Mengenal Apa Itu Banten Bayuan dalam Hindu Bali

Bagi umat Hindu Bali mungkin sudah tidak asing dengan Banten. Dimana Banten merupakan persembahan serta sarana bagi umat Hindu dalam rangka mendekatkan diri pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Sang Pencipta). Banten juga merupakan wujud rasa terima kasih, cinta serta bakti kepada beliau karena sudah melimpahkan wara nugraha-nya. Tetapi secara mendasar, Banten dalam agama Hindu juga merupakan bahasa Agama. Selain itu dalam agama Hindu juga dikenal Bayuan yang asal katanya bayu dan berarti kekuatan atau spirit. Bila disimpulkan, Banten Bayuan adalah persembahan untuk memberikan kekuatan jiwa raga baik untuk pikiran, perkataan dan perbuatan dalam kehidupan. 

Dalam banten jenis ini terdapat bagian-bagian yang digunakan. Dimana bagian tersebut masing-masing mempunyai fungsi tersendiri yang perlu dipahami. Berikut akan dijelaskan bagian-bagian dari bayuan yang bisa menambah wawasan anda. 

1. Taledan
Taledan atau daun mempunyai fungsi sebagai alasa atau dasar untuk Bhakti kepada Ida Sang Hayang Widhi. 

2. Buah
Bagian bayuan ini bermakna persembahan bhakti sebagai perwujudan serta penyerahan diri manusia secara utuh kepada Tuhan. Hal ini sebagai asal mula dari segala yang ada. Buah dalam bayuan berfungsi untuk menjaga keseimbangan alam dengan mengembalikan unsur-unsur kosmik dan membentuk buah melalui sebuah porses alam semesta yang disebut dengan fotosintesis. Banten bisa memakai buah apa saja yang terpenting ada pisang di dalamnya. Sebab pisang merupakan lambang dari sifat berkorban tanpa pamrih serta buah-buahan lainnya dipakai sebagai pelengkap. 

3. Jajan
Bagian banten ini berasal dari kata jaja yang berarti dada sebagai bentuk kesiapan batin untuk mengerti, iklas dan suci. Biasanya pemakaian jaja yang umum adalah uli-gina: putih merah sebagai lambang langit dan bumi. Gian merupakan lambang mengetahui sedangkan uli putih dan uli merah merupakan lambang kegembiraan terang, bhakti kepada guru rupaka atau ayah ibu. Selain itu dodol melambangkan pikiran setia, wajik melambngkan kesenangan mempelajari sastra dan bantal melambangkan hasil yang sungguh-sungguh. 
4. Canang 
Canang asalnya dari bahasa jawa kuno yang artinya sirih. Biasanya sirih disajikan kepada tami yang sangat dihormati. Pada zaman dahulu sirih memiliki nilai yang tinggi serta menjadi lambang penghormatan. Sesudah agama Hindu berkembang di wilayah Bali, sirih juga menjadi unsur yang begitu penting untuk upacara agama maupun kegiatan adat lainnya. Canang atau sirih ini memang belum dapat dikatakan bernilai agama bila belum dilengkapi dengan porosan sebagai bahan pokok sirih. 

Adapun canang yang dipakai dalam banten ini memiliki beberapa jenis perlengkapan dengan makna yang berbeda. Berikut akan dijelaskan makna masing-masing dari perlengkapan canang tersebut. 

A. Piawa
Merupakan daun-daunan sebagai lambang tumbuhnya pikiran suci dan hening sehingga bisa menangkal pengaruh buruk nafsu duniawi. 
B. Porosan
Merupakan pinang dan kapur yang dibungkus menggunakan daun sirih sebagai lambang pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa kemudian manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti. Selain itu Pinang adalah lambang pemujaan untuk Dewa Brahma, sirih lambang pemujaan untuk Dewa Wisni dan kapur lambang pemujaan untuk Dewa Siwa. 
C. Urasari
Yaitu jejahitan, tetuwasan dan reringgitan sebagai perlambangan kelanggeangan dan ketepatan pikiran. Selain itu juga menjadi lambang permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa supata alam lingkungan hidup menjadi selaras dan seimbang. 
D. Bunga
Adalah lambang dari keiklasan yang artinya apa saja yang mengikat diri anda di dunia maka harus diiklaskan karena dunia nantinya akan ditinggalkan. 

Itulah tadi penjelasan mengenai Banten Bayuan yang bisa menambah wawasan anda. Melalui penjelasan di atas kini anda memahami jenis-jenis banten dalam Hindu Bali serta bagian-bagiannya. Sebab masing-masing dari bagian tersebut memiliki peran dan makna yang penting bagi umat Hindu. 

Banten Penyeneng dalam Upacara Hindu Bali

Dalam agama Hindu di Bali sering kita temuka berbagai jenis upacara adat maupun keagamaan yang dilaksanakan dalam waktu tertentu. Tentunya dalam upacara tersebut terdapat berbagai unsur yang harus ada dan memiliki makna tersendiri dalam upacara tersebut. Salah satu yang ada dalam upacara Hindu di Bali adalah Banten Penyeneng. Dimana banten ini merupakan simbol antena penghubung titah atau umat dengan Sang Hyang Widhi. Banten ini juga merupakan bentuk kecanggihan leluhur nusantara yang sudah berhasil membuat antena penuntun kesadaran dan tentunya berbeda dengan antena yang saat ini dibuat. 

Banten ini juga disebut dengan Tehenan atau Pabuat yaitu jenis jejaitan yang dipakai dalam tetandingan penyeneng dengan memiliki ruang tiga yang masing-masing disi beras, pis bolong, benang, nasi aon atau nasi yang dicampur dengan abu gosok serta porosan yang gunanya sebagai alat nuntun, menurunkan prabhawa Hyang Widhi atau antena receiver. Tentunya Penyeneng ini juga mempunyai mantra khusus yang akan dibacakan saat prosesi upacara berlangsung. Dalam mantra tersebut menyebutkan nama Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Iswara. 

Penyeneng juga merupakan lambang konsep hidup berkesinambungan, produktif dan dinamis. Hal ini berkaitan dengan penyeneng dalam banten yang berperan untuk penguatan konsep hidup. Hidup yang seimbang memiliki arti sebagai hidup dalam visualisasi konsep hidup yang diwujudkan dalam tiga bentuk diantaranya sebagai berikut. 

1. Tujuan hidup sebaiknya diselelaraskan dengan kebutuhan jasmani atau material dengan kebutuhan rohani yang dinamis.
2. Tiada hentinya mengejar kemajuan serta produktif yang berarti selalu berkarya atau menciptakan apa yang patut untuk diciptakan.
3.  Memelihara yang pantas dipelihara serta meniadakan sesuatu yang pantas untuk ditiadakan. 

Di dalam upaya untuk membangun konsep hidup ini maka manusia harus mempunyai pandangan yang benar. Dimana benar dalam hal ini berarti dilandadi kesucian batin. Kemudian kesucian batin akan muncul ketika sudah lenyap sifat-sifat negatif dalam diri seseorang. Maka barulah benih kesucian bisa disemaikan dalam diri seseorang. Hal ini bisa divisualisasikan ke dalam bentuk sarana yang disebut dengan segawu tawar dan beras. 

