Pulau Bali merupakan sebuah pulau yang memiliki banyak kekayaan tradisi maupun adat istiadat, keunikan budaya, kerajinan maupun keindahan alam. Masyarakat Bali juga begitu menjaga keramahan sehingga bisa membuat wisatawan yang berkunjung ke Bali merasa nyaman. Tetapi di balik kekayaan yang dimiliki oleh Bali terdapat sebuah tradisi upacara yang menarik yaitu upacara meseh lawang. Dimana meseh lawang merupakan kelengkapan dari upacara pitra yadnya yang dilakukan jika orang yang meninggal dunia sejak kelahirannya cacat tubuh atau mental ataupun mati salah pati maupun mati ngulah pati, dilakukan di catus pata ataupun perempatan jalan yang bertujuan secara simbolis agar memulihkan cacat maupun kerusakan jasad.
Dalam pelaksanannnya, Meseh Lawang mempunyai urutan yang harus dilakukan mulai dari awal hingga akhir. Adapun urutan meseh lawang tersebut antara lain sebagai berikut.
- Mereresik
- Mapiuning ring Sang Hyang Catur Loka Pala
- Mecaru
- Mabeyaka dan Maprayascita
- Malukat
- Natab Banten Mesel Lawang
- Sembahyangkan Sang Atma keempat penjuru angin dengan iringan preti sentana, mebija, methirta. Kemudian meprasawija mengelilingi area upacara tiga putaran, kemudian menginjak bantan meseh lawang lalu terus mungkah lawang. Dimana mungkah lawang ini terbuat dari 2 buah kelabang pintu masuk yang diapit sanggah cucuk sekaligus mapepegat dengan benang tridatu kemudian diikat di carang dapdap, lalu keluar melalui sela-sela sanggah cucuk sehingga akan ada tiga sanggah cucuk.
- Lalu mapegat dan benang tridatu yang diikat di carang dapdap
- Kembali ke rumah kemudiah sekah jernek dilinggihkan di Bale Sawa. Kemudian diberi panyembrama atau pisuguh jika perlu ada banten pengulapan.
Perlu anda ketahui bahwa meseh lawang ini merupakan bagian dari upacara ngaben. Dimana upacara ngaben sendiri merupakan upacara pembakaran mayat meskipun secara dari asal usul etimologi hal tersebut memang kurang tepat. Sebab terdapat tradisi ngaben yang tidak melalui proses pembakaran mayat. Ngaben adalah upacara yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Bali terkecuali bagi masyarakat Desa Tenganan yang hanya meletakkan mayat di atas tanah.
Tidak semua masyarakat Hindu di Bali bisa melaksanakan upacara Ngaben karena memang upacara ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Untuk masyarakat Bali yang tidak bisa melaksanakan ngaben maka bisa tidak langsung membakar jasad anggota keluarga yang sudah meninggal tersebut. Adapula yang dikubur selama 5-10 tahun dan akan diikutkan upacara ngaben secara bersama-sama atau ngaben masal. Biasanya ngaben masal tersebut dilakukan setidaknya 1-2 tahun sekali.
Upacara ngaben di Bali memang memiliki beberapa tahapan termasuk salah satu tahapannya adalah upacara meseh lawang. Berikut akan dijelaskan tahapan upacara ngaben yang perlu anda ketahui.
- Ngulapin adalah pihak keluarga melakukan ritual mohon ijin dan restu pada Dewi Durga sebagai sakti dari Dewa Siwa dan upacara ini dilakukan di Pura Dalem.
- Kemudian dilakukan upacara memungkah dimana pihak keluarga mempersiapkan simbolis raga dari kayu namun upacara ini tidak dilakukan untuk jasad yang masih baru.
- Lalu dilanjutkan upacara meseh lawang yang bertujuan untuk memulihkan kerusakan atau cacat pada jasad secara simbolis.
- Upacara Mabersih bertujuan untuk memandikan jasad yang terkadang sudah berupa tulang belulang.
- Dilanjutkan dengan Ngaskara merupakan upacara penyucian jiwa di tahap awal.
- Kemudian Narpana merupakan upacara persembahan sesajen atau bebanten pada jiwa yang sudah meninggal.
- Ngeseng sawa merupakan upacara unti pembakaran jasad dimana jasad tersebut diletakkan didalam replika lembu.
- Ngayut merupakan upacara terakhir yaitu menghanyutkan abu jasad ke laut sebagai simbolis mengembalikan ke unsur air dan bersatunya jiwa dengan alam.
Itulah tadi penjelasan mengenai meseh lawang yang juga merupakan bagian dari ngaben. Melalui penjelasan di atas kini anda semakin paham mengenai meseh lawang dan upacara ngaben yang menjadi bagian dari tradisi rutin umat Hindu di Bali.