Pemangku sebagai pelayan Ida Sang Hyang Widhi yang dipilih dari umat hendaknya memiliki budi luhur, moral dan mental yang tinggi. Seorang calon pemangku hendaknya memiliki jiwa pengabdian yang tulus dan ikhlas dan serta selalu siap untuk ngayah tanpa memikirkan imbalan apapun. Jabatan pemangku seyogyanya tidak dijadikan sebagai tameng untuk menutupi kelemahan pribadinya yang sesungguhnya kurang baik, sehingga dapat menjadi orang terpandang di masyarakat. Kalau ternyata ada seperti itu, maka yang bersangkutan sudah dapat dikatakan menipu masyarakat. Karmapala buruk yang harus ditanggung kemudian hari tentu akan menjadi lebih besar lagi. Demikianlah, maka untuk menetapkan seseorang untuk menjadi pemangku tidaklah sembarangan. Yang boleh dipilih sebagai pemangku adalah mereka yang benar-benar memenuhi syarat. Disamping itu harus sehat rohaniah, mereka juga harus sehat jasmani, tidak cedangga (cacat) bisu, tuli atau sakit-sakitan. Sehat secara fisik ini sangat diperlukan, karena seorang Pemangku seringkali harus bekerja ditempat-tempat yang jauh dari tempat tinggalnya dan atau harus bekerja sampai larut malam.
Disamping itu, mereka yang dipilih atau ditunjuk sebagai pemangku semestinya tidak memiliki kebiasaan atau perilaku buruk seperti dibawah ini :
- Suka mabuk karena kekayaannya (dhana).
- Suka mabuk karena kepandaiannya (guna).
- Suka mabuk karena keindahan rupanya (surupa).
- Suka mabuk karena kebangsawanannya (kula-kulina).
- Suka mabuk karena kemudaan usianya (yowana).
- Suka mabuk karena keberaniannya (kasuran).
- Suka mabuk karena minuman keras seperti arak, tuak, bir, narkoba dan lain-lainnya (sura).
Mereka yang mabuk dan arogan karena hal-hal termagsud diatas tidak selayaknya ditunjuk sebagai pemangku. Artinya kalau ketujuh kemabukan diatas dapat dihindarkan, barulah orang itu disebut sebagai seseorang yang memenuhi syarat. Seseorang yang telah mencapai keadaan rokhani yang bebas dari kemabukan itulah yang dapat dipilih sebagai pemangku. Orang yang rohaninya telah bebas dari kemabukan, orang yang bijaksana, suci dan berbudi luhur, tegasnya sudah dapat melaksanakan pengendalian diri dengan baik. Dengan kata lain, jika seseorang belum dapat mengendalikan diri dengan baik, semestinya tidak ditunjuk menjadi pemangku. Bahkan orang itu harus tau diri untuk tidak mencalonkan diri menjadi mangku.
Cara-cara Memilih Pemangku
Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk memilih Pemangku, antara lain :
- Pertama adalah dengan cara nyajan, yaitu dengan mempergunakan Ida Pandita, Sri Bhagawan, Dwija Warsa Wana Sandhi. Cara-cara tersebut mungkin sudah tidak banyak lagi digunakan sekarang karena sulit untuk membuktikan bahwa orang itu benar-benar kerauhan Ida Bhetara. Sebaiknya pergunakan saja cara yang lain yang lebih rasional dan sudah disahkan oleh PHDI, yaitu melalui pemilihan secara demokratis dengan cara menunjukan atas dasar kesepakatan bersama atau dapat juga dengan mempergunakan kwangen.