Tepung tawar merupakan sebuah unsur banten yang dibuat dari tepung beras, daun dadap dan kunir. Dimana tepung tawar ini adalah lambang keseimbangan hidup yang memperhatikan hukum Rwa Bhineda terkecuali Hyang Widhi Wasa yang tidak terkena hukum ini. Selain itu keseimbangan hidup yang dimaksud dalam hal ini ialah adanya siang dan malam, senang dan sedih, lahir dan batin, sosial dan individu dan lains sebagainya. Hidup yang seimbanga bisa dikatakan sebagai hidup yang senantiasa mengupayakan keseimbangan itu sendiri. Adanya unsur bijak di dalam banten ini menjadi lambang bibit sumber dari kreativitas. Meskipun penyeneng ini memang sangat lokal di Bali tetapi makna yang dimuat didalamnya begitu universal. 

Tetandingan dalam penyeneng memang terdiri dari tiga takih yang kemudian dijahit menjadi satu. Adapun tangkih 1 berisi porosan dan juga irisan bunga cempaka serta bunga kamboja kemudian dicampur serbuk cendana. Untuk tangkih 2 berisi beras, tangkih 3 berisi tepung tawar dimana untuk tepung tawar ini adalah campuran dari tepung beras, kunir dan daun dadap. 

Demikianlah penjelasan mengenai banten penyeneng yang bisa menambah wawasan anda. Melalui penjelasan di atas kini anda bisa semakin memahami jenis-jenis banten dalam agama Hindu Bali. Dimana masing-masing banten mempunyai unsur tersendiri dengan makna yang berbeda namun dipastikan mendatangkan kebaikan bagi manusia. 

Makna Banten Peras dalam Upacara Agama Hindu Bali

Dalam upacara agama Hindu di Bali dikenal adanya Banten Peras. Dimana banten ini berasal dari kata Peras yang artinya sah atau resmi. Melalui arti tersebut maka bisa disimpulkan bahwa banten ini mempunyai tujuan mengesahkan serta meresmikan sebuah upacara yang sudah diselenggarakan secara lahir dan batin. Jika secara lahiriah, peras ini memang diwujudkan sebagai sarana sekaligus batiniah yang dimohonkan pada persembahannya. Selain itu peras juga dapat dikonotasikan sebagai Perasaida yang berarti berhasil. 

Ketika melaksanakan sebuah upacara keagamaaan jika upakaranya tidak disertai banten ini maka pelaksanaan upacara bisa dikatakan Tan Paraside atau tidak berhasil atau tidak sah. Sehingga menjadikan peras sebagai bentuk lambang kesuksesan yang artinya di dalam banten ini terkemas nilai-nilai konsep hidup yang sukses. Selanjutnya konsep hidup sukses tersebut akan ditanamkan dalam lubuk hari sanubari umat Hindu melalui natab banten. Selain itu di dalam banten ini juga terkemas sebuah pernyataan serta permohonan agar hidup sukses dan konsep untuk bisa mencapainya. 

Di dalam Yadnya Prakerti telah disebutkan bahwa Peras merupakan lambang Hyang Triguna Sakti demikian juga dalam penyelenggaraan Pamrelina Banten yang menyebutkan peras sebagai pamulihing hati yang berarti kembali ke hati dan artinya sebuah bentuk sugesti untuk pikiran yang sudah berhasil melaksanakan sebuah keinginan dan mencapai tujuan yang diharapkan. 

Penggunaan peras ini juga mempunyai perlengkapan yang terdiri atas beberapa komponen antara lain berupa jejahitan yaitu: 
1, Taledan/Tamas/Ceper 
Merupakan dasar dari semua bagian jejahitan. Dimana penggunaan taledan sebanyak 2 lembar. Untuk taledan pertama hanyalah dibingkai di bawah serta atas dengan arah yang sama. Sedangkan taledan yang satunya berbingkai secara keseluruhan di bagian sisinya. Makna tamas ini merupakan lambang cakra atau perputaran hidup atau simbol kekosongan yang murni.

2. Tampelan, Benang Tukelan dan Uang
Perlengkapan ini berupa dua lembar sirih yang diisi pinang serta kapur yang diletakkan berhadapan kemudian dilipat serta dijahit dan disebut dengan tampelan yang disatukan memakai benang tukelan berwarna putih dan uang. Adapun makna dari tampelan ini yaitu porospusat sebagai lambang tri murti. Untuk benang tukelan maknanya yaitu kesucian serta alat pengikat yang bersifat satwam sebagai lambang untuk memperoleh keberhasilkan yang membutuhkan persiapan. Persiapan tersebut berupa pikiran, ucapan, pandangan, pendengaran dan tujuan yang benar. Sedangkan makna uang yaitu lambang dari Dewa Brahma yang merupakan kekuatan dalam menciptakan hidup serta sumber kehidupan. 

3, Tumpeng
Pada bagian depan base tampelan, uang dan benang tukelan diletakkan tumpeng dua buah sebagai simbol baik buruk. Sebagai lambang dari kristalisasi duniawi menuju rohani sehingga membuat dua tumpeng ini sebetulnya bisa menghasilkan sebuah ciptaan maka kekuatan Purusan serta Pradhana yang harus disatukan maka barulah berhasil. Tumpeng menjadi lambang keuletan orang untuk meniadakan unsur matrealis, ego sehingga bisa menjadikan sukses menuju pada Tuhan. Tumpeng ini terbuat dari nasi lalu dibentuk kerucut dengan besar seukuran kojong yang terbuat dari daun pisang dan janur. Fungsi tumpeng sebagai suguhan kepada Hyang Widhi.

Rerasmen
Rerasmen atau lauk pauk terdiri atas kacang kacangan digoreng, saur sambal ikan, kecarum, terung, mentimun dan lain sebagainya. Lalu alasnya memakai tangkih atau ceper kacang dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan ceper canang. Di sebuah daerah dipakai sebagai tempat rerasmen yaitu kojong rangkada yang berupa satu taledan yang bentuknya segitiga dengan ukuran agak besar serta didalamnya diletakkan empat buah kojong janur. 

Selain komponen di atas masih ada komponen lain yang ada di dalam banten peras yaitu jajan dan sampyan peras. Dimana semua komponen dalam peras ini memiliki makna serta fungsi yang begitu penting dan harus ada. Selain itu bagi anda yang belum mengenal peras maka bisa sedikit memiliki gambaran mengenai peras ini.

