagai visualisasi dari dinamika kehidupan alam semesta yang memberikan kebahagiaan yang langgeng.

Adapun bentuk asli dari lambang Swastika ialah dua garis vertikal dan horisontal bersilang sama sisi, tegak lurus di tengah- tengah (+), seperti berikut:


Sebagai kreasi seni budaya yang selalu berkembang, Swastika juga mengalami perkembangan sehingga kemudian menjadi berbentuk seperti berikut:


Jadi bisa disimpulkan makna “OM SWASTIASTU” selain merupakan salam juga merupakan sebuah doa. Jika kita saling mengucapkan salam maka sama artinya kita saling mendoakan. Tapi dewasa ini semakin banyaknya kata-kata yang disingkat-singkat, termasuk Om Swastiastu pun disingkat menjadi OSA. Biasanya banyak dilihat ketika broadcast message ucapan hari raya, dan di sosial media pun banyak bisa ditemui.

Jika pendapat kami, singkatan pada salam Om Swastiastu akan dapat mengurangi maknanya sendiri, karena ketika kita mengucapkan OSA, belum tentu mereka yang membacanya akan memahami bahwa OSA adalah Om Swastiastu. Tidak bermaksud untuk menjadi terlihat fanatik tapi jika sudah memahi akan makna dari salam Om Swastiastu yang merupakan sebuah doa, tentu dalam doa diperlukan keikhlasan dan ketulusan. Ketika doa itu disingkat tentu akan tercermin kurangnya keikhlasan dan ketulusan dalam menyampaikan doa.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika ada penjelasan yang kurang lengkap ataupun kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma… sumber inputbali.com

Jangan menyingkat Om Swastiastu menjadi OSA, Ini Alasannya


Om Swastiastu sudah sering kita dengar, terutama ketika bertemu dengan saudara seagama. Om Swastiastu dewasa ini seringkali disingkat menjadi OSA, terutama dalam pesan singkat di sosial media. Tahukah, bahwa Om Swastiastu adalah mantra luar biasa? Apabila mantra tersebut disingkat, segala kekuatan di dalamnya akan hilang.

Pertama, mari uraikan makna Om Swastiastu. Om (ॐ) adalah aksara suci nan istimewa. Dalam Aksara Dewanagari, aksara yang digunakan dalam Weda Sruti dan Weda lainnya, ॐ memiliki keistimewaan. Aksara ॐ dibaca sebagai OM, tetapi penulisannya adalah A,U,M tetapi digabungkan menjadi satu. Aksara Dewanagari, memiliki huruf vokal yang bisa di tulis sendiri yaitu A, I, U, E, O dan aksara lain seperti Na, Ma, Si, Wa, Ya dan lainnya. Yang terikat oleh aturan. Sedangkan aksara ॐ ditulis khusus, bukan di tulis menjadi 2 huruf OM atau 3 huruf A,U,M, melainkan ॐ.

Om adalah aksara suci yang melambangkan Tuhan. A melambangkan Ang, Brahma. U melambangkan Ung, Wisnu. M melambangkan Mang, Siwa. Om melambangkan Tuhan, itulah mengapa setiap mantra selalu diawali oleh Om.

Swasti berasal dari kata Su yang artinya baik, Asti artinya berada/keberadaan/keadaan. Ketika digabungkan, Swasti artinya berada dalam kondisi baik.  Dan Astu artinya semoga.
Om Swastiastu artinya Aku memohon kepada Tuhan, semoga seisi dunia berada dalam keadaan yang baik. Om Swastiastu erat kaitannya dengan Swastika, lambang keseimbangan dunia. Alam semesta, diciptakan dengan keseimbangan yang luar biasa, planet bergerak sesuai orbitnya, langit dilukiskan dengan indah dan sempurna, semesta digerakan oleh kekuatanNya.

Om Swastiastu mendoakan seluruh alam semesta berada dalam keadaan yang baik. Mulailah hari dengan Om Swastiastu. Sebab Tuhan akan menyelamatkanmu.

Jangan menyingkat Om Swastiastu menjadi OSA. Sebab kekuatan yang berada di dalamnya akan hilang. Bila ada yang mengatakan OSA, bacalah sebagai Om Swastiastu. Semoga bermanfaat.

Semangatlah Bekerja Walau Gajimu Kecil, Daripada Nganggur dan Jadi Beban Orang Tua!

Semangatlah Bekerja Walau Gajimu Kecil, Daripada Nganggur dan Jadi Beban Orang Tua!

Payanadewa.com Jaman sekarang, mencari pekerjaan memang sangat sulit apalagi pekerjaan yang sesuai dengan passion kita. Sedikitnya lowongan pekerjaan yang terbuka membuat banyak pengangguran bertebaran sana sini.

Bahkan yang sudah memiliki ijazah sarjanapun banyak yang menjadi pengangguran. Kurangnya kompetensi dan keahlian membuat seseorang akhirnya kalah bersaing dan minim ide untuk membuka usaha ataupun berbisnis.

Selain itu, banyak juga orang menjadi pengangguran karena gengsi. Ada banyak pekerjaan yang bisa dilakoni namun mereka gengsi karena gajinya kecil, belum lagi kalau dilihat sama teman sekolahnya, malu katanya. “Kuliah tinggi-tinggi kok jadi kuli”. Yah kira-kira begitulah pikirnya sehingga gengsi untuk bekerja.

Namun jika dipikir secara matang, lebih baik bekerja dengan gaji kecil daripada menjadi pengangguran kemudian membebankan kedua orang tua. Sampai kapan kamu akan menunggu pekerjaan yang kamu dambakan? Berdiam diri tidak akan merubah nasibmu.

