Otonan merupakan hari kelahiran bagi umat Hindu yang datang serta diperingati setiap 6 bulan atau 210 hari sekali. Perhitungan ini didasarkan pada Sapta Wara, Panca Wara serta Wuku. Tentunya penetapan otonan berbeda dari ulang tahun yang didasarkan pada kalender Masehi. Upacara otonan bagi umat Hindu Bali memang begitu penting karena upacara ini memiliki beberapa tujuan diantaranya untuk memperingati kelahiran seseorang, menyucikan diri seeorang, mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, leluhur, orangtua serta kerabat. Upacara otonan ini juga merupakan bentuk ungkapan syukur atas karunia yang diberikan oleh Sang Hyang Widhi.
Sarana Dalam Upacara Otonan Tumpeng 7
Dalam pelaksanaan upacara otonan, biasanya akan dipergunakan beberapa jenis sarana salah satunya yang terdapat dalam otonan tumpeng pitu. Dimana tumpeng pitu atau tumpeng 7 ini merupakan banten otonan yang lebih sederhana. Secara lebih jelasnya dalam tumpeng 7 tersebut terdapat sarana banten yaitu banten pejati asoroh, banten pengambean satu soroh, banten gebogan alit satu, banten peras satu soroh, banten soda satu soroh dan banten dapetan satu rangkai. Sesuai dengan namanya, otonan ini memakai 7 tumpeng yang terdiri atas 2 tumpeng pengambean, 2 tumpeng peras, serta 3 tumpeng rangkai dapetan.
Bila tumpeng 7 ini dipakai dalam upacara Dewa Yadnya maka ditambahkan banten sesayut yang terdiri dari sesayut pabersihan, sesayut sida sampurna, sesayut siwa sampurna, pamiak kala, tebasan, bayakawonan, banten prayascita, penyeneng teterag dan segehan agung. Sedangkan untuk manusa Yadnya ditambahkan sesayut paersihan, sesayut sidapurna, sesayut atma rauh, sesayut pamiak kala, penyenang teterag, segegan manca warna dan bayakawonan.
Pelaksanaan Upacara Otonan
Pada hari dilaksanakannya otonan, bayi, anak maupun seseorang sesudah membersihkan lahir dan batin kemudian upacara dilakukan di Balai tempat upacara. Dalam upacara tersebut terdapat tata cara yang bertugas sebagai pemimpin upacara, pandita, pemangku atau yang dituakan dan panandita. Sedangkan orang yang dituakan tersebut mengambil posisi lalu memohon Tirtha Panglukatan serta menyucikan upakara yang akan dipakai dalam otonan.
Persembahan upakara Byakala dilakukan di dekat pintu rumah atau di halaman lokasi upacara. Kemudian yang diupacarakan harus menghadap ke Banten Byakala sesudah diucapkan doa dengan kedua telapak tangan mengarah ke bawah. Kemudian pemimpin upacara mempersembahkan banten peras, ajuman, dan pengambean kepada Sang Hyang Widhi, Dewata serta Leluhur. Lalu memohon persaksian maupun mohon wara nugrahanya serta mohon Tirtha Wangsuhpada sambil mengucap sehe atau mantra.
Orang yang akan diupacarakan otonan bersama keluarganya dipersilakan melakukan persembahyangakn bersama untuk memohon keselamatan, panjang umur serta sehat sejahtera. Sesudah persembahyangan, upacara dilanjutkan dengan Ngayab Dapetan dan Banten Lara Malaradan oleh pemimpin upacara disertai doa mantra memohon agar sembuh jika ada penyakit dalam tubuh maupun jiwa. Bila tidak terdapat penyakit maka bisa menghadapai hidup lebih tegar.
Selasai ngayab tersebut upacara dilanjutkan dengan Ngelebar sesajen untuk dipersembahkan pada Sang Hyang Widhi serta leluhur. Orang yang diupacarakan dan keluarga terdekatnya bisa menikmati banten dapetan dan banten lara malaradan maka berakhirlah upacara otonan ini. Pelaksanaan upacara otonan ini terkadang memiliki perbedaan di beberapa bagian seperti ngayab sayur lara Malaradan atau dapetan yang bisa dilaksanakan sebelum acara persembahayangan maupun Matirtha.
Itulah tadi penjelasan mengenai otonan tumpeng pitu dan prosesi pelaksanaan upacara otonan yang bisa menambah wawasan anda. Upacara otonan bisa dilaksanakan secara sederhaan dan tidak harus mewah karena yang terpenting adalah makna dan manfaatnya yang dilandasi oleh ketulusan dan kesucian hati.
No comments:
Post a Comment
Bagaimana Menurut Anda Tulisan Ini, Membantu atau Tidak? Tuliskan Masukan Anda di Kolom Komentar, dibawah!