Banten Ngulapin Sebagai Upacara Kembalikan Bayu dan Seimbangkan Catur Sanak

Banyaknya tradisi di Bali tentu masing-masing memiliki makna tersendiri. Salah satu tradisi tersebut yaitu Banten Ngulapin yang juga mempunyai banyak filosofi di dalamnya. Upacara ini memang sering dilakukan saat seseorang mengalami keapesan atau musibah di jalanan. Sebetulnya ngulapin berasal dari kata ulap yang dalam bahasa Jawa artinya silau. Dalam hal ini silau yang dimaksud yaitu seperti keadaan mata yang saat menatap sinar matahari. Jika dijadikan kata majemuk maka menjadi ula-ulap dalam bahasa Bali artinya sebuah alat yang bentuknya bujung sangkar atau empat persegi panjang dan dibuat dari secarik kain putih bertuliskan huruf-huruf keramat yang berkekuatan magis. 

Secara lebih jelasnya dalam sastra di jelaskan bahwa ulap-ulap biasanya diletakkan di halaman depan di sebuah bangunan serta di bawah atap di kolong rumah dan ketika upacara ngulap ngambe bangunan tersebut. Artinya untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa jika terdapat unsur-unsur ingin mengganggu maka akan menjadi silau. Silau tersebut membuat unsur-unsur sulit menggangu manusia. 

Upacara ngulapin adalah bagian dari upacara Manusa Yadnya yang dilakukan sebagai upaya menormalisasikan kehidupan seseorang sesudah mengalami kejadian mengerjutkan. Kejadian yang dimaksud tersebut yaitu kecelakaan atau masalah lainnya. Bila dibiarkan tanpa adanya upacara maka bisa membuat kehidupan orang tersebut menjadi tak normal seperti kebingungan dan membuat gila. Tak heran jika upacara ngulapin sering dilakukan saat seseorang mengalami kecelakaan. Dimana kecelakaan tersebut menyebabkan terjadinya benturan sehingga bayu dalam diri manusia menjadi terlepas. Hal ini bisa berdampak negatif sebab bayu mempunyai peran yang penting untuk penggerak kehidupan manusia. 

Melalui upacara ngulapin ini diharapkan bisa mengembalikan bayu agar hidup orang tersebut dapat normal kembali seperti semula. Upacara ngulapin dapat dilaksanakan di perempatan terdekat dengan tujuan untuk memanggil bagian diri yang telah tertinggal di tempat kejadian. Tetapi tidak jarang masyarakat melakukan upacara ini pada tempat kejadian kecelakaan. Selain itu upacara ini juga bisa dilakukan sebagai penyeimbang empat saudara di dalam diri manusia yang dikenal dengan sebutan catur sanak. Adapun catur sanak tersebut terdiri dari Anggapati, Banaspati, Banaspati Raja dan Prajapati. 

Dalam kondisi terkejut akibat kecelakaan maka keempat saudara tersebut menjadi tidak seimbang. Dengan upacar ngulapin maka keseimbangan dalam diri seseorang bisa dikembalikan. Upacara ini juga bisa menghilangkan trauma seseorang yang sudah mengalami kecelakaan maupun kejadian yang mengejutkan. Dengan begitu maka orang tersebut bisa kembali beraktivitas sebagaimana mestinya.

Tidak hanya sebagai upacara bagi orang yang kecelakaan, upacara ngulapin di Bali juga mempunyai tujuan lain yaitu ngulapin pitra yang dilakukn sebelum pengabean yang bertujuan mencari galih atau tulang untuk diaben. Upacara ini hanya khusus dilakukan bila mayat seseorang yang sudah dikubur dulu sebelum diaben. Kemudian Ngulapin Pretima bagi pretima yang pernah jatuh baik disebabkan oleh disenggol binatang saat upacara tersebut dilakukan. Selain itu dapat juga dilakukan karena tempatnya yang tidak dibawa oleh manusia. Pratima yang sudah pernah dicuri juga wajib diupacarai ngulapin karena pratima tersebut dianggal sudah sial sehingga membuat aura magisnya meninggalkan pratima tersebut. 

Di Bali upacara ngulapin ini memiliki banyak versi mengenai tetandingan banten pangulapan. Tentunya hal tersebut berhubungan dengan Sima, Dresta atapun kebiasaan masyarakat padasebuah daerah. Tetapi upacara pangulapan ini akan dipuput oleh pemangku dan di beberapa daerah cukup dilakukan oleh tertua kelurga saja. Untuk banten pangulapan tersebut biasanya memakai dasar tempeh, bagian atasnya menggunakan taledan gede dengan buah-buahan, tumpeng kecil 11 biji di atas ceper, untek 22 biji, daksina 1, kojong rangkadan dan lain sebagainya. 

Melalui penjelasan di atas tentu membuat anda semakin tahu mengenai banten ngulapin. Dimana banten ini memiliki makna dan komponen yang penting sehingga begitu penting untuk dilaksanakan bagi umat Hindu Bali.

Terhalang Covid-19? Banyu Pinaruh Melukat dengan Bungkak Nyuh Gading! Ini Dasyatnya yang Didapat

 


Ini Dasyatnya Kelapa Gading Untuk Melukat

Karena situasi seperti saat ini, covid-19 menjadi halangan untuk kita semua, terutama untuk sembahyang dan ke tempat suci. Agar, terasa aman dan banyu pinaruh tetap berjalan lancar, saya sarankan kepada saudara Hindu dimanapun berada, terutama yang di Bali, mari tetap kita rayakan Bayu Pinaruh ini tetap melukat, walaupun tidak ke pantai, champuan, atau pun griya, cukup menggunakan bungkak nyuh gading.

Kata Melukat adalah berasal dari bahasa jawa kuno yaitu lukat yang artinya bersih, melukat yang simpel bisa kita laksanakan pada mata air /aliran sungai di laut atau pertemuan laut dan sungai kalau di bali biasanya dekat pura segara atau di beji.

Melukat Dengan Kelapa Gading

Kelapa Gading ( Bungkak Nyuh Gading) merupakan salah satu sarana yang sering dipergunakan dalam melukat. Kenapa menggunakan  Kelapa Gading ( Bungkak Nyuh Gading)? Karena Kelapa Gading merupakan simbol dari Siwa Raditya. Siwa Raditya adalah pancaran sinar suci Siwa dalam kekuatan-Nya untuk menyinari dan menjaga yang ada di alam ini.

Sejarah Kelapa Gading Untuk Melukat

Dari sejarah yang coba kami telusuri tentang dasyatnya kelapa gading(Bungkak Nyuh Gading) untuk melukat tidak banyak pembahasan mengenai hal tersebut akan tetapi ada yang menyebutkan bahwa pada jaman dahulu, Ida Pedanda Sakti juga menggunakan klungah/bungkak kelapa gading untuk memperlancar proses ritual beliau. Akibat prana matahari yang kuat, maka air kelapanya memiliki daya pembersih yang sangat kuat. Daya yang demikian kuatnya ini dapat untuk membersihkan badan secara lahir dan batin. Mampu merubah aura tubuh menjadi prana , mampu membuka cakra spiritual, mampu menetralisir pencemaran tubuh manusia , serta mengurangi bekas-bekas pengaruh hewani, membersihkan pengaruh negatif, magic ataupun mengobati penyakit.

