Bahan Bahan Banten Pejati

Om Swastyastu
Bahan bahan Banten Daksina


Kali ini saya akan membagikan bahan bahan untuk membuat Banten Pejati yang terdiri dari:

1. Peras
2. Ajuman
3. Daksina

Peras:

  • Tumpeng
  • Kulit Peras
  • Pisang
  • Buah
  • Jaje
  • Sampian Pusung
Ajuman :

  • Pendek
  • Buah
  • Pisang
  • Jaje
  • Kepetan Ajuman

Daksina :

  • Beras
  • Kelapa
  • Telor Bebek
  • Kojong Lima
  • Biu
  • Enteban
  • Gantusan
  • Base Tampel
  • Benang


Itulah bahan bahan untuk Membuat Banten Daksina.

Silakan tonton Video Cara Membuat Banten Upakara Bali di Bawah.

Upacara Untuk Yang Menggugurkan Kandungan (Warak Keruron atau Pengepah Ayu)

Upacara Untuk Yang Menggugurkan Kandungan (Warak Keruron atau Pengepah Ayu)
Upacara Warak Keruron atau Pengepah Ayu (Keguguran) ini mungkin sangat jarang kita dengar dan jarang pernah kita lihat implementasinya karena berbagai alasan. Tetapi, sebagai umat Hindu yang percaya dengan keberadaan Sang Hyang Atma hingga sangatlah penting untuk melaksanakan upacara terhadap si cabang bayi yang mengalami keguguran (keruron), meskipun belum berwujud, agar tidak menyebabkan kekacauan (ngrubeda) dalam keluarga, melalui upacara yang disebut dengan upacara "Pengepah Ayu" akibat keguguran (Warak Keruron) atau mengugurkan kandungan (Dhanda Bharunana). 

Silakan baca: Cara Agar Cepat Hamil

Adapun pelaksanaan upakara ini berdasarkan Lontar Tutur Lebur Gangsa dan Sunari Gama, sebagai berikut : 

1. Proses pelaksanaan upakara ini dilaksanakan di laut/segara. Akan tetapi, sebelum pelaksanaan upacara di laut, pertama kali wajib mengadakan upacara Pakeling dan Upacara Guru Piduka di Kemulan, kemudian nunas tirta untuk dibawa ke laut, dengan upakara : Upakara Meguru Piduka di Kemulan : Daksina Pejati, Ketipat, Pras dan runtutannya.

2. Persembahan Banten Guru yaitu: Mealed Taledan, raka-raka sarwa galahan, tumpeng guru, kojong rangkadan dan sampian jeet guak.

3. Sesayut Guru Piduka/Bendu Piduka : taledan kulit sesayut, raka-raka jangkep, tumpeng putih meklongkang plekir, kojong rangkadan, limang tebih jaja bendu, suci, kwangen 1 buah, sampyan naga sari, penyeneng, wadah uyah, pebersihan dan runtutannya. Upakara di tempat keguguran dilakukan pecaruan Sapuh Awu. 

4. Berikut, upakara di pinggir laut/di pasir pantai, dilakukan dengan prosesi : 

  • Membuat pempatan agung menggunakan kain (kasa) putih.
  • Nanceb sanggah cucuk : upasaksi ke Surya munggah banten daksina, katipat pras, punjung serta runtutannya dan ring sor sanggah : segehan gede asoroh


Untuk di Natar Segara, Bantenya Sebagai Beeikut:

1) Banten yang dipakai untuk roh bayi : bunga pudak, bangsah pisang, kereb sari, punjung dan banten bajang. 

2) Banten untuk ngulapin roh bayi : sorohan, pengulapan-pengambeyan, peras, daksina, ketipat, kelungah nyuh gading disurat ong kara (genah ngadegan roh bayi), kemudian dilakukan pemujaan (mengembalikan kepada sanghyang sankan paraning pemadi) ruh bayi tersebut, dan kemudian bangtiangcruh bayi tersebut untuk mendapatkan tempat yang baik.

Setelah itu klungah nyuh gading dan semua banten yang digunakan dihanyutkan ke laut.

Yang terakhir pemuput Upacara pengepah ayu ini bisa dilakukan oleh pemangku yang di yakini atau khususnya pemangku kayangan tiga atau Dalem lan Mrajapati. 

Semoga Bermanfaat, silakan simak artikel payanadewa.com untuk tulisan lainnya. 
Om Santhi, Santhi, Santhi Om

Kuningan Kesempurnaan Karma dan Kebenaran


AUM AWIGHNAM ASTU NAMO SIDHAM KUNINGAN KESEMPURNAAN DHARMA KEBENARAN 


Perjalanan umat manusia tak pernah henti berjalan terus menyusuri Sang waktu pekat kelam muncul timbul tenggelam ... Sarat penuh makna mengarungi hamparan suka dan duka menghitung lambaian tangan memukau menyambut Sang waktu. Entah disadari atau tidak klimaks perjuangan hidup ini bagaikan putaran CAKRA SUDARSANA KRISHNA menggelinding merecord benar salah baik buruk menjadi Kharma dari hukum sebab akibat yg didalilkan.


Diakui atau tidak Kebenaran tetap ditegakkan bukan perkara siap atau tidak kita haruslah mengakui tiba saatnya keabsahanya mewakili kata hati dari sekumpulan insan manusia bahwa harus diakui siapapun dia Tirani kehidupan adalah suatu yg mutlak dan patut diakui saatnya akan memberikan bayangan hasil yg sudah pasti  adakah waktu dan kesempatan berkelit walau kemampuan kita merasa tak kan pernah usang? Patut diakui dimanapun kita berpijak tak ada sejengkal pun luput dari kekuasaanNya . ibarat kita bisa melewatinya disaat semua sudah tiba Sang waktu akan menutup semua cita dan perjuangan kita. Sungguh tiada alasan kita hanya kepadaNya lah proses ini berlangsung dan kita tak pernah tau karena lilitan Sang cakra sudarsana menghabiskan tali kuncinya sampai habis hambanya tak berkutik . 


Ajaran yg paling dibenarkan atas Nya adalah perjalanan fase waktu yg menghantarkan kita yg mengerti sementara waktu. Dimanakah sesungguhnya dia yg paling benar diakui kebenaranya? Berbagai kemampuaNya belum mampu kita menolaknya hanya karena kasihNya semuanya bisa ditawar untuk mengurangi kesalahan yg perlu pengampunan. Kepastian yang didapat memerlukan pengakuan yang abadi bilamana belum dianggap sempurna. Sungguh mulianya perjuangan ini yg tak pernah henti mengais memilah dari kepribadian seorang anak Tuhan yang berakhlak mulia. Perlu waktu sangat panjang untuk meniti ibarat secangkir gula dan kopi bila telat mengaduknya ibarat ampas yang akan membuat hidup ini sia dan sia. 