Kasihan juga orang tuamu yang harus membiayai kehidupan anaknya padahal anaknya sudah mempunyai kemampuan untuk mencari nafkah sendiri. Sedangkan orang tuamu masih punya banyak keperluan yang harus dipenuhi.

Daripada Menganggur, Mendingan Bekerja Walau Gaji Kecil. Ingat! Bekerja Adalah Ibadah

Siapa bilang yang dikatakan ibadah ketika kita masuk rumah ibadah kemudian berdoa dan melakukan berbagai macam ritus-ritus ibadah. Ibadah adalah seluruh perjalanan kehidupan manusia yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Salah satunya adalah bekerja.

Ketika kamu bekerja dengan sungguh-sungguh, dengan niat yang tulus dan iklas maka kamu juga sementara menunaikan ibadahmu. Jika kamu sungguh-sungguh bekerja, maka Tuhan akan memberikan kelimpahan rejekiNya kepadamu.

Bekerjalah Dengan Niat Mencari Ilmu dan Pengalaman

Bekerjalah dengan niat untuk mencari ilmu dan pengalaman, bukan hanya sekedar mencari materi dan uang. Walau gaji kecil jangan mengeluh karena modal terbesar untuk membangun masa depan adalah ilmu dan pengalaman. Seiring waktu uang dan materi akan datang sesuai dengan wadah yang anda sediakan.

Tuhan Selalu Melihat Usaha UmatNya, Apakah Rejeki yang Diperolehnya Halal atau Haram

Bekerjalah meskipun dengan penghasilan (gaji) kecil. Jangan malu bekerja walau sebagai tukang sampah, jadi kuli, dan lain sebagainya. Tuhan menambah dan menutup (mengurangi) rejeki bukan melihat dari kedudukan pekerjaan, tapi melihat dari cara kita bekerja, apakah dengan cara halal atau haram. Pekerjaan akan menjadi lebih berkah bila tidak melupakan Tuhan dan bersedekah.

Jangan gengsi untuk bekerja, pekerjaan sekecil apapun itu tetap kerjakan. Gaji kecil lebih baik daripada menjadi pengangguran dan membebankan orang tua.

Sumber gedetoya.blogspot.com

Wanita Cerdas Itu Nggak Bakal Iri Sama Kesuksesan Sahabatnya



Terkadang ikatan persahabatan antar wanita itu seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, bisa saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, bisa berbisik-bisik iri dengan kesuksesan yang didapat yang lain. Tapi sahabat terbaik nggak akan iri atau mencibir kesuksesan yang diraih oleh sahabatnya.

Wajar sih kalau merasa iri atau ingin menjadi lebih baik dari sahabat sendiri. Tapi itu bukan berarti kita punya hak atau campur tangan untuk mengutuk kesuksesannya. Apalagi jika sampai harus berniat untuk menghancurkan kesuksesannya tersebut, karena wanita yang cerdas akan saling mendukung bukan menjatuhkan sahabat sendiri.

Kesuksesannya Jadi Lecutan Motivasi Bagi Kita

Daripada iri atau menghabiskan energi menuruti rasa cemburu, mending kita jadikan kesuksesannya sebagai lecutan motivasi. Kita bisa belajar dari perjuangan dan usahanya mencapai kesuksesan yang bisa ia raih saat ini. Pastinya dia juga sudah melewati masa jatuh bangun yang tak sebentar. Dari situ, kita bisa mengambil semangat positifnya kemudian berusaha untuk meraih impian atau kesuksesan yang kita inginkan.

Terkadang yang Kita Lihat Hanya Permukaannya Saja

Oke, sekarang dia sukses dan terlihat bersinar. "Wah, enak ya dia sudah sukses seperti itu." "Nggak nyangka sahabatku sendiri bisa jadi orang yang sangat berhasil." Well, terkadang yang kita lihat dari kesuksesan seseorang hanyalah permukaannya saja. Kita tidak tahu proses panjang yang sudah ia lewati. Bahkan kita tak pernah menyadari kalau sebelum dia sampai di puncak tangga sekarang ini, dulunya ia harus jatuh dan berulang kali terluka tanpa henti. Dan ia tak menyerah.

Sahabat Sudah Sebaiknya Bisa Saling Mendukung

Namanya sahabat, seharusnya sih bisa saling mendukung dan memotivasi untuk sama-sama sukses. Bukannya menjatuhkan atau mencibir sahabat sendiri. Karena kita sadar kalau masing-masing orang punya jalan dan kesuksesannya sendiri. Setiap orang punya perjuangannya sendiri. Begitu pula dengan masalah yang dipunya, masing-masing dari kita punya kesulitan dan ujian yang harus dihadapi. Tinggal bagaimana kita menyikapi itu semua dengan cara yang lebih dewasa.

Punya Sahabat Sukses, Siapa Tahu BIsa Tertular Ikut Sukses Juga

Sering kan mendengar ungkapan kalau kita berdekatan dengan pedagang parfum maka kita akan ketularan wanginya? Begitu pula bila kita punya sahabat yang sukses, siapa tahu nanti kita juga akan tertular suksesnya. Memiliki semangat yang berhasil mendapatkan impiannya, kita pasti akan tertular semangatnya. Dengan begitu, kita jadi lebih tertantang untuk memperjuangkan impian kita sendiri.

Ladies, memang sih kadang perasaan iri muncul begitu saja melihat orang terdekat kita bisa sukses lebih dulu. Tapi sebisa mungkin kita menyikapinya dengan cara yang positif, ya. Yuk, saling mendukung dan menyemangati untuk bisa sama-sama sukses ke depannya.