Saat Tepat Melukat Dengan Kelapa Gading

Untuk dewasa atau hari baik dalam penggunaan kelapa gading untuk  melukat, dari beberapa Mangku yang kami coba tanyakan mengenai hal ini menyebutkan bahwa pada setiap Hari Purnama merupakan salah satu hari yang baik untuk melukat dengan menggunakan kelapa gading. Karena jika melukat setiap Hari Purnama menggunakan kelapa gading akan mampu membersihkan tubuh kita dari segala hal yang bersifat negatif baik itu secara medis ataupun non-medis. Dan tentunya dengan segala kuasa dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Kuasa.

Itulah Dasyatnya Kelapa Gading untuk melukat. Jika tulisan ini bermanfaat silakan Share agar semua saudara kita paham.

Ternyata - Wanita Bertubuh Gemuk Lebih Menyenangkan Dibandingkan Wanita Bertubuh Langsing, Ini Alasannya...

 

Wanita Bertubuh Gemuk Lebih Menyenangkan Dibandingkan Wanita Bertubuh Langsing, Ini Alasannya...
Wanita bertubuh gemuk lebih menarik. (Foto: Thinkstock) prempuanbali.asia

Kebanyakan wanita bertubuh besar merasa minder untuk mendekati pria yang disukai. Alasannya sepele, mereka merasa kalah menarik dengan wanita yang bertubuh proporsional.

Padahal setiap orang mempunyai kelebihan dan pesonanya masing-masing, termasuk juga para wanita plus size. Dan, tidak semua pria menilai wanita dari penampilannya, karena justru banyak pria yang lebih tertarik dengan wanita bertubuh plus size. Apa alasannya?

1. Mudah Diajak Bicara

Kelebihan nomor satu yang dimiliki oleh wanita bertubuh gemuk adalah kemampuan mereka yang mudah diajak berbicara. Dilansir Puamore, wanita plus size akan lebih mengutamakan otak dan kepribadian mereka dibandingkan penampilan mereka. Mereka akan membuat para pria atau siapa saja yang berada di dekatnya untuk merasa selalu nyaman.

2. Kepribadian yang Menyenangkan

Mungkin wajah wanita bertubuh langsing lebih memikat dibandingkan dengan wanita bertubuh gemuk. Namun, pria harus tahu bahwa tidak semua wanita bertubuh langsing memiliki kepribadian yang menyenangkan seperti yang umumnya dimiliki oleh wanita bertubuh gemuk. Wanita bertubuh gemuk memiliki kepribadian yang lebih menyenangkan dan ceria sehingga mereka akan lebih mudah untuk bergaul dengan siapapun.

3. Tidak Menyiksa Diri Sendiri

Wanita plus size yang menyayangi dirinya sendiri tidak akan menyiksa diri dengan melakukan diet mati-matian demi mendapatkan tubuh ideal. Mereka bisa membuat tubuh lebih sehat dengan mengatur pola makan dan tidak 'ngoyo' harus memiliki tubuh proporsional. Berbeda dengan wanita lainnya yang seolah terobsesi demi mendapatkan bentuk tubuh ideal harus diet mati-matian.

Jika kamu mengajak wanita bertubuh besar untuk bepergian maka mereka akan dengan senang hati menemani kamu untuk kuliner di suatu tempat dan tanpa ragu mencicipi semua panganan yang ada.

4. Penuh Kasih Sayang

Wanita bertubuh ekstra adalah tipe orang yang penyayang. Mereka tak akan sungkan untuk memeluk kamu dengan penuh kehangatan jika kamu sedang merasa sedih. Mereka juga akan mencoba menenangkan kamu dengan membuat kamu kembali ceria.

5. Selalu Mendukung Setiap Kegiatan Kamu

Mereka yang memiliki tubuh berukuran besar termasuk ke dalam kategori wanita yang setia. Mereka akan selalu mendukung kegiatan kamu, termasuk hobi yang kamu sukai. Tidak merasa bosan untuk selalu menemani kamu, justru mereka akan senang dan setia untuk menunggu dan menemani kamu menjalankan aktivitas harian kamu.

6. Senang Pergi Keluar


Wanita bertubuh besar senang pergi keluar dan melakukan banyak aktivitas. Mereka bersedia pergi denganmu untuk sekadar main sepeda, berolahraga santai atau bahkan naik gunung.

7. Menyukai Traveling

Wanita bertubuh gemuk bukan hanya senang diajak melakukan suatu kegiatan saja, namun juga senang diajak traveling. Mereka tidak mempunyai keraguan tentang mengemudi berjam-jam hanya untuk pergi ke pantai atau lokasi yang memiliki pemandangan eksotis. Pria, kamu tidak akan melihat mereka mengeluh hanya karena lokasi yang kalian kunjungi terlalu panas.

8. Tipe yang Setia


Karena mereka adalah tipe yang penyayang, mereka akan setia hanya pada satu orang yang mereka sayang. Dan bagi pria yang menjalin hubungan dengan wanita plus size maka kalian adalah orang-orang beruntung karena kekasih kamu tidak akan meninggalkan kamu apalagi untuk berselingkuh. Mereka akan setia berada di samping kamu dan hanya akan memberikan perhatiannya terhadap kamu seorang.

9. Tidak Takut untuk Berpendapat


Pria, kamu tidak akan merasa bosan jika sedang mengobrol dengan wanita yang bertubuh gemuk. Karena saat kamu sedang berbicara, mereka akan menyimak pembicaraan kamu dan tidak ragu menanggapi apa yang sudah kamu bicarakan. Kamu akan dibuat masuk ke dalam pemikiran mereka yang tak terduga.

10. Menjadi Diri Mereka Apa Adanya

Wanita bertubuh gemuk akan membuat kamu nyaman dengan sifat mereka yang menyenangkan. Mereka tidak akan merasa jaim atau jaga imej, justru sifat aslinya akan muncul dengan menjadi diri mereka apa adanya. Selain itu,  selera humor wanita bertubuh gemuk bisa membuat kamu selalu tertawa terbahak-bahak dan menikmati setiap candaan yang mereka lontarkan.

Ini Makna di Balik Hari Saraswati, Banyu Pinaruh, Soma Ribek, Sabo Mas dan Pagerwesi

Ini Makna di Balik Hari Saraswati, Banyu Pinaruh, Soma Ribek, Sabo Mas dan Pagerwesi

 Saniscara umanis Watugunung adalah hari raya Saraswati. Yaitu hari turunnya ilmu pengetahuan, yang dimana pengetahuan itu adalah cikal bakal kehidupan manusia.  Kehidupan manusia yang perlu menelorkan suatu peradaban.

Adab adalah suatu kata dimana kehidupan manusia berkembang sedemikian rupa menjadi suatu sistem yang terorganisir dan terdapat unsur-unsur modernitas di sana. Modernitas dalam hal ini adalah suatu keadaan yang mengarah pada sistem-sistem berisikan pengetahuan.

Hari Saraswati adalah cikal bakal turunnya ilmu pengetahuan itu. Ilmu pengetahuan yang mengubah cara pandang berpikir manusia menjadi “lebih manusia”. Itu menjadi suatu hal yang dapat dikatakan sebagai kesejatian hidup, dan kesejatian hidup membuat manusia menjadi beradab.

