Asal-usul Kota Gianyar Berawal Dari Desa Beng |
Desa Beng Tidak bisa dilupakan dari Sejarah Kota Gianyar, karena Asal-usul Kota Gianyar Berawal Dari Desa Beng. Dari Babad Bengkel Manggis Kuning (Dewa Manggis Kuning) yang berkuasa di Desa Beng Bersambung sampai berdirinya Griya Anyar (Gianyar).
Petualangan Dewa Manggis Kuning dari Kerajaan Gelgel Swecapura pada rentang tahun 1580-1665 M diperintahkan oleh Dhalem Segening sebagai sesuhunan Bali-Lombok VI. Dhalem Segening menjalankan politik kawin masal untuk memperbanyak punya keturunan untuk memperkuat kekuasaannya. Putra-putranya yang ditempatkan ke daerah-daerah yang jauh dari Kerajaan Gelgel. Diantaranya yang terkemuka adalah I Gusti Ngurah Panji Sakti yang berkuasa di Buleleng.
Pada suatu hari Dhalem Segening berkunjung ke Desa Manggis Karangasem disana ia terpikat dengan gadis cantik yang berwangsa ksatria. Dan kemudian gadis ini hamil, kemudian melahirkan putra yang rupawan. Setelah lahir sampai dewasa ia tinggal di Desa Manggis Karangasem bersama ibunya dan akhirnya ia menghadapi ayahnya ke Gelgel. Sesampainya di Istana Gelgel mungkin karena kelelahan anak ini duduk di atas batu keramat di depan istana, semua yang melihat tercengang, karena tidak ada yang berani menduduki batu ini kecuali Dhalem dan putra-putranya. Dhalem kemudian bertanya dari mana asal-usul anak ini. Setelah mendengar penjelasan dari anak ini, Dhalem baru teringat, dan mengakui anak ini adalah putranya. Anak ini diberi nama dengan Dewa Manggis Kuning, karena warna kulitnya kekuning-kuningan.
Suatu hari Dhalem Segening dihadapi oleh I Gusti Anglurah Arya Tegeh Kori yang berkuasa di daerah Badung. I Gusti Anglurah Arya mengajukan permohonan kepada Dhalem agar memberikan salah satu putranya untuk ditempatkan di Badung. Permohonan ini dikabulkan sehubungan sering terjadi pertikaian di Kerajaan Tegeh Kori. Dhalem berkaitan dengan permohonan ini, dan mempersilahkan Arya Badung tersebut ubtuk memilihsalah satu putranya. Pada malam hari Arya Tegeh Kori mendatangi putra-putra Dalem yang sedang tidur. Salah satunya mengeluarkan sinar dari wajahnya dan kemudian Arya Tegeh Kori menandai kaki putra Dhalem dengan kapur sirih. Esok pagi harinya Arya Badung menghampiri Dhalem memohon agar putranya yang ditandai dengan kapur sirih berkenan untuk diajak (dibawa) ke Badung. Permohonan dikabulkan, Dewa Manggis Kuning dibawa ke Badung, semenjak Dewa Manggis Kuning tinggal di Badung, Badung menjadi tentram.
Selanjutnya karena Dewa Manggis Kuning yang wajahnya rupawan di curigai oleh Arya Tegeh Kori, karena isu ada hubungan rahasia dengan istrinya, yang berujung di usirlah Dewa Manggis Kuning. Dewa Manggis Kuning secara diam-diam meninggalkan Badung menuju ke Desa Pahang, daerah kekuasaan Arya Pinatih.
Keberadaan Dewa Manggis Kuning di Desa Pahang membuat I Gusti Arya Pinatih merasa cemas, karena Arya Tegeh Kori berambisi untuk menemukan Dewa Manggis Kuning hidup atau mati. Sebagai belas kasihannya Arya Pinatih memberikan salah satu putrinya sebagai istri Dewa Manggis Kuning untuk menemani perjalanan. Dewa Manggis Kuning juga menginap di kerajaan I Gusti Penatih Bija di Desa Bun demi keamanan. Merasa tidak aman dengan kerajaan Arya Tegeh Kori Badung, I Gusti Arya Bija menyarankan Dewa Manggis Kuning segera meninggalkan Desa Bun.