Manusia dapat kesempatan paling longgar diantara makhluk lainya. Adakah waktu tanpa berharga yang harus sia-sia lewat begitu saja? Mungkin kita perlu banyak cara yang mampu dan jitu meretas bayangan kelam akhir dari sebuah karma yang tentu membuahkan hasil yang baik walau belum sempurna. Diyakini atau tidak sisa sang waktu ini tetap akan mencatat SANCITHA KARMA WASANA yang akan berbuah manis bila waktu yang masih tersisa kita menimbun segumpal ke arah perbaikan. Sungguh mulianya dilahirkan sebagai manusia tanpa cela tanpa cacat yang lebih leluasa berbuat untuk berlomba atas nama kebaikan. 


Ada satu ajakan mulia bila kita mengakui hidup ini tidaklah berasa apa-apa, kosong bagaikan kentongan suara kental bergema saatnya menjauh suara nyaring kosong ditelan waktu. Sungguh mulianya harapan ini kita lalui tanpa batas yang akhirnya menghantarkan konsekuensi kehidupan ini yg membawa berkah terekam dari puncaknya volume kharma yang tidak pernah lepas ..... Satu perwujudan kata suci dan mulia berakhir untuk menatap proses sesungguhnya kita tidak pernah sadar untuk apa sesungguhnya jalan hidup yang kita cari semuanya memiliki Rekaman pasti yang akan menghantarkan puncak karma wasana yang kita torehkan .... 


Dumogi tujuan kesempurnaan hidup lahir mencapai MOKSARTHAM JAGADHITA YA CA ITI DHARMAH benar memberi inspirasi dari semua jalan terjal yg sdh kita lewati ..... AWIGHNAM ASTU.

Makna Hari Raya Kuningan dan Mengapa Upakara Harus Dihaturkan Sebelum Jam 12 Siang

Makna Hari Raya Kuningan dan Mengapa Upakara Harus  Dihaturkan Sebelum Jam 12 Siang

Apa Sesungguhnya Hari Raya Kuningan? Dan apa simbol Upakara yang harus dihaturkan sebelum jam 12 siang? silahkan simak tulisan payanadewa.com dimana Anda akan menemukan jawabannya.


Kuningan merupakan rangkaian Hari Raya Galungan yang jatuh pada hari Saniscara Kliwon Wuku Kuningan, yang memiliki makna Keuningan dengan arti tercapainya tingkatan spiritual dengan cara intropeksi diri agar terhindar dari mara bahaya. Dan juga mengandung makna Jani, Pemberitahuan, Nguningayang, baik pada diri sendiri maupun kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan yang Maha Esa.


Simbol Upakara/Banten:


  1. Tamiang, simbol perlindungan dan perputaran roda alam semesta
  2. Endongan/Selagi, simbol dari perbekalan, bekal terutama ilmu pengetahuan (jnana) untuk mengarungi kehidupan
  3. Ter, simbol panah atau 
  4. Sampian Gantung, simbol penolak bala
  5. Nasi Kuning/Penek Kuning, simbol kemakmuran



Pada hari raya Kuningan Ida Sanghyang Widi Wasa memberkahi umatnya darivjam 00pagi sampai jam 12.00siang, karena energivalam semesta. Pertiwi, Apah, Bayu, Teja dan Akasa  (Panca Maha Butha) bangkit pada puncaknya sampai jam 12.00 siang, lewat pada waktu itu disebut Pralina/kembali le asal/ngeluur kealam ara Dewa/Dewa Loka.


Kesimpulan


Kita harus ingat menyama braya, persatuan, solidaritas sosial, selalu ingat dengan lingkungan, sehingga terciptanya keharmonisan alam beserta isinya, serta tidak lupa mengucapkan rasa syukur kehadapan Ida,Sang Hyang ParamaKawi  atas karunianya. 

Kuningan dan “Dewa Berung”

Kuningan dan “Dewa Berung”
Ilustrasi photo via prempuanbali.asia

Kuningan sejatinya adalah hari tumpek (Tumpek Kuningan) yang jatuh pada saniscara kliwon wara kuningan. Kuningan secara filosofi terlepas dari rangkaian Galungan. Tapi karena harinya berdekatan sehingga tampak sebagai sebuah rangkaian dan dirayakan sebagai Galungan - Kuningan. 

Tumpek Kuningan sebagai hari pemujaan khusus kehadapan Dewa (Betara) dan Leluhur (Pitara). Sebagaimana juga kekhususan tumpek yang lain seperti tumpek kandang untuk binatang, tumpek wariga untuk tumbuhan, tumpek landep untuk senjata, tumpek wayang untuk kekuatan supranatural / pasupati / taksu, tumpek krulut untuk suara. Sebagai tonggak pemujaan khusus, Tumpek Kuningan bahkan lebih “rumit” dan “rimit” dibandingkan dengan Galungan. Seperti sarana tebog, selangi, ceniga dengan daun kayu sedikitnya lima macam, tamiang, ter, endongan, sampian gantung dengan bentuk khusus, tumpeng kuning, nasi kuning, sodan, segehan, dll. 


Dan semua sarana tersebut sebelum dihaturkan mesti dikuningkan dan disucikan dengan sarana gerusan / tumbukan daun intaran dan kunyit yang diisi air. Dalam cakepan Sunar Igama, pada hari Saniscara Kliwon wara Kuningan Ida Hyang Siwa Mahadewa diikuti oleh para Dewa dan Pitara (leluhur) turun dari “kayangan” menuju “mercapada” untuk “mesuci” dan “amukti sarining banten”. Oleh karena itu, sang gama tirtha di mercapada menyambut kehadiran “Betara” dan “Pitara” dengan persembahan pesucian, canang wangi, disertai “selangi”, “tebog”, haturan sesaji, dan segehan, sebagai simbol tapa dan ketulusan memuja Hyang Maha Suci untuk memohon amerta, kemakmuran, kepradnyanan / kebijaksanaan. Pada hari Kuningan bangunan agar “mesawen” dipasangi “tamiang” (tameng / pelindung) sebagai tanda kemeriahan dan keindahan menyambut kehadiran Betara dan Pitara di mercapada.


Kuningan  selalu menautkan Tamiang, yang mana sebagai simbol memohon perlindungan dan keselamaran kehadapan Ida Bethara dan Pitara. 
Sang Gama Tirtha juga melaksanakan “prayascita” memohon penyucian diri kehadapan Betara dan Pitara dengan sesayut prayascita disertai hening “adnyana” / bhatin. Ditetapkan bahwa pada hari Kuningan, Ida Betara dan Pitara turun ke dunia pada pagi hari. Setelah memberkati anugrah semua haturan, maka pada tengah hari Ida Betara dan Pitara kembali ke kayangan. 