Makna Hari Banyu Pinaruh

Redite Pahing Sinta adalah hari Banyu pinaruh. Yaitu bagaimana setelah ilmu pengetahuan itu turun saatnyalah menerima dengan rasa bangga pada diri bahwa kita telah memiliki pengetahuan tentang kesejatian hidup itu.

Banyu pinaruh yang berarti air “kaweruh” atau air pengetahuan yang mengalir. Kenapa air? Dalam hal ini diharapkan manusia berperan sebagai air yang mengalir dalam menjalani kehidupan.

Banyu pinaruh adalah sebagai pensucian diri telah didapatkan atau teraliri pengetahuan yang ada untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran khalayak. Dan awal diterimanya pengetahuan itu berbarengan dengan awal bergantinya wuku menjadi awal kembali. Jadi pengetahuan itu digunakan untuk sewaktu wuku itu kembali menemukan awalnya kembali di masa yang akan ada nanti.

Makna Hari Soma Ribek

Soma Pon Sinta adalah hari raya Soma Ribek. Soma ribek masih berhubungan erat dengan Hari raya Saraswati. Dimana Soma Ribek adalah hari bagaimana pengetahuan itu paling tidak bisa digunakan untuk tetap membuat “dapur tetap ngebul”.  Dalam hal ini adalah bagaimana pengetahuan itu diisyaratkan bisa digunakan untuk kemakmuran diri serta keluarga.

Pengetahuan yang berguna bagi khalayak akan berguna pula menciptakan kemakmuran bagi yang berpengetahuan itu. Untuk itu sekehendaknya manusia mau mencari pengetahuan serta belajar pengetahuan itu sedemikian rupa agar kehidupannya tidak kekurangan. Tidak kekurangan artinya bagaimana pengetahuan itu dipergunakan untuk membuat sekarung beras tetap ada di dapur sebagaimana kemakmuran hidup itu tercipta pada dasarnya.

Pakem-pakem yang ada adalah agar pengetahuan itu digunakan sesuai dengan kebenaran atau dharma serta berhubungan dengan swadarma masing-masing pemilik pengetahuan itu. Pengetahuan tentang bagaimana swadarma itu terbentuk adalah bagian dari bagaimana pemilihan bagian diri

Makna Hari Sabo Mas

Anggara Wage Sinta adalah hari Sabo Mas yang juga bagian dari hari saraswati. Hari Sabo Mas adalah hari dimana mas itu menjadi suatu kemuliaan diri ini dengan menggunakan pengetahuan. Pengetahuan itu adalah yang membuat suatu kemuliaan diri itu sendiri. Ini adalah sambungan dari Soma Ribek yang menjadikan diri suatu kebahagiaan lahir, yaitu adalah suatu saat batin itu terpenuhi dengan pengetahuan itu sendiri.

Batin yang tersendiri menjadi kemuliaan sejati, raja sebagai yang mengatur keadilan terhadap jiwa. Disebut juga Siwa Dwara,sebagai mahkota yang berarti juga suatu kemuliaan itu sendiri. Pengetahuan yang diberikan dan dimanfaatkan langsung atau tidak langsung  mendirikan suatu kemuliaan yang meraja pada diri sendiri.

Batin yang termanifestasikan menjadi suatu yang terpenuhi dengan mendapatkan suatu kemuliaan. Dari lahir kita lahir mulia, jadi Sabo mas adalah memperingatkan bahwa pengetahuan itulah yang membuat kita mulia apa adanya seperti pengetahuan itu sendiri.

Makna Hari Pagerwesi

Setelah mencapai kebahagiaan lahir batin, maka sampailah kita pada bagaimana “mengajegkan” hal tersebut. Mejadikan itu tonggak kehidupan yang tiada pernah tergerus oleh jaman dan waktu. Pager dari besi yang berarti suatu bagian perlindungan dari apa-apa yang telah dicapai.

Buda Kliwon Sinta merupakan jatuhnya hari Pagerwesi. Pagerwesi merupakan juga arti dari deretan-deretan Hari raya Saraswati menuju hari Tumpek Landep. Setelah pada akhirnya sampai ke Pagerwesi, maka kemuliaan serta kebahagiaan lahir menjadi suatu yang tetap ada pada jiwa-jiwa manusia yang tercahayakan pada hari raya Saraswati tersebut.

Mengenal Banten Rarapan dalam Hindu Bali

Dalam agama Hindu di Bali terdapat berbagai jenis upacara maupun sesajen yang akan dihaturkan kepada Sang Hyang Widhi. Salah satunya adalah banten rarapan yang selama ini sudah sering diterapkan dalam agama Hindu di Bali. Rarapan biasanya dihaturkan dengan berupa rokok kretek, ubi rebus, ketela rebus, jaja injin, jagung laklak tape dan lain sebagainya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka rarapan yang dihaturkan justru semakin beragam seperti snack, manisan atau permen, dan lain sebagainya. Biasanya yang dihaturkan dalan rarapan ini adalah berupa makanan yang dikonsumsi manusia. 
Selanjutnya rarapan tersebut akan dihaturkan pada tempat-tempat yang diyakini ataupun dirasakan tenget yang mempunyai penunggu gaib.Seperti di perempatan, pinggir jalan, jaba pura, pohon besar, jembatan, areal bekerja, dan lain sebagainya. Rarapan dapat dihaturkan setiap hari ataupun saat seseorang berkunjung dan kebetulan melewati tempat yang diyakini mempunyai penunggu. Bahkan rumah juga bisa menjadi tempat yang memiliki penunggu sehingga sering diletakkan rarapan. 
Rarapan yang dihaturkan bisa berupa minuman ataupun segala yang dikonsumsi manusia termasuk juga makanan. Dimana rarapan ini diibaratkan seperti gagapan atau oleh-oleh bagi makhluk gaib yang menunggu sebuah tempat. Dengan memberikan banten rarapan ini maka diharapkan si penunggu gaib bisa merasa senang, tenang dan bisa membantu aktivitas manusia di alam niskala. Yang berarti bahwa manusia sudah menjalin komunikasi, sudah bekerjasama, menjalin keharmonisan dengan menjaga alam, serta menjalankan kehidupan di dunia meskipun satu sama lain tidak bisa saling melihat atau melakukan kontak. Setidaknya keyakinan dan hati nurani manusia bisa menghubungkan dengan makhluk alam niskala. 
Melalui rarapan ini manusia bisa ikut memelihara keharmonisan alama niskala dan sekala yang selama ini dibatasi ruang dan waktu. Misalnya ketika pedangan akan memulai usaha maka sebelumnya akan menghaturkan rarapan di sekitar tempat berdagang atau di pura melanting. Selain itu adapula yang meletakkan rarapan dengan haturan betara sehingga berbentuk menyerupai gebogan yang dihaturkan setiap hari. Hal tersebut memang akan sering terlihat di pasar-pasar wilayah Bali. Tujuan dari haturan rarapan tersebut adalah sebagai permohonan kehadapan Ida Betari Melanting supaya usaha dagang yang dilakukan akan menguntungkan dan sebagai ancangan untuk membantu usaha serta tidak mengganggu tetapi justru membantu. 
Ada banyak pula orang-orang yang datang dari pasar atau selesai berjualan di pasar kemudian menghaturkan rarapan di sebuah tempat tertentu. Hal tersebut dilakukan karena sudah tahu bahwa tempat tersebut angker atau pernah mengalami hal gaib di tempat tersebut. Bisa juga pemberian rarapan bertujuan sebagai ungkapan syukur atas rejeki yang diperoleh dan dibagikan ke makhluk lain. Sehingga diharapkan bisa merasakan ketenangan dan dibantu dalam menjalankan usaha dagang tersebut. 
Bagi umat Hindu Bali, memberikan banten rarapan berarti semua manusia Bali dalam kesehariannya senantiasai memohon dan berdoa pada Ida Sang Hyang Widhi, Dewa-Dewi maupun Betara Betara, leluhur supaya diberikan kesejahteraaan dan kekuatan. Dengan selalu menjalin keharmonisan dengan penghuni dan penguasa gaib maka merupakan upaya untuk menyelaraskan dunia dan manusia tidak terganggu oleh makhluk gaib begitu juga sebaliknya. Manusia pasti mengharapkan bisa saling menguntungkan, saling memberi dan saling membantu dengan makhluk gaib sehingga bisa mencapai kedamaian. 
Demikianlah penjelasan mengenai rarapan dalam Hindu Bali yang bisa menambah wawasan anda. Melalui raraoan ini tentu manusia bisa menjalin hubungan yang harmonis dengan makluk gaib di tempat-tempat yang diyakini memiliki penunggu. Sehingga manusia bisa mencapai hidup yang damai dan tenang dengan memberikan rarapan kepada makhluk gaib. 