Perjalanan dengan sembunyi-sembunyi menuju arah timur dari Desa Pahang sampailah di alas (hutan) Bengkel. Setelah merasa aman dari kejaran pasukan Arya Tegeh Kori, Dewa Manggis Kuning merabas hutan kemudian ia bercocok tanam, beternak dan akhirnya menetap disana. Lama kelamaan desa ini berkembang menjadi sebuah desa yang makmur dan dinamai dengan Desa Alas Bengkel yang dari hutan kayu bengkel. Dan sekarang Desa Bengkel kita kenal dengan sebutan Desa Beng. Desa Beng mengalami kemajuan yang pesat dari segi perekonomian yang memberi kesejahteraan bagi masyarakat desa Beng. Dewa Manggis Kuning setelah melakukan persediaan di Pura Bukit Jati dianugerahi senjata sebuah keris yang diberi nama Ki Baru Kama. Senjata lainnya berupa tombak juga diperoleh Dewa Manggis Kuning oleh bidadari yang mengaguminya. Kedua senjata ini dipakainya untuk membebaskan Kerajaan Gelgel yang dikuasai I Gusti Agung Merati. Bersama dengan 40 prajuritnya Dewa Manggis Kuning ikut bagian perang. Dan berakhir kalahnya I Gusti Agung Maruti. Keturunan Dalem Segening kembali bertahta, namun tidak menempati istana Gelgel karena rusak parah dan di kotori oleh darah-darah dari peperangan. Mereka membuat istana baru di Klungkung, istana ini diberi nama Smara Wijaya Pura, dengan raja pertamanya bernama Dewa Agung Jambe. Kejayaan Dewa Manggis Kuning didengar oleh kerajaan Buleleng dengan rajanya I Gusti Anglurah Panji Sakti. Dan raja buleleng pun memimpin pasukannya untuk menyerbu ke desa Beng. Dewa Manggis Kuning mendengar hal itu menjadi marah, Ia memimpin pasukannya untuk menjaga Desa ini supaya mencegah adanya korban. Pasukan Dewa Manggis Kuning bersenjatakan bambu runcing, bambu runcing ini di pasupati (di upacarai) di sebuah tempat dan kemudian menjadi sebuah pura, bernama Pura Dalem Pering. Pura ini disungsung oleh warga tertentu, dan barisan pring gading akhirnya bernama watek penamun.
Berkat kecekatan Dewa Manggis Kuning, raja Buleleng dan pasukannya mengalami kekalahan, mereka lari tunggang-langgang meninggalkan Desa Beng. Bukti kemenangan berupa genta gajah dan sampai kini masih ada. Demikian Sawah-sawah dan kebun kacang yang tempat gajah-gajah makan, sekarang dinamai Subak Kacang Bedol. Semenjak itu tombak Dewa Manggis Kuning yang sangat berjasa yang bernama Ki Baru Alis. Akhirnya Desa Beng kembali tentram berkat karisma Dewa Manggis Kuning.
Karena usia tua Dewa Manggis Kuning pun wafat, yang meninggalkan seorang putra yang bernama Dewa Manggis Pahang. Nama ini diambil dari nama ibunya, yaitu I Gusti Ayu Pahang, yang berasal dari desa Pahang Badung. Dewa Manggis Pahang menjadi generasi kedua, juga disebut Dewa Manggis II.
Dewa Manggis Pahang (Dewa Manggis II)
Dewa Manggis Pahang menggantikan ayahnya memimpin Desa Beng, menjadi kepala desa. Dewa Manggis Pahang menurunkan 5 putra terkemuka. Ibu dari trek ksatria pungakan dari desa Beng; Dewa Manggis Bengkel. Ibu dari treh Arya Pinatih dari desa Tulikup, menurunkan Dewa Made Pinatih, Dewa Nyoman Pinatih,Dewa Ketut Pinatih. Dari ibu wangsa sudra dari desa Dauh Uma menurunkan Dewa Gede Kesiman. Dewa Made Pinatih, Dewa Nyoman Pinatih, Dewa Ketut Pinatih pindah mendirikan puri di desa Serongga. Dewa Ketut Pinatih kemudian pindah lagi dan membangun puri di Abiansemal. Sekentara Dewa Gede Kesiman mendirikan puri di desa Bitera.
Dewa Nyoman Pinatih bergelar Dewata di pendem, karena ia dibunuh oleh adiknya Dewa Ketut Pinatih di desa Kesian Gianyar. Di tempat itu kemudian dibuat pura dan bernama Pura Pendem, yang disungsung oleh desa Kesian Gianyar. Tidak ada yang menduga terjadi pembunuhan di tempat itu, sehingga tempat itu disebut Tanon, dari Tan Naon (tidak terduga).
Dewa Manggis Bengkel tetap tinggal di kediaman ayahnya di Desa Beng. Ia menggantikan kedudukan ayahnya menjadi kepala desa Beng. DEWA manggis Bengkel sebagai generasi berikutnya disebut Dewa Manggis III.
Dewa Manggis Bengkel (Dewa Manggis III)
Dewa Manggis Bengkel jatuh hati kepada putri Dewa Gede Pemecutan yang berkuasa di kerajaan Taman Bali Bangli, yang bernama Dewa Ayu Nila Puri. Suatu hari Dewa Manggis Bengkel mengambil paksa sang putri yang sedang mandi di Taman Tirtha Harum, yang terletak di selatan Taman Bali Bangli. Sang putri diboyong ke Desa Beng.
Raja Taman Bali ternyata salut dengan keberanian Dewa Manggis Bengkel. Sehingga hubungan Desa Beng dan Taman Bali bertambah erat. Dari pernikahan Dewa Manggis Bengkel dan Dewa Ayu Nila Puri menurunkan putra terkemuka bernama Dewa Manggis Api. Disebut juga Dewa Manggis IV. Ia kemudian menggantikan ayahnya yang wafat karena usia tua.
Suksme
ReplyDeleteSuksme
ReplyDelete