Tidak semua orang beruntung dilahirkan dalam keluarga yang berkecukupan, sehingga sejak dari lahir semua berjalan mulus. Sekolah diantarkan oleh sopir pribadi dan pulang sekolah di jemput oleh sopir pribadi pula. Satu-satunya tugas adalah belajar. Urusan lain, ada pembantu yang akan mengerjakan. Pulang sekolah, makanan enak sudah tersedia di atas meja makan. |
Bahkan untuk membuka tali sepatu, cukup mengangkat kaki dan mbok Pembantu Rumah Tangga, akan berjongkok dan membantu melepaskan kaos dan sepatu. Mau makan pun tinggal melangkah dan duduk di kursi yang sudah disediakan untuk disantap di meja makan. Bahkan kelak ketika dewasa dan menikah, tidak perlu memikirkan mau kontrak dimana, karena sebuah rumah, lengkap dengan segala perabot dan isinya, sudah dipersiapkan oleh kedua orang tua. Enak sekali bukan?
Beda Garis Tangan, Beda Nasib
Namun sayangnya, yang beruntung dapat menikmati hidup seperti dalam kisah dongeng ataupun kisah sinetron sangat sedikit jumlahnya. Dan dari yang sedikit itu, kebetulan nama saya tidak tercantum disana. Dari lahir, hingga menikah, belum pernah dapat merasakan hidup seperti dalam yang sering diceritakan dalam dongeng-dongeng ataupun kisah yang ditampilkan di film Sinetron.
Malah sebaliknya, masalah hidup datang menerjang bertubi-tubi. Suami sering sesak nafas, karena kerja keras selain penyakit jantung yang dideritanya, melampaui dayanya sebagai seorang laki-laki. Bahkan bobot tubuh semakin hari semakin turun, dari 88 Kg, kemudian tersisa hanya 49 Kg saja. Hingga ajal menjemputnya. Belum usai badai kepedihan menerjang saya, Putri saya pun, sering sakit-sakitan, karena kurang asupan gizi karena hidup sangat pas-pasan selepas kepergian suami.
Saya sendiri dulu, setiap kali batuk sering mengeluarkan darah, bahkan suatu waktu, darah merah itu keluar dari hidung saya.Tapi sebagai Kepala keluarga, saya bertekad tidak boleh sakit. Dengan segala kemampuan diri yang ada saya mencoba terus bertahan dan pantang menyerah terhadap keadaan. Karena saya tahu persis, "menyerah, berarti mati!"
Meratap Kepada Tuhan
Ketika kita sedang ditimpa masalah bertubi-tubi, semua teman dan kerabat, semakin menjauh dari diri kita. Seandainya kita mau merendahkan diri dengan bersimpuh dan meratap di depan kaki mereka, belum tentu hati mereka akan tergerak. Maka satu satunya jalan, adalah meratap kepada Tuhan.
Memohonkan kekuatan, agar kita mampu melalui masa-masa tersulit dalam hidup kita. Berhentilah meratap. Karena tidak akan mengubah apapun, malah itu akan semakin memperburuk keadaan. Jalani hidup dengan penuh ketabahan dan yakinlah suatu waktu, nasib kita akan berubah, bila kita mau kerja keras dan pantang menyerah.
Setelah hidup dalam genangan air mata, akhirnya selang rentang 7 tahun kemudian, badai kehidupan itu berlalu dan hidup saya berubah total.
Ditulis berdasarkan secuil pengalaman pribadi.
No comments:
Post a Comment
Bagaimana Menurut Anda Tulisan Ini, Membantu atau Tidak? Tuliskan Masukan Anda di Kolom Komentar, dibawah!