Oleh karena itu pemujaan Kuningan dilakukan pada pagi hari. Tidak boleh “kelangkaran surya” (dilangkahi matahari / lewat tengah hari). Apabila pemujaan Kuningan lewat tengah hari, maka yang akan dihaturkan pemujaan adalah “Dewa Berung” yakni sosok dewa yang kotor, borok, dan bau. Mitologi Dewa Berung ini dinarasikan oleh para leluhur agar pemujaan Kuningan sesuai dengan ketentuan, agar tidak sia-sia. Demikian leluhur mewariskan. 

Mengenal Banten Santun Dalam Agama Hindu

Mengenal Banten Santun Dalam Agama Hindu

Tak bisa dipungkiri agama Hindu memiliki berbagai tradisi yang unik dan bermakna. Selain itu, agama Hindu juga mempunyai beragam simbol yang begitu indah serta menarik bagi siapa saja yang melihatnya. Tentunya bagi umat Hindu, simbol-simbol tersebut begitu menggetarkan hati dan memiliki makna yang begitu mendalam. Ternyata simbol-simbol tersebut adalah media bagi umat Hindu sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Selain itu simbol tersebut adalah dialog manusia dengan Yang Maha Kuasa sekaligus memohon perlindungan dan maupun wara nugraha-Nya. 
Salah satu simbol yang ada di dalam agama Hindu yaitu memakai banten untuk berbagai ritual upacara. Di dalam agama Hindu, Banten merupakan bahasa agama. Sedangkan banten di dalam lontar Yajna Praktrti mempunyai tiga arti yaitu sebagai simbol ritual yang sakral. Banten juga mempunyai banyak jenis yang masing-masing memiliki konsep hidup yang sifatnya universal. Secara lebih jelasnya, banten adalah sesajen yang rumit dan kompleks namun juga sangatlah indah. Dibalik keindahan banten tersebut tersimpan makna filsafat atau tattwa yang menyertainya. 
Dalam kitab suci Weda, Banten juga disebut Wedya yaitu sebuah istilah yang juga ditemui di Bali. Dalam sebuah tulisan karya Ida Perdana Made Sidemen disebutkan bahwa hilanglah puja tanpa menengakkan wedya seperti manusia yang akan hilang jika tanpa makanan. Hal inilah yang membuat antara Weda Puja dan Banten tak bisa terpisahkan. Di dalam ajaran Tantra disebutkan sebagai mantra serta yantra. Dimana dalam hal ini yantra menjadikan mantra sebagai jiwanya. Sehingga yantra tidak bisa terpisahkan dengan mantra. 
Di dalam kakawin Ramayana telah disebutkan bahwa sesajen untuk yadnya sudah disiapkan seperti kayu cendana, bunga, kayu bakar dan harum-haruman. Selain itu sesajen tersebut juga disertai buah, santan dan susu, madu dan biji hitam. Tak lupa juga priuk dan ujung alang-alang yang disertai bertih dan tepung. Berbagai benda yang dibutuhkan dalam upacara tersebut sampai saat ini masih terus dipergunakan. Maka jelas bahwa upakara banten memang dibutuhkan dalam upacara yadnya sehingga weda, puja dan mantra memperoleh tempat yang sebagaimana mestinya. 
Selama ini Bali disebut juga sebagai Pulau Banten karena pulau di Bali Banten mempunyai tempat yang baik serta bersatu bersama Weda, Puja, Sruti, Mantra dan Sthawa. Banten lahir dengan melewati jari jemari lalu memusatkan pikiran dalam proses yiga pada Hyang Maha Suci mengolah isi laut, isi bumi dan lain sebagainya. 
Di dalam setiap upacara yadnya di bagian tengah banten dihadirkan santun. Dimana santun ini merupakan bentuk upakara yang hadir dalam bentuk bulat. Selain itu isinya juga serba bulat seperti telur, kelapa dan lain sebagainya. Bila dilihat secara fisik, Banten santun memang terlihat seperti miniatur alam semester yang dibangun oleh planet-planet berbentuk bulat. Untuk itulah santun dijadikan untuk Sthana Hyang Maha Suci namun juga dijadikan punyai pada para pendeta ataupun orang-orang suci. 
Untuk itulah Bali membangun simbol dengan penuh makna kesucian maupun kesemestaan. Hal ini membuktikan bahwa Bali sudah melestarikan pemikiran Hindu serta dituangkan di dalam kitab-kitab sucinya. Kecuain Bali memang harus selalu dijaga karena Bali dibangun atas dasar konsep kesucian padma bhuana yaitu bunga suci yang dijadikan Sthana Hyang Maha Suci. 
Demikianlah penjelasan mengenai Banten Santun yang bisa menambah wawasan anda. Melalui informasi di atas kini anda bisa memahami bahwa dalam agama Hindu Bali terdapat berbagai jenis Banten yang masing-masing memiliki makna dan komponen yang penting dalam upacara. 