Banten Pejati Alit

Di Bali hampir semua masyarakatnya menganut agama Hindu. Jadi masyarakat Bali sangat erat dengan yang namanya adat, ajaran agama dan budaya. Sehingga di Bali ini bisa dikatakan kalau agama, adat dan budaya sudah menjadi satu kesatuan. Khususnya di Bali ini dikenal dengan nama Banten. 

Banten merupakan sebuah sarana dan persembahan untuk umat agama Hindu demi mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Banten sendiri dapat dikatakan sebagai wujud rasa terima kasih, bakti dan rasa cinta kepada Tuhan karena sudah melimpahkan wara nugrahaNya. Banten sendiri dapat dikatakan bahasa agama Hindu.

Pengertian Banten Pejati alit 

Kata Pejati sendiri berasal dari bahasa Bali. Awalnya dari kata Jati yang memiliki arti sungguh-sungguh atau benar. sehingga penambahan kata pa ini akan menegaskan bahwa sebuah makna pekerjaan yang sungguh-sungguh.

Banten pejati ini merupakan sekelompok yang dipakai untuk menytakan rasa kesungguhan kepada Tuhan atau Hyang Widhi. Untuk itu akan dilakasanakan sebuah upacara dan mohon dipersaksikan. Hal ini bertujuan demi mendapatkan keselamatan. Banten pejati alit ini merupakan banten pokok yang digunakan untuk Panca Yadnya.

Terdapat empat unsur utama yang ada pada pejati dengan sebutan Catur Loka Phala. Unsur tersebut mulai dari Daksina, Penyeneng, Banten Peras, Kelanan. Di dalam pejati juga terdapat Pasucian, Soda, dan Segehan dan berbagai perlengkapan lainnya. Setiap unsure di dalam banten pejati memiliki makna masing-masing sebagai berikut :

1. Daksina 
Daksina ini digunakan untuk persembahan dan tanda terima kasih. Biasanya akan disertai dengan banten yang besar sebagai perwujudan dan pertapaan. Daksina ini juga melambangkan sebagai Hyang Guru atau Dewa Siwa. 

2. Banten Peras 
Banten peras ini merupakan sebuah sesajen yang ditujukan untuk mengesahkan anak atau cucu. Apabila dalam sebuah sesajen tidak dilengkapi dengan peras maka upacara tersebut tidak sah. Sehingga banten peras ini pasti selalu ada pada sesajen-sesajen yang memiliki tujuan tertentu. Jadi pada intinya banten peras ini memiliki fungsi sebagai permohonan agar berbagai kegiatan itu bisa sukses. 

Banten peras ini tidak digunakan untuk sesuatu yang tersendiri. Jadi banten peras ini akan menyertai banten lainnya seperti tulang, sesayut, daksina dan lainnya. Sehingga pada alas akan dilengkapi dengan benang putih dan sedikit beras. Sebagai pertanda upacara selesai biasanya seseorang akan menarik lekukan pada kulit peras. Kemudian menaburkan beras tersebut di bawahnya. 

3. Tehenan/Penyeneng 
Jenis jejaitan ini memiliki beruang tiga yang berisi benang, uang, beras, nasi aon dan porosan. Jejahitan ini memiliki fungsi sebagai alat untuk menurunkan Prabhawa Hyang Widhi. Hal ini bertujuan agar beliau mau berkenan hadir di upacara tersebut. Tehenan atau penyeneng in dibuat dengan tujuan membangun hidup yang lebih seimbang sejak lahir sampai seseorang itu meninggal. 

4. Ketupan Kelanan /Tipat 
Tiap ini merupakan lambang dari Sad Ripu dan sudah dikendalikan oleh rohani. Jadi kebijakan akan selalu meliputi kehidupan umat manusia. Hal ini akan timbul keseimbangan hidup yang menyelimuti manusia. 

5. Pasucian 
Pasucian ini merupakan sebuah alat yang dipakai untuk menyucikan Ida Bhatara pada upacara keagamaan. Semua ini mengandung makna kalau manusia ini seharusnya senantiasa untuk menjaga kebersihan dan kesucian rohani.

6. Segehan 
Segehan ini memiliki arti menyuguhkan. Ini semua disuguhkan kepada Bhuta Kala. Di dalam segehan ini diharapkan mampu menetralisir serta menghilangkan pengaruh negative dari kotoran pikiran. Segehan ini dapat disimbolkan sebagai keraharmonisan antara hubungan manusia dengan Tuhan.

Belajar Makna Banten Daksina

Jika anda ingin belajar tentang Banten Daksina maka dalam artikel ini akan diberikan beberapa penjelasannya. Memahami tentang Banten Daksina maka perlu memahami terlebih dahulu tentang Daksina.

Dimana Daksina berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya upah. Selain itu Daksina juga bermakna Selatan atau nama sebuah Banten atau sarana untuk persembahyang umat Hindu. Sarana Banten Daksina mempunyai makna-makna tersendiri di dalamnya karena ada beberapa jenis unsur yang terdapat di dalam Banten Daksina.

Selain itu Daksina juga merupakan buah yajna serta salah satu jenis sarana upacara yang dibuat dari daun kelapa sehingga bentuknya menyerupai wadah bakul. Biasanya wadah bakul tersebut dalam bahasa Bali disebut dengan wakul daksina atau bedongan.

