Dalam agama Hindu di Bali terdapat berbagai jenis upacara maupun sesajen yang akan dihaturkan kepada Sang Hyang Widhi. Salah satunya adalah banten rarapan yang selama ini sudah sering diterapkan dalam agama Hindu di Bali. Rarapan biasanya dihaturkan dengan berupa rokok kretek, ubi rebus, ketela rebus, jaja injin, jagung laklak tape dan lain sebagainya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka rarapan yang dihaturkan justru semakin beragam seperti snack, manisan atau permen, dan lain sebagainya. Biasanya yang dihaturkan dalan rarapan ini adalah berupa makanan yang dikonsumsi manusia.
Selanjutnya rarapan tersebut akan dihaturkan pada tempat-tempat yang diyakini ataupun dirasakan tenget yang mempunyai penunggu gaib.Seperti di perempatan, pinggir jalan, jaba pura, pohon besar, jembatan, areal bekerja, dan lain sebagainya. Rarapan dapat dihaturkan setiap hari ataupun saat seseorang berkunjung dan kebetulan melewati tempat yang diyakini mempunyai penunggu. Bahkan rumah juga bisa menjadi tempat yang memiliki penunggu sehingga sering diletakkan rarapan.
Rarapan yang dihaturkan bisa berupa minuman ataupun segala yang dikonsumsi manusia termasuk juga makanan. Dimana rarapan ini diibaratkan seperti gagapan atau oleh-oleh bagi makhluk gaib yang menunggu sebuah tempat. Dengan memberikan banten rarapan ini maka diharapkan si penunggu gaib bisa merasa senang, tenang dan bisa membantu aktivitas manusia di alam niskala. Yang berarti bahwa manusia sudah menjalin komunikasi, sudah bekerjasama, menjalin keharmonisan dengan menjaga alam, serta menjalankan kehidupan di dunia meskipun satu sama lain tidak bisa saling melihat atau melakukan kontak. Setidaknya keyakinan dan hati nurani manusia bisa menghubungkan dengan makhluk alam niskala.
Melalui rarapan ini manusia bisa ikut memelihara keharmonisan alama niskala dan sekala yang selama ini dibatasi ruang dan waktu. Misalnya ketika pedangan akan memulai usaha maka sebelumnya akan menghaturkan rarapan di sekitar tempat berdagang atau di pura melanting. Selain itu adapula yang meletakkan rarapan dengan haturan betara sehingga berbentuk menyerupai gebogan yang dihaturkan setiap hari. Hal tersebut memang akan sering terlihat di pasar-pasar wilayah Bali. Tujuan dari haturan rarapan tersebut adalah sebagai permohonan kehadapan Ida Betari Melanting supaya usaha dagang yang dilakukan akan menguntungkan dan sebagai ancangan untuk membantu usaha serta tidak mengganggu tetapi justru membantu.
Ada banyak pula orang-orang yang datang dari pasar atau selesai berjualan di pasar kemudian menghaturkan rarapan di sebuah tempat tertentu. Hal tersebut dilakukan karena sudah tahu bahwa tempat tersebut angker atau pernah mengalami hal gaib di tempat tersebut. Bisa juga pemberian rarapan bertujuan sebagai ungkapan syukur atas rejeki yang diperoleh dan dibagikan ke makhluk lain. Sehingga diharapkan bisa merasakan ketenangan dan dibantu dalam menjalankan usaha dagang tersebut.
Bagi umat Hindu Bali, memberikan banten rarapan berarti semua manusia Bali dalam kesehariannya senantiasai memohon dan berdoa pada Ida Sang Hyang Widhi, Dewa-Dewi maupun Betara Betara, leluhur supaya diberikan kesejahteraaan dan kekuatan. Dengan selalu menjalin keharmonisan dengan penghuni dan penguasa gaib maka merupakan upaya untuk menyelaraskan dunia dan manusia tidak terganggu oleh makhluk gaib begitu juga sebaliknya. Manusia pasti mengharapkan bisa saling menguntungkan, saling memberi dan saling membantu dengan makhluk gaib sehingga bisa mencapai kedamaian.
Demikianlah penjelasan mengenai rarapan dalam Hindu Bali yang bisa menambah wawasan anda. Melalui raraoan ini tentu manusia bisa menjalin hubungan yang harmonis dengan makluk gaib di tempat-tempat yang diyakini memiliki penunggu. Sehingga manusia bisa mencapai hidup yang damai dan tenang dengan memberikan rarapan kepada makhluk gaib.
No comments:
Post a Comment
Bagaimana Menurut Anda Tulisan Ini, Membantu atau Tidak? Tuliskan Masukan Anda di Kolom Komentar, dibawah!