Cara Membuat Banten Pekideh



Pada zaman dahulu belum dikenal adanya sebutan banten melainkan masih dalam bentuk upakara yang dipakai sebagai saranan upacara yang awalnya hanya terbatas bagi para pengikut saja namun lama kelamaan semakin berkembang hingga ke penduduk wilayah lainnya. Jenis upakara yang dipakai tersebut memakai bahan baku berupa bunga, daun, air, buah serta api yang kemudian disebut Bali. Hal inilah yang membuat para pendudukan yang melakukan pemujaan memakai sarana upakara disebut dengan orang-orang Bali. Sehingga bisa dikatakan bahwa orang-orang Bali asal mulanya merupakan penduduk Taro. 
Lama kelamaan ajaran tersebut berkembang hingga ke seluruh pulau hingga pulau tersebut dinamakan Pulau Bali yang kala itu artinya pulau yang dihuni oleh orang-orang Bali. Namun secara lebih jelasnya, penduduk di pulau tersebut melaksanakan pemujaan memakai sarana upakara Bali. Kemudian sarana upakara tersebut berubah nama menjadi Banten yang berasal dari kata wanten yang berarti wantu atau bantu. Sehingga bisa disimpulkan bahwa banten merupakan alat bantu di dalam pemujaan atau simbol keagamaan. 
Dalam melaksanakan ajaran agamanya, agama Hindu menggunakan empat jalan antara lain Bhakti Marga, Jnana Marga, Karma Marga dan Raja Marga. Untuk tahap apara bhakti pemujaan memang menggunakan berbagai alat bantu seperti banten dan jenis upakara lainnya. Biasanya di Bali keempat marga tersebut dilaksanakan sekaligus ke dalam bentuk upacara agama memakai sarana banten yang memakai bahan pokok seperti bunga, daun, air dan api. Dimana masing-masing sarana tersebut mempunyai makna yang begitu penting bagi upacara agama Hindu di Bali. 
Karena begitu sakralnya makna banten sehingga Yadnya Prakerti menyebutkan bahwa mereka yang membuat banten harus bisa berkonsentrasi untuk siapa banten tersebut akan dipersembahkan. Selain itu pembuat banten harus sudah mensucikan diri melalui upacara pawitenan. Tujuannya supaya pembuat banten tahu tata cara serta aturan dalam pembuatan banten tersebut. 
Saat membuat banten dengan kesucian maupun kedamaian hati yang selalu terjaga. Misalnya dengan memakai pakaian yang sopan, tidak mengeluarkan kata yang kasar, tidak sedang cuntaka, tidak sedih, tidak menggaruk-garuk badan dan lain sebagainya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa saat membuat banten maka kondisikan dalam situasi yang sakral, suci, penuh konsentrasi, kasih sayang dan rasa bhakti pada Hyang Widhi. 
Berkaitan dengan pembuatan banten yang harus benar-benar diperhatikan situasinya maka hal tersebut berlaku untuk pembuatan berbagai jenis banten termasuk salah satunya adalah banten pekideh. Dimana jenis banten ini ternyata setiap daerah menyebutnya dengan istilah yang berbeda yaitu banten danan atau banten nasi. Meskipun berbeda tetapi cara pembuatan dan bahan banten ini tetaplah sama. Pembuatan banten ini dimulai dengan mempersiapkan ceper yang terbuat dari janur muda ataupun janur tua tetapi biasanya masyarakat sering menggunakan janur tua. 
Selanjutnya persiapkan isi banten yang terdiri dari uyang. Adapun bahan uyang tersebut adalah tape, jaja uli, bantal, pisang disisir, jaja gina, tebu dipotong kecil, kacang yang diwadahi celemik, dua tumpeng kecil dan saur. Kemudian letakkan semua bahan di dalam ceper dan siapkan plaus yang dipakai adalah jenis plaus sederhana. Letakkanlah plaus tersebut di atas banten maka banten kini sudah siap dihaturkan untuk persembahyangan. 
Itulah tadi penjelasan mengenai cara membuat banten pekideh yang bisa menambah wawasan anda. Melalui informasi di atas tentu kini anda bisa tahu pembuatan pekideh dan bahan-bahan yang dipergunakan. Jangan sampai ada bahan yang ketinggalan sebab masing-masing bahan mempunyai makna dan fungsi tersendiri. 

Belajar Makna Banten Saiban dalam Hindu Bali


Bali merupakan sebuah pulau yang memiliki berbagai tradisi yang hingga saat ini masih begitu kental dan terus dilaksanakan oleh hampir seluruh masyarakat Bali terutama yang menganut agama Hindu. Salah satu tradisi di Bali yang cukup populer adalah Banten Saiban. Dimana banten ini juga sering disebut dengan ngejot yang merupakan sebuah tradisi Hindu di Bali yang dilakukan sesudah selesai memasak di pagi hari setiap harinya. Mesaiban atau Mejotan disebut juga dengan Yadnya Sesa yang tak lain adalah yadnya yang paling sederhana serta realitas Panca Yadnya yang dilakukan umat Hindu di kehidupan sehari-hari. 

Pelaksanaan saiban ini memang seharusnya dilakukan setelah selesai memasak atau sebelum menikmati hidangan makanan. Dalam tradisi ini tersimpan makna banten saiban yang begitu mendalam bagi kehidupan umat Hindu di Bali. Dimana banten saiban ini adalah penerapan dari ajaran kesusialaan Hindu yang mengharuskan umat agar senantiasa bersikap anersangsa dengan tidak mementingkan diri sendiri serta ambeg para mertha yang berarti mendahulukan kepentingan di luar diri. Pelaksanaan banten saiban ini bermakna bahwa manusia sesuai selesai memasak memang harus memberikan persembahan berupa makanan sebab makanan tersebut adalah sumber kehidupan di dunia. 

Tujuan dilakukannya banten saiban ini adalah sebagai wujud syukur dari yang diberikan oleh Sang Hyang Widhi pada manusia. Seperti yang telah diketahui bahwa yadnya merupakan sarana dalam menghubungkan manusia dengan Sang Hyang Widhi Wasa agar memperoleh kesucian jiwa. Selain itu saiban juga merupakan manifestasi-Nya serta makhluk ciptaan-nya termasuk juga alam serta isinya. 

Dalam melaksanakan banten saiban juga terdapat sarana yang sederhan karena banten ini merupakan yang paling sederhana. Biasanya banten saiban ini dihaturkan memakai daun pisang yang diisi nasi, lauk pauk dan garam lalu disajikan sesuai yang sedang di masak hari ini. Tetapi tidak ada keharusan untuk menghaturkan lauk pauk tersebut. Saiban yang sempurna merupakan yang dihaturkan lalu dipercikkan air bersih serta dupa menyala sebagai saksi persembahan tersebut. Tetapi yang sederhana dapat dilakukan tanpa memercikkan air maupun menyalakan dupa. Sebab wujud saiban itu sendiri memang begitu sederhana. 

Setelah mengetahui sarana dan makna banten saiban, hal penting yang perlu anda pahami juga adalah tempat untuk menghaturkan saiban. Ternyata terdapat 5 tempat yang dihaturkan dalam saiban sebagai simbol Panca Maha Bhuta. Lima tempat tersebut antara lain sebagai berikut : 

  1. Pertiwi atau tanah yang biasanya ditempatkan di bagian pintu keluar rumah maupun pintu halaman. 
  2. Air atau Apah yang ditempatkan di sumur ataupun tempat air. 
  3. Api atau Teja yang ditempatkan di dapur pada tempat memasak atau tungku maupun kompor. 
  4. Bayu ditempatkan di berasa maupun nasi. 
  5. Akasa ditempatkan di tempat sembahyang baik itu pelinggih, pelangkiran dan lain sebagainya. 


Tempat untuk meletakkan saiban bila menurut Manawa Dharmasastra yaitu Sanggah Pamerajan, tempat air minum di dapur, dapur, lesung, batu asahan dan sapu. Kelima tempat terakhir yang sudah disebutkan di atas merupakan tempat dimana keluarga dapat melakukan Himsa Karma setiap hari. Sebab secara tidak sengaja sudah melakukan pembunuhan binatang maupun tumbuhan di tempat tersebut. 