Makna Banten Daksina

Secara lebih jelasnya makna Banten Daksina yaitu sarana persembahyangan yang begitu penting karena di dalamnya ada unsur-unsur yang memiliki makna atau simbol kehidupan di dunia. Banten Daksina merupakan rasa ucapan terima kasih kepada Sang Hyang Widhi Wasa sehingga Banten Daksina sering dipakai sebagai sarana persembahyangan.

Unsur Banten Daksina Dan Maknanya

Biasanya Banten Daksina bisa dilihat pada upacara yang besar. Tentunya saat melihat Banten Daksina, anda bisa memperhatikan secara lebih jelas unsur-unsur yang ada di dalamnya. Masing-masing unsur tersebut memiliki makna masing-masing sehingga semua unsur harus ada. Berikut ini akan dijelaskan beberapa unsur penting dalam Banten Daksina yang perlu anda ketahui.

  1. Bebedogan Unsur Banten Daksina ini dibuat dari daun janur yang telah hijau serta bentuknya bulat panjang. Sedangkan di bagian atasnya terdapat batas pinggirnya. Bebedogan adalah lambang pertiwi unsur yang bisa dilihat secara jelas.
  2. Serobong Daksina Unsur Banten Daksina ini juga sering disebut sebagau Serobong Bebedogan yang dibuat dari daun janur hijau tanpa tepi ataupun di bawahnya. Serobong Daksina merupakan lapisan bagian tengah dari bebedogan. Seluruh bahan daksina masuk kedalam serobong daksina. Dimana serobong daksina ini adalah lambang akasa tanpa tepi. 
  3. Tampak Tampak terbuat dari empat potong helai janur yang bentuknya seperti kembang teratai bersegi delapan. Dimana bentuk tampak ini merupakan lambang arah atau kiblat mata angin serta mengarah ke delapan penjuru. Pada daksina, diisi dengan tetampak dari janur sebagai tanda dari Swastika yang memiliki makna semoga baik serta sebagai dasar dari pengider. Lalu ke atas menuju Ida Sang Hyang Widhi serta ke samping menuju arah kehidupan alam sekitar tetampak yang dibubuhi beras sejumput. 
  4. Telur Itik/Telur Bebek Unsur ini dibungkus memakai urung ketipat taluh yang melambangkan Bhuana Alit penghuni bumi ini. Telur itik tersebut merupakan lambang dari sifat satwam. 
  5. Beras Beras adalah simbol dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan bagi umat manusia di alam ini. 
  6. Benang Tukelan atau Benang Bali Unsur ini merupakan simbolis dari penghubung Jiwataman yang tidak berakhir sampai terjadinya pralina. Pralina Atman berasa dari paratman yang akan terus menerus menjelma secara berulang-ulang hingga mencapai moksa. Semua itu akan kembali ke Hyang Widhi meskipun sudah Pralina. 
  7. Uang Kepeng Jumlah yang digunakan dalam Banten Daksina yaitu sebanyak 225 kepeng sebagai simbol Bhatara Brahma yang tak lain adalah inti kekuatan dalam menciptakan hidup maupun sumber kehidupan. Angka 225 tersebut bila dijumlahkan menjadi angka sembilan yang tak lain adalah angka suci lambang dari Dewata Nawa Sanga yang ada di sembilan penjuru alam Bhuana Agung. 
  8. Pisang, Tebu dan Kekojong Unsur ini adalah simbol manusia sebagai penghuni bumi dan bagian dari alam ini. Idealnya manusia menghuni bumi hidup menggunakan ajaran Tri Kaya Parisudha.


Selain unsur-unsur di atas masih ada unsur lain yang memiliki makna dalam Banten Daksina. Melalui penjelasan di atas tentu anda sudah mulai memiliki gambaran makna Banten Daksina sehingga bisa menambah wawasan anda. Selain itu ketika anda sedang menyaksikan upacara umat Hindu maka anda tidak perlu bertanya-tanya lagi tentang Banten Daksina.

Makna Sesajen Canang Sari dan Bahan Pembuatannya

Bagi masyarakat Bali, sesajen merupakan sebuah tradisi yang lumrah dan masif. Tak heran jika saat berkunjung ke Bali maka anda bisa menemukan berbagai jenis sesajen yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Dari berbagai jenis sesajen tersebut salah satunya adalah Canang sari. Dimana jenis sesajen ini dianggap sebagai sesajen dengan kuantitas yang paling kecil dibandingkan sesajen lainnya. Meskipun begitu, peran sesajen ini sangatlah penting bahkan sesajen ini merupakan bentuk persembahan yang harus ada dalam setiap persembahyangan umat Hindu di Bali. Biasanya sesajen ini ditempatkan di depan hotel, rumah maupun bangunan lainnya.

Makna Canang Sari

Sesajen yang satu ini memang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Hindu di Bali. Karena memiliki peran yang sangat penting maka sesajen ini mempunyai makna tersendiri bagi umat Hindu. Sesajen yang berkuantitas paling kecil ini ternyata merupakan bentuk rasa terima kasih kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Pada waktu yang sama, persembahan ini juga merupakan wujud pengorbanan diri sendiri. Dalam pembuatan sesajen ini tidak hanya mengorbankan materi saja melainkan juga waktu.

Dibalik perannya yang begitu penting dalam persembahyangan umat Hindu di Bali maka tak heran jika masyarakat menganggap pembuatan jenis sesajen ini merupakan keterampilan yang harus dikuasai. Sehingga biasanya sebagian besar wanita di Bali memiliki keterampilan untuk membuat canang maupun jenis-jenis canang lainnya.

Bahan Canang Sari

Dalam pembuatan sesajen canang ini maka terdapat 6 jenis bahan yang harus ada dan digunakan dalam pembuatan sesajen. Adapun bahan-bahan tersebut antara lain sebagai berikut.

  1. Daun Janur Setiap pembuatan sesajen canang yang mempunyai alas yang dibuat dari daun janur. Daun janur harus dibentuk model segi empat atau ceper sebagai representasi simbil dari kekuatan bulan atau Ardha Candra. Porosan Tidak hanya ceper, dalam pembuatan sesajen ini anda juga akan menemukan porosan yang tak lain adalah bahan-bahan di atas ceper. Porosan tersebut terbuat dari beberapa jenis bahan seperti daun janur, pinang, sirih maupun kapur. Dimana bahan-bahan ini adalah simbol dari Tridharma Hindu Bali yaitu Dewa Brahma, Dewa Siwa dan Dewa Wisnu. 
  2. Irisan Tebu, Pisang serta Kue Khas Bali Dalam sesajen canang biasanya juga terdapat irisan tebu, kue khas Bali atau jajan khas Bali dan pisang yang memang harus ada. Dimana bahan-bahan ini adalahg simbol Wisma Ongkara. 
  3. Sampaian Urasari Bahan ini wajib ada dalam sesajen dengan bentuknya yang bulat dan dijadikan sebagai tempat menaruh bunga. 
  4. Bunga Segar dan Harum Bunga yang segar dan harum juga wajib ada dalam sesajen canang ini. Pastinya anda tidak akan menjumpai bunga yang layu atau bunga plastik dalam sesajen canang di Bali. Penggunaan bunga yang segar dan harum ini merupakan bukti ketulusan dan kesucian yang dilakukan masyarakat Hindu Bali. 
  5. Bunga Rampai Bunga rampai biasanya ditempatkan pada bagian atas susunan bunga. Adanya bunga ini merupakan simbol dari kebijaksanaan yang harus ada dalam sesajen canang.