- Kedua dengan cara menggunakan kewangen. Dalam hal ini, Krama Dadia terlebih dahulu agar menetapkan beberapa orang calon Pemangku yang sudah dianggap memenuhi persyaratan. Misalnya para calon Pemangku sudah berusia cukup dewasa, berbadan dan berjiwa sehat, tingkah lakunya terpuji, mempunyai rasa pengabdian yang tinggi dan lain-lainnya. Kepada para calon Pemangku dijadikan masing-masing satu kewangen. Tetapi di salah satu Kewangan tersebut diisi rerajahan Ongkara yang diletakan tersembunyi, sehingga tidak terlihat perbedaannya dengan kwangen yang lain. Kemudian kuwangen itu dipergunakan untuk memuja Ida Bhatara di Pura tersebut secara memohon penugrahan. Setelah itu, satu persatu kewangen diserahkan kepada pengurus Pura untuk dibuka dihadapan saksi dan Krama Dadia. Siapa yang kuwangennya berisi rerajahan Ongkara, maka dialah yang dianggap terpilih sebagai Pemangku.
- Ketiga adalah memilih Pemangku berdasarkan keturunan. Keturunan seorang Pemangku apalagi kalau sudah secara turun temurun menjadi Pemangku, dipandang menjadi seorang yang sudah mempunyai jiwa kepemangkuan, jiwa pengabdian, jiwa pelayan yang tinggi. Tentu orang yang dipilih itu hendaknya juga memenuhi persyaratan diatas. Meskipun yang bersangkutan adalah anak seorang Pemangku, tetapi kalau jiwanya tidak stabil, suka menipu, sering berbohong, sering mabuk-mabukan, sering berjudi, suka main perempuan dan lain-lain perbuatan dan perilaku buruk lainnya tentunya tidak patut dipilih menjadi Pemangku.
- Keempat adalah pemilihan Pemangku secara demokratis berdasarkan penunjukan atas dasar suara terbanyak anggota Krama Dadia seperti telah disinggung dalam kutipan diatas. Cara inipun harus pula memenuhi berbagai persyaratan diatas. Terlebih dahulu tentu harus ditetapkan beberapa calon yang telah memenuhi persyaratan. Misalnya jika ada tiga orang calon yang sudah memenuhi syarat, maka ketiga orang itu harus dipilih secara demokratis dalam suatu paruman Krama Dadia. Calon yang memperoleh suara terbanyak harus ditetapkan sebagai Pemangku.
Demikianlah 4 cara yang dapat digunakan untuk memilih Pemangku. Boleh jadi masih ada cara lain, yang tidak saya singgung disini, mungkin ada pendapat dari kalian yang lain daripada konten diatas bisa beritahu saya lewat komen dibawah. Menunjuk atau mengangkat seorang Pemangku tentu ada kelebihan atau kekurangannya yang dalam tulisan ini yang tidak dapat saya bahas lebih jauh. Yang penting adalah bahwa seseorang yang terpilih sebagai Pemangku hendaknya tidak menepuk dada, menjadi besar kepala dan sombong karena merasa menang dalam pemilihan. Sebaliknya orang yang terpilih itu hendaknya semakin merendah diri dan tidak bersikap berlebihan atau over acting. Seseorang yang terpilih sebagai Pemangku harus melakoni hidup ini sewajarnya saja dan selalu berpegang kepada ajaran-ajaran Agama Hindu. Seorang Pemangku yang masih remaja tidak ada hambatan bila ingin menikah, namun setelah upacara pawiwahan dia bersama-sama istrinya atau suaminya harus mewinten ulang dengan tingkatan ayaban yang sama dengan dahulu atau tingkatan ayaban yang lebih tinggi.
Disamping itu, orang yang terpilih sebagai Pemangku seharusnya bersyukur karena sudah terpilih sebagai pelayan Ida Sanghyang Widhi Wasa, sehingga terbuka kesempatan luas baginya untuk kemudian hari - jika memenuhi persyaratan - akan menjadi orang suci. Untuk benar-benar bisa menjadi orang suci tentu yang bersangkutan harus membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan tentang Agama, kerohanian, spiritual yang harus dapat diamalkan bagi kepentingan masyarakat.
No comments:
Post a Comment
Bagaimana Menurut Anda Tulisan Ini, Membantu atau Tidak? Tuliskan Masukan Anda di Kolom Komentar, dibawah!