Melalui penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa banten saiban merupakan sebuah tradisi Hindu Bali yang mempersembahkan apa yang dimasak di pagi hari kepada Tuhan sekaligus manifestai-nya terlebih dahulu lalu barulah sisanya dimakan. Semua itu dilakukan sebagai wujud syukur kepada Tuhan serta menebus dosa atas pembunuhan pada binatang dan tumbuhan yang diolah menjadi hidangan makanan pada hari itu.

Upacara Meseh Lawang Dalam Upacara Ngaben

Upacara Meseh Lawang Dalam Upacara Ngaben

Pulau Bali merupakan sebuah pulau yang memiliki banyak kekayaan tradisi maupun adat istiadat, keunikan budaya, kerajinan maupun keindahan alam. Masyarakat Bali juga begitu menjaga keramahan sehingga bisa membuat wisatawan yang berkunjung ke Bali merasa nyaman. Tetapi di balik kekayaan yang dimiliki oleh Bali terdapat sebuah tradisi upacara yang menarik yaitu upacara meseh lawang. Dimana meseh lawang merupakan kelengkapan dari upacara pitra yadnya yang dilakukan jika orang yang meninggal dunia sejak kelahirannya cacat tubuh atau mental ataupun mati salah pati maupun mati ngulah pati, dilakukan di catus pata ataupun perempatan jalan yang bertujuan secara simbolis agar memulihkan cacat maupun kerusakan jasad. 

Dalam pelaksanannnya, Meseh Lawang mempunyai urutan yang harus dilakukan mulai dari awal hingga akhir. Adapun urutan meseh lawang tersebut antara lain sebagai berikut. 

  1. Mereresik 
  2. Mapiuning ring Sang Hyang Catur Loka Pala 
  3. Mecaru 
  4. Mabeyaka dan Maprayascita
  5.  Malukat 
  6. Natab Banten Mesel Lawang
  7.  Sembahyangkan Sang Atma keempat penjuru angin dengan iringan preti sentana, mebija, methirta. Kemudian meprasawija mengelilingi area upacara tiga putaran, kemudian menginjak bantan meseh lawang lalu terus mungkah lawang. Dimana mungkah lawang ini terbuat dari 2 buah kelabang pintu masuk yang diapit sanggah cucuk sekaligus mapepegat dengan benang tridatu kemudian diikat di carang dapdap, lalu keluar melalui sela-sela sanggah cucuk sehingga akan ada tiga sanggah cucuk. 
  8. Lalu mapegat dan benang tridatu yang diikat di carang dapdap
  9. Kembali ke rumah kemudiah sekah jernek dilinggihkan di Bale Sawa. Kemudian diberi panyembrama atau pisuguh jika perlu ada banten pengulapan. 

Perlu anda ketahui bahwa meseh lawang ini merupakan bagian dari upacara ngaben. Dimana upacara ngaben sendiri merupakan upacara pembakaran mayat meskipun secara dari asal usul etimologi hal tersebut memang kurang tepat. Sebab terdapat tradisi ngaben yang tidak melalui proses pembakaran mayat. Ngaben adalah upacara yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Bali terkecuali bagi masyarakat Desa Tenganan yang hanya meletakkan mayat di atas tanah. 

Tidak semua masyarakat Hindu di Bali bisa melaksanakan upacara Ngaben karena memang upacara ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Untuk masyarakat Bali yang tidak bisa melaksanakan ngaben maka bisa tidak langsung membakar jasad anggota keluarga yang sudah meninggal tersebut. Adapula yang dikubur selama 5-10 tahun dan akan diikutkan upacara ngaben secara bersama-sama atau ngaben masal. Biasanya ngaben masal tersebut dilakukan setidaknya 1-2 tahun sekali. 

Upacara ngaben di Bali memang memiliki beberapa tahapan termasuk salah satu tahapannya adalah upacara meseh lawang. Berikut akan dijelaskan tahapan upacara ngaben yang perlu anda ketahui. 

  1. Ngulapin adalah pihak keluarga melakukan ritual mohon ijin dan restu pada Dewi Durga sebagai sakti dari Dewa Siwa dan upacara ini dilakukan di Pura Dalem.
  2.  Kemudian dilakukan upacara memungkah dimana pihak keluarga mempersiapkan simbolis raga dari kayu namun upacara ini tidak dilakukan untuk jasad yang masih baru. 
  3. Lalu dilanjutkan upacara meseh lawang yang bertujuan untuk memulihkan kerusakan atau cacat pada jasad secara simbolis.
  4.  Upacara Mabersih bertujuan untuk memandikan jasad yang terkadang sudah berupa tulang belulang. 
  5. Dilanjutkan dengan Ngaskara merupakan upacara penyucian jiwa di tahap awal. 
  6. Kemudian Narpana merupakan upacara persembahan sesajen atau bebanten pada jiwa yang sudah meninggal. 
  7. Ngeseng sawa merupakan upacara unti pembakaran jasad dimana jasad tersebut diletakkan didalam replika lembu. 
  8. Ngayut merupakan upacara terakhir yaitu menghanyutkan abu jasad ke laut sebagai simbolis mengembalikan ke unsur air dan bersatunya jiwa dengan alam. 


Itulah tadi penjelasan mengenai meseh lawang yang juga merupakan bagian dari ngaben. Melalui penjelasan di atas kini anda semakin paham mengenai meseh lawang dan upacara ngaben yang menjadi bagian dari tradisi rutin umat Hindu di Bali.

Upacara 3 Bulanan (Mecolongan)





Lontar Tutur Panus Karma menjelaskan bahwa Nyama Bajang merupakan sebuah kelompok dari Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam menjalankan tugas untuk membantu Kanda Pat dalam menjaga bayi yang masih ada didalam kandungan ibu. Nama Bajang sendiri merupakan kelompok yang terdiri dari berbagai mahluk halus mulai ada yang namananya Bajang Dedari, Bajang colong, Bajang dodot, Bajang yeh, Bajang lengis, Bajang simbuh, Bajang sapi, Bajang lelawah, Bajang kebo dan masih banyak lainnya.

Upacara Mecolongan (3 bulanan) ini akan dilaksanakan ketika sang bayi sudah menginjak usia 105 atau pas 3 bulan. Ini semua bersumber dari Kalender Bali 3 x 35 = 105 hari. Mengadakan upacara 3 bulanan ini bertujuan untuk : 

  1. Ucapan terima kasih kepada Nyama Bajang berkat bantuannya dalam menjaga jabang bayi ketika masih ada didalam kandungan ibunya. Mengingat tugasnya sudah selesai maka diharapkan Nyama Bajang ini bisa kembali ke asalnya masing-masing. 
  2. Upacara ini juga bertujuan untuk menyucikan si jabang bayi 
  3. Memberi nama yang diberikan oleh orang tuanya untuk bayinya 
  4. Menguatkan kedudukan Atman yang ada di tubuh bayi 


Pada saat akan melaksanakan upacara Mecolongan ini akan dilaksanakannya acara Mebajang Colong atau yang dikenla dengan sebutan Mecolongan. Hal ini dilakikan sebagai ucapan terima kasih dan ucapan selamat jalan. Upacara yang akan disiapkan adalah banten Bajang Colong. Kalau Nyama Bajang ini akan disimbulkan sebagai raregek. 

