Dalam agama Hindu di Bali sering kita temuka berbagai jenis upacara adat maupun keagamaan yang dilaksanakan dalam waktu tertentu. Tentunya dalam upacara tersebut terdapat berbagai unsur yang harus ada dan memiliki makna tersendiri dalam upacara tersebut. Salah satu yang ada dalam upacara Hindu di Bali adalah Banten Penyeneng. Dimana banten ini merupakan simbol antena penghubung titah atau umat dengan Sang Hyang Widhi. Banten ini juga merupakan bentuk kecanggihan leluhur nusantara yang sudah berhasil membuat antena penuntun kesadaran dan tentunya berbeda dengan antena yang saat ini dibuat.
Banten ini juga disebut dengan Tehenan atau Pabuat yaitu jenis jejaitan yang dipakai dalam tetandingan penyeneng dengan memiliki ruang tiga yang masing-masing disi beras, pis bolong, benang, nasi aon atau nasi yang dicampur dengan abu gosok serta porosan yang gunanya sebagai alat nuntun, menurunkan prabhawa Hyang Widhi atau antena receiver. Tentunya Penyeneng ini juga mempunyai mantra khusus yang akan dibacakan saat prosesi upacara berlangsung. Dalam mantra tersebut menyebutkan nama Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Iswara.
Penyeneng juga merupakan lambang konsep hidup berkesinambungan, produktif dan dinamis. Hal ini berkaitan dengan penyeneng dalam banten yang berperan untuk penguatan konsep hidup. Hidup yang seimbang memiliki arti sebagai hidup dalam visualisasi konsep hidup yang diwujudkan dalam tiga bentuk diantaranya sebagai berikut.
1. Tujuan hidup sebaiknya diselelaraskan dengan kebutuhan jasmani atau material dengan kebutuhan rohani yang dinamis.
2. Tiada hentinya mengejar kemajuan serta produktif yang berarti selalu berkarya atau menciptakan apa yang patut untuk diciptakan.
3. Memelihara yang pantas dipelihara serta meniadakan sesuatu yang pantas untuk ditiadakan.
Di dalam upaya untuk membangun konsep hidup ini maka manusia harus mempunyai pandangan yang benar. Dimana benar dalam hal ini berarti dilandadi kesucian batin. Kemudian kesucian batin akan muncul ketika sudah lenyap sifat-sifat negatif dalam diri seseorang. Maka barulah benih kesucian bisa disemaikan dalam diri seseorang. Hal ini bisa divisualisasikan ke dalam bentuk sarana yang disebut dengan segawu tawar dan beras.
Tepung tawar merupakan sebuah unsur banten yang dibuat dari tepung beras, daun dadap dan kunir. Dimana tepung tawar ini adalah lambang keseimbangan hidup yang memperhatikan hukum Rwa Bhineda terkecuali Hyang Widhi Wasa yang tidak terkena hukum ini. Selain itu keseimbangan hidup yang dimaksud dalam hal ini ialah adanya siang dan malam, senang dan sedih, lahir dan batin, sosial dan individu dan lains sebagainya. Hidup yang seimbanga bisa dikatakan sebagai hidup yang senantiasa mengupayakan keseimbangan itu sendiri. Adanya unsur bijak di dalam banten ini menjadi lambang bibit sumber dari kreativitas. Meskipun penyeneng ini memang sangat lokal di Bali tetapi makna yang dimuat didalamnya begitu universal.
Tetandingan dalam penyeneng memang terdiri dari tiga takih yang kemudian dijahit menjadi satu. Adapun tangkih 1 berisi porosan dan juga irisan bunga cempaka serta bunga kamboja kemudian dicampur serbuk cendana. Untuk tangkih 2 berisi beras, tangkih 3 berisi tepung tawar dimana untuk tepung tawar ini adalah campuran dari tepung beras, kunir dan daun dadap.
Demikianlah penjelasan mengenai banten penyeneng yang bisa menambah wawasan anda. Melalui penjelasan di atas kini anda bisa semakin memahami jenis-jenis banten dalam agama Hindu Bali. Dimana masing-masing banten mempunyai unsur tersendiri dengan makna yang berbeda namun dipastikan mendatangkan kebaikan bagi manusia.
No comments:
Post a Comment
Bagaimana Menurut Anda Tulisan Ini, Membantu atau Tidak? Tuliskan Masukan Anda di Kolom Komentar, dibawah!