Demikianlah penjelasan mengenai makna sesajen canang sari dan bahan pembuatannya.

Silakan Tonton Juga Video Cara Membuat Canang Sari di Bawah Ini

Melalui penjelasan di atas tentu kini anda bisa semakin memahami jenis sesajen canang dalam agama Hindu Bali. Meskipun merupakan jenis sesajen yang paling sederhana namun sesajen ini tetap sangat penting dan harus selalu ada dalam persembahyangan. Jadi tidaklah heran jika sesajen canang memang bisa anda temukan secara mudah di berbagai lokasi di Bali termasuk tempat persembahyangan umat Hindu.

Mengenal Otonan Tumpeng Pitu dan Jalannya Upacara Otonan

Otonan merupakan hari kelahiran bagi umat Hindu yang datang serta diperingati setiap 6 bulan atau 210 hari sekali. Perhitungan ini didasarkan pada Sapta Wara, Panca Wara serta Wuku. Tentunya penetapan otonan berbeda dari ulang tahun yang didasarkan pada kalender Masehi. Upacara otonan bagi umat Hindu Bali memang begitu penting karena upacara ini memiliki beberapa tujuan diantaranya untuk memperingati kelahiran seseorang, menyucikan diri seeorang, mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, leluhur, orangtua serta kerabat. Upacara otonan ini juga merupakan bentuk ungkapan syukur atas karunia yang diberikan oleh Sang Hyang Widhi.

Sarana Dalam Upacara Otonan Tumpeng 7

Dalam pelaksanaan upacara otonan, biasanya akan dipergunakan beberapa jenis sarana salah satunya yang terdapat dalam otonan tumpeng pitu. Dimana tumpeng pitu atau tumpeng 7 ini merupakan banten otonan yang lebih sederhana. Secara lebih jelasnya dalam tumpeng 7 tersebut terdapat sarana banten yaitu banten pejati asoroh, banten pengambean satu soroh, banten gebogan alit satu, banten peras satu soroh, banten soda satu soroh dan banten dapetan satu rangkai. Sesuai dengan namanya, otonan ini memakai 7 tumpeng yang terdiri atas 2 tumpeng pengambean, 2 tumpeng peras, serta 3 tumpeng rangkai dapetan.

Bila tumpeng 7 ini dipakai dalam upacara Dewa Yadnya maka ditambahkan banten sesayut yang terdiri dari sesayut pabersihan, sesayut sida sampurna, sesayut siwa sampurna, pamiak kala, tebasan, bayakawonan, banten prayascita, penyeneng teterag dan segehan agung. Sedangkan untuk manusa Yadnya ditambahkan sesayut paersihan, sesayut sidapurna, sesayut atma rauh, sesayut pamiak kala, penyenang teterag, segegan manca warna dan bayakawonan.

Pelaksanaan Upacara Otonan

Pada hari dilaksanakannya otonan, bayi, anak maupun seseorang sesudah membersihkan lahir dan batin kemudian upacara dilakukan di Balai tempat upacara. Dalam upacara tersebut terdapat tata cara yang bertugas sebagai pemimpin upacara, pandita, pemangku atau yang dituakan dan panandita. Sedangkan orang yang dituakan tersebut mengambil posisi lalu memohon Tirtha Panglukatan serta menyucikan upakara yang akan dipakai dalam otonan.

Persembahan upakara Byakala dilakukan di dekat pintu rumah atau di halaman lokasi upacara. Kemudian yang diupacarakan harus menghadap ke Banten Byakala sesudah diucapkan doa dengan kedua telapak tangan mengarah ke bawah. Kemudian pemimpin upacara mempersembahkan banten peras, ajuman, dan pengambean kepada Sang Hyang Widhi, Dewata serta Leluhur. Lalu memohon persaksian maupun mohon wara nugrahanya serta mohon Tirtha Wangsuhpada sambil mengucap sehe atau mantra.

Orang yang akan diupacarakan otonan bersama keluarganya dipersilakan melakukan persembahyangakn bersama untuk memohon keselamatan, panjang umur serta sehat sejahtera. Sesudah persembahyangan, upacara dilanjutkan dengan Ngayab Dapetan dan Banten Lara Malaradan oleh pemimpin upacara disertai doa mantra memohon agar sembuh jika ada penyakit dalam tubuh maupun jiwa. Bila tidak terdapat penyakit maka bisa menghadapai hidup lebih tegar.

Selasai ngayab tersebut upacara dilanjutkan dengan Ngelebar sesajen untuk dipersembahkan pada Sang Hyang Widhi serta leluhur. Orang yang diupacarakan dan keluarga terdekatnya bisa menikmati banten dapetan dan banten lara malaradan maka berakhirlah upacara otonan ini. Pelaksanaan upacara otonan ini terkadang memiliki perbedaan di beberapa bagian seperti ngayab sayur lara Malaradan atau dapetan yang bisa dilaksanakan sebelum acara persembahayangan maupun Matirtha.

Itulah tadi penjelasan mengenai otonan tumpeng pitu dan prosesi pelaksanaan upacara otonan yang bisa menambah wawasan anda. Upacara otonan bisa dilaksanakan secara sederhaan dan tidak harus mewah karena yang terpenting adalah makna dan manfaatnya yang dilandasi oleh ketulusan dan kesucian hati.

Uang Koin Seribu Kelapa Sawit Mencapai 7 Jutaan

Uang Koin Seribu Kelapa Sawit Mencapai 7 Jutaan

Uang Logam seribu rupiah yang dikeluarkan Bank Indonesia  tahun 90-an dengan gambar kelapa sawit merupakan bimetal yaitu uang koin yang dicetak dengan dua bahan.

Pada uang ini pada bagian depan bergambar kelapa sawit dan nominal uang.

Sedangkan bagian belakang bergambar burung garuda dan tahun dikeluarkan uang tersebut.

Detail bahan uang koin ini yaitu, bagian luarnya berbahan 75% Copper, 25% Nickel, sedangkan bagian tengah 60-70 % Copper, 40-30 % Zinc.

Uang koin ini memiliki berat 8,61 gram dengan diameter 26 mm.
Banyak sudah yang menjual-belikan uang koin ini dengan harga jutaan rupiah.

Ada juga yang memasang tarif dengan 7 juta rupiah per keping.  

Dan ada juga yang menjual uang koin ini dengan harga yang begitu rendah yakni seharga 2 ribu rupiah.

Uang koin ini banyak ditemukan di situs belanja online.