Selain itu ada Kanda Pat yang juga akan diupacarai dengan simbul : papah Kelapa, mentimun untuk simbol lamas, simbul ari-ari, batu bulitan sebagai simbol yeh nyom, pusuh atau jantung pisang sebagai simbol getih. 

Peralatan yang digunakan untuk upakara lainnya seperti ayam pesolsoan sebagai simbol atma, air di dalam pane ini sebagai akasa, pane sebagai simbol bumi, tangga tebu sebagai simbol Sanghyang Semara Ratih, lesung batu sebagai simbol kekuatan, gelang kaki sebagai simbol Brahma, pupuk sebagai simbol Siwa dan gelang tangan sebagai simbol Wisnu. 

Sebelum digunakan semua simbol-simbol tersebut harus diupacarai dengan rangkaian mareresik, mapasupati, matepung tawar, malis-lis dan ngayab banten. Setelah semua simbol itu selesai diupacarai maka segera di praline. Papah dan raregek kemudian dibawa ke tepi sungai dengan diiringi lagu Babi anung. Mentimun, pusuh, dan batu bulitan akan ditanam disebelah tanaman ari-ari. Setelah semua selesai maka bayi akan menaiki tangga dan tidak harus menginjak tanah. Kemudian bayi akan dimandikan di pane dan diteruskan dengan megogo-gogoan. 

Setelah selesai megogo-gogoan maka bayi kemudian mapasolsolan ayam ti digunakan sebagai penguat kedudukan atma pada tubuh bayi. Dilakukan upacara mapetik atau acara memotong rambut bayi. Pemtongan rambut ini ada di lima tempat yaitu mulai dari samping kanan, samping kiri, ubun-ubun, dan belakang. Kemudian diusehan hal ini sebagai simbol membuang kotoran. Hal ini dikarenakan rambut terdapat kotoran yang dibawa sejak bayi di dalam rahim dan dilanjutkan bayi natab banten sambutan. 

Dengan berbagai serangkaian upacara ini maka akan hilanglah cuntaka atau sebel pada bayi. Ketika seseorang belum pernah diupacarai Mecolongan, jadi orang tersebut sampai tua akan dianggap tetap cuntaka atau sebel. Setelah selesai acara maka bayi akan dihadapkan pada Palinggih Kemulan. Kaki bayi kemudian dicuci dengan air dan diinjakkan ke tanah tiga kali. Hal ini sambil meminta kepada Ida Bethara Kemula untuk memberi nama bayi. Nama ini mengandun arti yang skral dan tidak boleh diganti kecuali diganti oleh ayah atau ibunya. Demikianlah segi sacral yang ada pada pemahaman agama Hindu.

Beli Motor Baru Jangan Lupa Lakukan Upakara Banten Ini

Ilustrasi photo via https://youtu.be/ujtNsqHoebY

Berbagai tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Bali terutama umat Hindu di Bali memang masing-masing memiliki makna tersendiri yang begitu mendalam. Termasuk salah satu tradisi tersebut yaitu upakara banten untuk motor baru

Biasanya menjelang rahina Tumpek Landep akan ada banyak orang yang membeli kendaraan mobil ataupun motor. Banten Pasupati adalah sarana upacara yang harus dilakukan untuk kendaraan yang baru anda beli. 

Bagi anda yang membeli motor baru maka wajib melakukan upacara banten pasupati. Bahkan upacara ini juga perlu dilakukan untuk motor yang baru saja dibeli meskipun kondisinya sudah bekas. 

Sebelum memahami banten pasupati maka anda perlu mengetahui bahwa banten merupakan rangkaian beberapa saranan upakara yang telah diatur sedemikian rupa sehingga sesuai bentuk serta ketentuan yang sudah ditetapkan. 

Dengan begitu bisa diyakini bahwa banten tersebut mempunyai nilai religius sehingga bisa mewakili maksud serta tujuan yang mempersembahkannya. Dalam agama Hindu terdapat berbagai jenis banten yang masing-masing memiliki makna dan tujuan tersendiri. 

Tentunya dalam melaksanakan banten tersebut harus tersedia sarana yang diperlukan serta prosesi upacara yang sebaiknya mengikuti ketentuan yang berlaku. 

Upacara pasupati adalah bagian dari Panca Yadnya dimana masuk ke dalam jenis upacara Dewa Yadnya. Umat Hindu melakukan pemujaan pada Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Pasupati atau Siwa supaya kendaraan tersebut mempunyai ikatan dengan pemiliknya. 

Hal tersebut tentu bertujuan untuk menghidupkan jiwa dari kendaraan tersebut agar nantinya senatiasa dapat bersinergi dengan manusia saat dikendarai. Upacara ini prosesinya diawali Ngastawa Tirtha lalu dilanjutkan dengan ngaturang banten pareresik, mapiuning serta natab banten Pasupati. 

Mungkin selama ini banyak yang berpikir bahwa umat Hindu melakukan persembahan atau menyembah motor. Padahal anggapan tersebut sangatlah keliru karena yang sebetulnya dilakukan adalah pemujaan kepada Sang Hyang Widhi sebagai Dewa Siwa atau Sanghyang Pasupati dengan memohon supaya diberi keselamatan untuk pengendaranya. Selain bagi kendaraan, banten tersebut juga wajib dilakukan pada mesin-mesin, perkakas dari besi, dan alat pertanian. Kemudian upacara pasupati tersebut dilakukan setiap 6 bulan sekali atau ketika tumpek landep. 

Tidak berbeda dari banten lainnya, dalam upakara banten untuk motor baru tersebut juga menggunakan berbagai sarana. Dimana sarana banten upakara yang diperlukan dalam pasupati kendaraan ini antara lain sebagai berikut. 
  1. Paling sederhana atau Kanistama yaitu canang sari, tirtha pasupati dan duap pasupati. 
  2. Lebih besar atau Madya bisa menggunakan upakara banten peras, pejati atau daksina.
  3. Paling besar atau utama biasanya bisa dilengkapi dengan jenis upakara yang termasuk sesayut yakni sesayut pasupati dengan kelengkapan sorohan alit, banten prayascita, pejati dan banten durmanggala. 
Dalam upacara pasupati juga menggunakan mantra tertentu yang didalamnya juga akan disampaikan permohonan yang hendak dipasupati. Melalui penjelasan di atas bisa pahami bahwa upacara pasupati merupakan bentuk rasa syukur manusia atas peralatan atau kendaraan yang baru saja dibeli serta permohonan pada Sang Hyang Widhi supaya senantiasa diberikan keselamatan ketika menggunakan kendaraan tersebut. 

Demikianlah penjelasan mengenai upacara pasupati untuk motor baru yang bisa menambah wawasan anda. Melalui penjelasan di atas kini bagi umat Hindu di Bali yang baru saja membeli motor baru sebaiknya segera dilakukan upakara banten untuk motor baru. Sebab di dalam banten tersebut terdapat makna yang begitu mendalam sebagai rasa syukur sekaligus melindungi pemilik motor baru dari malatapetaka ataupun bahaya selama diperjalanan.

Banten Ayaban Tumpeng (Tulung Pengambean)

Banten Ayaban Tumpeng (Tulung Pengambean)
Hallo sobat, setelah kita lama tidak membahas tentang tentang upakara maka pada kesempatan kali ini akan dijelaskan tentang Tulung pengambean. Upakara ini merupakan informasi tentang bebantenan. Sebelumnya sudah membahas tentang banten penyeneng, banten santun dan masih ada beberapa lainnya. Maka dari itu langsung saja, simak penjelasannya berikut ini.
 
Banten Ayaban ini terdiri dari 25 komponen, namun pada kesempatan kali ini akan dijelaskan beberapa saja, diantaranya adalah : 
1. Banten Peras 
Banten Peras merupakan sebuah pengesahan dan peresmian pada sebuah acara yang akan diselenggarakan lahir batin. Kalau secara lahiriah, banten peras ini sebuah perwujudtan sebagai sarana. Kalau secara batin ini sebuah permohonan untuk sebuah persembahan. Dalam sebuah pelaksanaan upacara agama, kalau tidak ada banten peras maka upacara tersebut dapat dikatakan tidak sah atau tidak resmi. Banten peras ini memiliki makna kesuksesan. Jadi didalamnya ada nilai tentang konsep kehidupan yang sukses. 

2. Banten pengambean
Tulung pengambean merupakan simbol dari permohonan dan menanggil. Banten pengambean ini memiliki arti sebagai simbul permohonan karunia kepada Sang Hyang Widhi. Selain itu juga pada leluhur untuk dapat menikmati kehidupan. Sehingga kehidupan ini sebuah karunia berdasarkan Dharma dan lindung Syang Hyang Widhi. Akhirnya munculah sebuah makna permohonan dan bimbingan agar umat manusia dapat diarahkan pada kehidupan yang lebih berkualitas. 

3. Banten Dapetan

Banten dapetan ini merupakan simbul permohonan kepada Syang Hyang Widhi. Hal ini bertujuan agar dikaruniani kekuatan Tri Pramana dan kekuatan Tri Bhuwananya. Selain itu banten dapetan ini mengandung arti yaitu apabila seseorang akan menghadapi sebuah kenyataan didalam kehidupan  baik suka ataupun duka. 

Tentunya setiap orang menginginkan kelimpahan kesejahteraan dan penuh kebahagiaan. Memiliki umur yang panjang dan sehat sentosa. Selain itu banten dapetan ini juga sebagai ungkapan syukur dan terima kasih terhadap karunia Tuhan karena sudah memberikan keselamatan. 

4. Banten Penyeneng
Penyeneng ini merupakan bahasa Bali yang memiliki arti hidup. Jadi banten penyeneng ini memiliki makna sebuah permohonan kepada Sang Hyang Widhi. Permohonan agar dikaruniai kehidupan yang baik dan seimbang atau selaras. Banten penyeneng ini memiliki fungsi sebagai menistanakan Ida Sang Hyang Widhi atau Ida Bhatara pada sebuah tempat yang sudah disediakan. Selain itu penyeneng ini merupakan sebuah simbol konsep kehidupan yang dinamis, produktif dan seimbang. 

5. Banten Gebogan

Banten gebogan ini merupakan lambang dari rasa syukur dan persembahan kepada Sang Hyang Widhi. Gebogan ini merupakan sebuah persembahan berupan rangkaian bunga dan buah-buahan. Pada umumnya gebogan ini akan dibawa ke pura untuk acara upacara panca yadnnya. Jadi gebogan ini merupakan sebuah rangkaian berbagai jenis buah yang menjadi hasil bumi sebagai rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi. 

6. Banten sesayut

Banten sesayut merupakan mempersilahkan kepada linggaDewata. Hal ini ditujukan untuk menahan dan mencegah seseorang dari mala gangguan sehingga dibuatkanlah sesaji yang sering disebut dengan sesayut. 

7. Banten rayunan

Banten rayunan ini digunakan untuk persembahan kepada Sang Hyang Widhi dan untuk melengkapii daksina lainnya. Kalau dimaknai banten rayunan ini merupakan sebuah persembahan berupa makanan untuk Ida Sang Hyang Widhi atau Bhatara ataupun leluhur. Kalau ditunjukkan untuk para leluhur maka diisi kunir atau nasi kuning. 

Demikianlah beberapa penjelasan mengenai beberapa  Banten Ayaban Tumpeng. Semoga anda bisa lebih memahami penjelasan ini dan mendapatkan informasi lebih dalam lagi. 

Wanita Dijajah Pria Sejak Dulu, dijadikan Perhiasan Sangkar Madu



Inilah penggalan lirik lagu Sabda Alam yang lekat benar dalam ingatanku. Sebuah lagu karya Ismail Marzuki yang usianya sudah sangat tua. Lagu yang mengisahkan tentang kelemahan dan ketidak-berdayaan wanita. Wanita adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sejak dulu digambarkan sebagai makhluk yang lemah, penuh kelembutan, menarik dan juga penuh misteri.

Banyak hal yang tidak mungkin terjadi akan tetapi bisa dilakukan oleh seorang wanita yang lemah dan lembut itu. Wanita bisa menjadi sosok yang sangat kuat dan sangat tangguh, menjadi sekuat karang dan setangguh gunung es.
Di belahan dunia yang besar ini, segala sesuatu yang indah pun sering kali diidentikkan dengan wanita.

Wanita diibaratkan dengan bunga, sesuatu yang indah, cantik, berseri, harum dan menyegarkan. Dari keindahannya ini banyak pula para lelaki yang pada akhirnya bertekuk lutut di sudut kerling wanita. Sejak dulu, wanita selalu dikatakan penuh misteri, wanita selalu menarik untuk diperbincangkan, wanita selalu menjadi bagian sejarah dalam setiap perjalanan jaman.

Beberapa mitos dan cerita tentang wanita hampir selalu ada di setiap penjuru dunia. Dalam budaya Thailand misalnya, terdapat sebuah mitos tentang pohon ajaib yang buahnya menyerupai tubuh sorang gadis. Dari situlah mereka menyebut buah tersebut dengan nama “makalee pon”, yang artinya : Wanita yang terlahir dari sebuah pohon di hutan Himmapen.
Hutan Himmapen adalah hutan hunian atau hutan jin. Konon katanya ketika buah ini jatuh ke tanah, ia akan berubah menjadi seorang wanita. Dan dalam mitos agama Budha di Thailand, wanita-wanita inilah yang kelak akan menjadi istri-istri para pertapa.

Di dalam kehidupan, wanita memang selalu bisa menjadi peran utama yang baik. Seperti diceritakan pada jaman Nabi Sulaiman dimana ilmu sihir masih banyak dipergunakan, Nabi pernah digoda oleh bangsa jin untuk menanam sebuah pohon di istana-nya.

Dikatakan oleh jin bahwa pohon itu memiliki buah ajaib, yang apabila buahnya sudah masak dan sangat matang akan berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik. Tetapi Nabi menolak bujukan itu karena Nabi mengetahui bahwa pohon itu adalah hasil sihir jin yang bisa menimbulkan dosa besar.
Sudah terukir didalam sejarah bahwa beberapa wanita cantik dan tangguh pernah memperkokoh kejayaan Indonesia, seperti Gayatri Rajapatni.

Dia terkenal sebagai ibu suri Kerajaan Majapahit semasa putrinya Tribuwana Wijayatunggadewi naik tahta.
Beliau ternyata berperan sebagai penasihat spiritual untuk raja-raja Majapahit hingga akhir hayatnya. Begitu pula dengan Tribuwana Wijayatunggadewi. Dibalik kecantikan dan kelemah lembutannya, ia mampu membuktikan dan mempertahankan keutuhan Kerajaan Majapahit, dan berandil besar dalam membawa kerajaan Majapahit menguasai hampir seluruh Nusantara. Dalam etimologi Jawa, kata wanita berasal dari frasa “wani ditoto” atau berani diatur.

Nah, sebutan wanita disini dimaknai berdasarkan kemampuannya untuk tunduk dan patuh pada lelaki sesuai dengan perkembangan budaya di tanah Jawa pada masa tersebut. Sementara itu menurut bahasa Sansekerta kata perempuan muncul dari kata “ per-empu-an”.
“Per” memiliki makna makhluk dan “empu” artinya mulia, tuan atau mahir.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna kata perempuan adalah makhluk yang mulia atau makhluk yang memiliki kemampuan. Apapun mitos, cerita, peran dan bahasan tentang wanita, yang pasti wanita telah diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mulia.
Opini, wanita diciptakan untuk menjalani kodratnya sebagai ibu, yang ditakdirkan untuk mensyukuri rasa sakit saat melahirkan, mendidik dan menyayangi manusia hingga akhir jaman.

Kehangatan dan kenyamanan adalah sifat wanita secara umum. Seorang anak yang menangis akan merasa nyaman ketika sang ibu memeluknya, memberikan rasa hangat, nyaman dan menentramkan hati. Bahkan sampai setua apapun kita, kita masih ingin merasakan belaian kasih sayang ibu.

Dan inilah salah satu keajaiban dan kemuliaan wanita. Ibu, ibu, ibu. Ibu adalah wanita. Surga di bawah telapak kaki ibu. Wanita adalah tiang negara. Kata-kata itu hanya dipersembahkan untuk wanita.

Ternyata di balik kelemahan fisik wanita tersimpan kekuatan gaib yang maha dahsyat yang telah dirahmatkan Tuhan untuk wanita. Ibuku yang pintar dan penyabar pun pernah menasihati aku. “Menjadi wanita harus bisa seperti pohon,” kata beliau. Dan ketika aku menjalani kenyataan dalam kehidupan ini, peran untuk bisa menjadi seperti pohon ternyata benar-benar harus bisa aku jalani. 
Nasihat ini selalu memberiku kekuatan dan semangat untuk terus berjuang dengan keikhlasan. “Lihatlah pohon !” kata beliau saat itu. “Dia selalu meneduhkan. Dia selalu tumbuh dengan sabar, perlahan tanpa ada batas waktu. Dia selalu bisa menyesuaikan diri dimanapun dia tumbuh.

Apapun kondisinya, oksigen selalu disedekahkan untuk sekitarnya. Semua bagian dari pohon bisa bekerjasama dengan baik, penuh rahmat dan keikhlasan tanpa pernah ada yang mengeluh. Akarnya berfungsi menyokong berdirinya tumbuhan, dia harus kuat dan kokoh meski diterjang angin kencang. Batang pohon sebagai penghubung antara akar dengan tajuk pohon. Daun selalu berisi klorofil yang berfungsi menyerap sinar matahari untuk diolahnya menjadi energi dan gula. Ketika dia berbunga, bunganya tampak cantik dan indah. Ketika ada penyerbukan bisa menghasilkan buah. Buahnya akan dinikmati manusia.

Dia selalu ikhlas, penuh kesabaran, selalu berjuang dan bermanfaat sampai akhir hayatnya.” Mungkin seperti itulah cermin untuk menjadi seorang wanita. Makhluk Tuhan yang ditakdirkan penuh dengan kemuliaan. Makhluk Tuhan yang selalu diselimuti dengan keindahan rahasia-Nya. Di dalam kemuliaannya harus ada keihklasan dan kesabaran.

Di dalam kelembutan dan kelemahannya, wanita harus mampu melindungi, memberikan kasih sayang dan memberikan manfaat untuk keluarga dan sekitarnya. Wanita harus sehat dan kuat secara mental dan fisik, karena dia juga diibaratkan menjadi akar sebuah pohon, tidak goyah meski diterpa angin yang kencang.

Wanita harus cerdas, cerdik dan pandai karena dia harus mampu mengatur dan mengendalikan berbagai hal untuk putra-putrinya, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Ibarat daun, wanita harus selalu tabah dan selalu bisa memberi semangat.

Semua wanita di dunia ini selalu dipuji dengan sebutan cantik, seperti cantiknya sekuntum bunga, karena memang benar wanita adalah makhluk yang cantik, makhluk yang dirahmati dengan kasih sayang, ditakdirkan untuk mengandung, melahirkan, mengayomi, serta mendidik untuk menjadi insan yang beriman, kokoh dan tangguh.

Jadi, wanita harus bisa menjadi perempuan, yaitu makhluk yang mulia, makhluk yang dianugerahi kemampuan luar biasa.